Butterfly Effect

By Alatesaya

310K 42.6K 3.3K

"Lo mau ga mengarungi neraka bareng gue?" "H-hah?" ------ Kalau Ayyara memilih satu diantara mereka, mereka p... More

01. Awal kisah
02. Second Lead Seme and Sugar Daddy
03. Dilabrak?
04. Sorry
05. First kiss
06. Orang asing
07. Kian : Kertarajasa
08. Kian : Kertarajasa pt. 2
09. Kian : Kertarajasa pt. 3
10. Kian : Kertarajasa pt.4
11. Kian : Kertarajasa pt. 5
12. Malaikat atau Iblis?
13. Punya nyawa berapa?
14. Salah pilih korban
15. Festival
16. Harimau
17. Kepentok
18. Mood baik
19. Patung kodok
20. Tertahan
21. Tak pernah berubah
22. Coretan di atas meja.
23. Elang emas
24. I love you
25. Aku dan kamu
26. I love you too
27. Orang yang bahagia di neraka
28. Sudut pandang
29. Predator puncak
30. Pelaku palsu
31. Cicak
32. Sesuatu yang aneh
33. Niat yang sama
34. Rasa daging Sapi
35. Jangan kaget!
36. Mati aja sana!
37. Pelukan
38. Masa lalu Ezra
39. Ayo kita mati bersama!
40. Κοράκι Family
41. Cry baby
42. He's crazy
43. Would you die for me?
44. Hati manusia
45. Hewan peliharaan (?)
46. Bocah puber | Ayyara Davinia
47. Ribut
48. Hari sial
49. Awal dari segalanya
50. Di sini
51. Pangeran

52. Ryu

3.4K 409 71
By Alatesaya

WARNING : SENSITIVE CONTENT!










| Beberapa hari sebelumnya.

Perpustakaan sekolah adalah tempat yang tepat untuk membaca buku dan belajar. Tetapi tak ayal juga tempat itu dijadikan tempat untuk mencari ketenangan dan bermalas-malasan seperti halnya Ayyara saat ini. Jangan dicontoh ajaran sesat.

Dirinya sedang menidurkan samping kepalanya di atas tumpukan buku yang berada di atas meja, dengan mata memandang seseorang yang berada di sebelahnya, Zaki. Dengan tak sedikit pun berpaling. Tak heran jika membuat sang ditatap merasa risih.

Dengan keberanian yang ia kumpulkan, Zaki yang saat itu sedang membaca buku itu pun menoleh ke arah samping dengan kaku.

"Mmm... A-ada yang bisa aku b-bantu?" Suara Zaki sedikit tergagap, dengan tangan membetulkan letak kacamata kotaknya untuk menghilangkan rasa gugup.

Seragam yang sangat rapi, kacamata kotak tebal, rambut diberi polesan pomade, tubuh tegap dan berisi.

Gaya biasa yang sangat cupu.

Ayyara terus menatap ciri khas laki-laki yang berada di sampingnya itu.

Tetapi jika diperhatikan dari samping, lelaki itu mempunyai rahang wajah yang tajam.

Dirinya pikir, dilihat dari mana pun lelaki ini hanya berpura-pura menjadi seorang nerd.

Ayyara tersadar saat Zaki menepuk pundaknya pelan. "Eh?"

"Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Zaki lagi tanpa gagap.

"A-abisnya kamu ngeliatin aku terus..." Lanjut Zaki dengan nada kecil dan wajah sedikit memerah malu setelah melihat Ayyara yang mengerjap polos.

"Masa?" Ucap Ayyara acuh dengan kepala yang masih berada di atas meja menoleh ke arah Zaki.

"Ah, m-mungkin cuma perasaan aku aja!" Balas Zaki dengan sedikit berseru, dan langsung mengalihkan pandangannya kembali ke arah buku pelajaran yang berada di atas meja seraya menggeser sedikit tempat duduknya menjauh dari gadis itu.

Setelah itu hening. Tetapi, Zaki masih bisa merasakan Ayyara yang sedang menatapnya dari samping. Membuat Zaki kehilangan fokusnya untuk belajar dan membuatnya merasa canggung.

Entah mengapa gadis ini tiba-tiba duduk tepat di sampingnya, padahal banyak kursi kosong yang tersedia di sini.

Lagipula, tumben sekali gadis ini ada di perpustakaan. Biasanya, gadis ini selalu ada di dalam kelas atau paling tidak, ia berada di pinggir lapangan basket untuk melihat pertandingan.

Ah, tidak!

Dirinya bukan memerhatikan gadis ini, kok. Hanya, gadis ini terlihat sangat mencolok.

Saat pikirannya sedang ribut dengan memikirkan berbagai hal, dirinya ditarik kembali ke dalam realita saat Ayyara mulai berbicara kepadanya.

"Lagi belajar apa?" Tanya Ayyara dengan posisi yang sudah berubah menjadi duduk di hadapan Zaki seraya menopang dagu.

Mata Zaki terbebelak karena terkejut kapan gadis itu berpindah tempat. "Hah! Itu, b-biologi."

"Lo kayaknya suka banget ya sama biologi,"

"Ha..ha.. I-iya," Balas Zaki dengan tertawa canggung, seraya mengalihkan tatapannya ke bawah. Tak kuat dengan tatapan lurus yang diberikan oleh gadis yang berada di hadapannya ini.

"Ngomong-ngomong soal biologi, lo pernah nanya ke gue kan soal PR biologi?"

"Kapan..?" Balas Zaki setelah beberapa detik terjeda. Ada sedikit raut wajah tak mengenakan darinya.

"Waktu itu, satu jam sebelum Yuma meninggal." Balas Ayyara dengan nada biasa, menatap Zaki sesaat lalu kembali menatap buku yang berada di tangannya.

Tetapi entah bagaimana, perkataan itu berhasil membuat suasananya menjadi senyap.

Mata Zaki sedikit melebar untuk beberapa saat. "Oh, iya..?" Zaki menunjukkan raut wajah bingung.

"Iya. Gue inget banget, waktu itu lo yang ga deket sama gue tiba-tiba nanyain PR ke gue yang mana gue ranking 1 dari bawah. Haha!" Jelas Ayyara dengan nada sedikit antusias seraya tertawa kecil menatap isi dalam buku tanpa melihat ke arah Zaki.

Zaki terdiam sesaat, samar-samar bibirnya sedikit ditarik ke atas. "Hehehe. Anu... Aku lupa banget, kayaknya waktu itu aku lagi panik banget, soalnya besoknya kan ada mapel Bio. Aku takutnya––"

"Ha... Lo bercanda?" Potong Ayyara seraya mengerutkan alis, raut wajahnya sedikit tak paham menatap lurus ke arah Zaki dengan tanda tanya.

"Huh...?"

"Hari minggu emang kita sekolah? Jelas-jelas kejadiannya waktu malam minggu," Ayyara menjeda sesaat untuk melihat respon yang lawan bicaranya tunjukkan, kemudian kembali bercerita dengan tatapan ke arah tangannya yang refleks bergerak ketika bercerita.

"Terus gue juga inget waktu itu hp gue mati gara-gara jatoh ditabrak ibu-ibu. Anehnya, si ibu-ibu ini kayak nunggu timing yang tepat buat nabrak gue. Kayak... Semuanya udah direncanain."

Setelah mengatakan itu Ayyara menatap Zaki yang sedang menatapnya datar dari balik kacamatanya. Membuat Ayyara langsung sedikit tersentak.

Ayyara menggaruk tengkuk lehernya berupaya untuk menghilangkan rasa canggungnya. "Ah.. Gausah dipikirin. Mungkin gue kebanyakan nonton anime bergenre misteri, jadinya suka mikir yang aneh-aneh." Ujar Ayyara dengan tertawa canggung.

Zaki tersenyum tipis seraya menutup buku tulis dan buku pelajarannya. Kemudian mulai menatap Ayyara dengan lurus.  "Nggak, kok. Opini kamu bagus. Tapi kalo emang bener, si pelaku yang ngerencanain ini motifnya apa?"

Ayyara tersenyum senang saat mendengar pertanyaan Zaki yang mulai tertarik dengan hal ini.

"Si pelaku mau bunuh Yuma,"

Mata Zaki sontak melotot. "Kok bisa kepikiran begitu? Dari yang aku denger, Yuma itu dirampok. Jadi, bukannya perampok bergerak refleks ya kalo ada mangsa yang menurut dia bagus?"

"Bagus dari mananya?" Ayyara mulai mengeluarkan ponselnya dan mulai mengutak-atik untuk mencari sesuatu.

Ayyara menuduhkan ponselnya ke hadapan Zaki. "Tuh, liat. Yuma cuma pake kaos putih sama celana doang apa bagusnya buat perampok? Gue kalo jadi perampoknya pasti ngincernya tante-tante dengan outfit kayak istri pejabat, yang pake banyak perhiasan di tangannya. Itu lebih gampang daripada ngerampok anak muda yang keliataannya jago bela diri, kalo diliat dari bentuk tubuhnya yang tegap." Zaki memerhatikan foto Yuma saat itu yang sengaja Ayyara potret.

"Hm.. Masuk akal. Jadi ini bukan kasus perampokan, tapi bener-bener kasus pembunuhan." Zaki mangut-mangut, "aku pikir, jangan-jangan pelakunya musuh Yuma?"

"I think, no? Musuh Yuma itu emang ada banyak," Ayyara memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. "Tapi, apa ga sia-sia bunuh musuh lo gitu aja?"

Zaki mengerutkan alis bingung. "Maksudnya?"

"Hm.. Menurut lo lebih baik mati atau menderita seumur hidup? Kayak misalkan lo dibully kayak waktu itu selama seumur hidup lo."

"Mati. Lebih baik mati." Jawab Zaki dengan cepat tanpa Ayyara ketahui tangan yang berada di bawahnya mengepal.

Ayyara tersenyum. "Nah.. Daripada bunuh musuh lo, bukannya lebih menyenangkan kalo musuh lo tersiksa seumur hidup?"

"Terlebih lagi kalo musuh lo punya orang-orang yang tercinta atau berharga. Lo bisa nyerang mental musuh lo lewat mereka, mungkin? Kayak... Kalo lo nyakitin orang-orang tersayang dari musuh lo, gue pikir sakit yang diterima sama musuh lo itu berkali-kali lipat dari mereka."

Setelah mendengar itu dari mulut Ayyara, entah kenapa jantung Zaki mulai berdebar dengan bulir-bulir keringat yang mulai membanjiri pelipisnya. Tak heran jika Zaki tak menatap mata Ayyara, dan malah menatap ke buku yang berada di atas meja.

Ayyara bangkit dari duduknya dan perlahan memajukan tubuhnya mendekati Zaki dan menunduk, mensejajarkan dirinya dengan telinga Zaki untuk berbisik. Dengan meja persegi panjang yang menjadi penghalang jarak antara mereka berdua.

"Bayangin, dengan mata kepala lo sendiri. Lo ngeliat orang yang lo cintai mati bersimbah darah tepat di depan mata lo. Padahal beberapa jam sebelumnya, lo sama orang itu main dan seneng-seneng bareng berdua. Lo pikir, ini semua salah lo. Harusnya lo jangan tinggalin dia sendiri. Harusnya lo ada di sampingnya. Lo diselimuti rasa bersalah dan nyalahin diri lo sendiri,"

Ayyara melirik sekilas Zaki yang terbujur kaku ditempatnya dengan mengeluarkan banyak keringat panas dingin, lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Setelah itu lo jadi apa? Sedih? Depresi? Trauma? Atau gila? Semua itu tujuan dari musuh lo. Derita yang lo alami itu jadi hiburan buat mereka." Selesai mengatakan itu, dua detik setelahnya tubuh Ayyara langsung terdorong hingga jatuh terduduk di kursi.

Mata Ayyara melebar menatap sang pelaku yang tak lain adalah Zaki yang sudah berdiri dari duduknya.

"A-ah, maaf! A-aku mau ke toilet sebentar." Zaki buru-buru bergegas, tetapi Ayyara lebih dulu mencekal tangannya.

"Tunggu dulu, ini bentar lagi udahan, kok." Tahan Ayyara dengan tatapan memohon.

Zaki tersenyum kikuk. "T-tapi aku udah kebelet,"

"Tahan aja... Atau gue temenin ke toilet?" Tawar Ayyara membuat Zaki langsung tersentak.

"A-ah, enggak! A-ayo kita lanjutin," Zaki langsung duduk kembali dengan raut wajah tak nyaman.

"Nah, gitu dong!" Ayyara mendudukkan dirinya kembali di hadapan Zaki. "Oh iya, sampe mana tadi?"

Zaki yang sedang menatap ke arah bawah itu langsung beralih menatap Ayyara. "Ah, itu.. Sampai menyerang secara mental."

"Oh, iya. Jadi, menurut lo gimana?" Tanya Ayyara dengan nada penasaran.

Zaki sedikit agak terkejut, lalu beberapa detik setelahnya ia menjawab setelah berpikir. "Yang aku tangkep dari cerita kamu, si pelaku ini bukan musuhnya Yuma. Melainkan... musuh kamu? Karena kalo betul, musuh kamu ngincer orang yang kamu cinta buat nyerang mental kamu?"

Wajah Ayyara langsung senang. "YAPPPP, 100 BUAT ZAKI!!!" Seru Ayyara sumringah yang mana dirinya langsung membekap mulut setelahnya karena dirinya sedang berada di perpustakaan. "Ups.. Sorry," Ayyara melirik kanan-kiri, untungnya sepi.

Zaki sedikit tertawa karena tingkah Ayyara, "jadi, ada dugaan gak, siapa musuh kamu yang ngelakuin hal itu?"

Mendengar itu Ayyara kembali fokus, dirinya lantas menulis-nulis sesuatu yang abstrak di atas meja menggunakan telunjuk tangannya seraya berpikir. "Hmm... Setau gue, gue ga punya musuh, sih. Tapi.. Gue tau satu orang yang kemungkinan besar jadi pelaku utama pembunuhan Yuma,"

"Huh, siapa..?"

Ayyara mendongak, lalu mengambil sesuatu dari dalam sakunya. "Ini... Ini orangnya."

Mata Zaki dari balik kacamatanya melebar, dengan raut wajah tak mengerti setelah melihat cermin kecil yang gadis itu tuduhkan dengan bayangan wajah dirinya di dalam cermin tersebut. "A-aku...?"

"Iya... Kamu." Ucap Ayyara seraya tersenyum manis sembari menopang dagu setelah benda itu ia taruh kembali ke dalam saku.

Zaki terdiam sesaat, lalu tertawa renyah. "Pffft... Hahahaha! K-kamu lagi bercanda, ya? Lucu kok, lucu!"

"Di situasi kayak gini siapa yang mau bercanda? Gue serius. Lo pelakunya."

Mendengar suara datar tersebut membuat Zaki berhenti tertawa.

"kok aku?" Herannya sembari tersenyum heran, seraya menunjuk dirinya sendiri.

"Mana mungkin aku ngelakuin hal itu? Mana mungkin aku ngebunuh Yuma yang sudah baik sama aku?" Elaknya dengan raut wajah getir.

Ayyara menatapnya datar. "Masih mau ngelak? Anak SD juga tau kalo lo pelakunya,"

Zaki tersenyum kecut. "Ngelak gimana? Ada buktinya gak kalo aku ngelakuin hal itu?" Tanya Zaki dengan raut wajah berubah datar.

Alis Zaki berkerut saat Ayyara diam, gadis itu kelihatan enggan menjawab. "Kenapa diem? Nuduh orang tanpa dasar dan tanpa bukti itu ga baik," Zaki tersenyum seraya membereskan buku-bukunya. "Aku kira kamu orangnya baik, walaupun aku tau attitude kamu kurang... Ternyata, emang gini aslinya. Aku pergi dul––"

"Pffftt... AHAHAHAHAHAHAHA!" Ayyara tertawa kencang hingga matanya tertutup.

Ayyara bangkit dari duduknya secara kasar, lalu menatap datar ke arah Zaki. "Hei, Zaki. Lo kira gue bodoh, huh?" Ayyara memutari meja untuk berada di samping Zaki yang masih mematung dengan mata melebar.

Zaki sedikit melirik ke kanan dan kirinya guna melihat ada seseorang atau tidak.

Tapi nihil.

Perpustakaannya sangat sepi.

Hanya ada mereka berdua.

Seperti semuanya sudah direncanakan gadis ini dari awal.

"Dari awal lo nanya ke soal PR biologi waktu malam minggu ke gue aja udah aneh. Dan lagi asal-usul lo yang ga jelas. Apa lo pikir gue ga nyari tau tentang lo?" Jelas Ayyara seraya membetulkan letak dasi Zaki yang miring.

Zaki menepis tangan Ayyara. "Terus apa opini kecil kamu bisa jadi bukti kalau aku ngelakuin hal itu? Ga logis."

Ayyara terkesiap, tak berapa lama ia tersenyum sarkas. "Lebih ga logis mana sama perlakuan lo yang ngebully seseorang cuma karena orang itu nolak cinta lo? Terlebih lagi, gue ga nyangka lo bisa suka sama satu spesies." Perkataan itu berhasil menyulut emosi Zaki.

"Tutup mulut lo." Eram Zaki dengan urat-urat wajah menonjol sembari mencengkram kuat kerah baju seragam Ayyara membuat gadis itu sedikit berjinjit.

"Tau dari mana?" Ucap Ayyara menjeda, berhasil membuat Zaki membeku. "Itu kan pertanyaan yang langsung muncul di otak lo?" Lanjutnya sembari melepaskan diri dari cengkeraman tangan Zaki pada kerah baju seragamnya.

Tak ada respon, gadis itu lebih memilih menyiram bensin ke dalam api kecil. "Tebak dari mana...? YAP BETUL!! Dari orang yang lo suka!" Seru Ayyara girang sendiri.

"Aduh, gimana ya gue bilangnya... Kerta, maksud gue, orang yang lo suka itu cinta mati sama gue. Dia bahkan rela babak belur demi bisa nyari informasi tentang lo buat gue," Ayyara tersenyum malu-malu. "Hehe~ romantis, ya?"

Berhasil membuat api yang besar, mendengar itu Zaki langsung mencekik leher Ayyara tanpa aba-aba, membuat gadis itu sedikit kesusahan bernapas.

"See...? Kenapa, panas ya? Balas dendam cuma karena cinta ditolak. Hahaha... Klise banget niat lo," Ejek Ayyara dengan napas yang tersisa dengan tangan Zaki yang semakin kuat mencengkeram lehernya dengan satu tangannya.

"Lo mau mati tercekik, huh?" Ancam Zaki dengan mata yang mulai menunjukkan adanya niat membunuh. Menatap Ayyara yang sedang berusaha terlepas dari cengkeramannya.

Ayyara berusaha mengatakan sesuatu lewat gerakan bibirnya karena sudah tidak mampu mengeluarkan suara.

"M-e-n-y-e-d-i-h-k-a-n."

Dua detik setelah mengatakan itu dalam gerakan bibirnya, tubuhnya serasa tiba-tiba terlempar ke samping, dengan pipi seakan-akan telah dihantam sesuatu yang sangat keras. Kedua telinganya pun sampai ikut berdengung berdengung.

Tanpa sadar, Ayyara sudah membangunkan seorang monster yang tertidur.

Ayyara jatuh terduduk dengan satu tangan menahan tubuhnya di atas lantai dan satunya lagi membekap mulutnya yang batuk-batuk dan mengeluarkan banyak darah dari sudut bibirnya.

Ah, syukur! Dirinya masih hidup.

Hampir saja dirinya mati karena tercekik.

Sepertinya dirinya habis dipukul dengan kekuatan penuh.

Dengan keadaan masih terduduk di bawah, Ayyara sedikit tertawa."Hahaha... Setelah lo ngebunuh anak kita dan juga Yuma, lo mau ngebunuh gue juga?" Ringisnya sembari menatap darah yang mulai menetes ke atas lantai tanpa melihat ke arah Zaki.

Zaki melepas kacamatanya, "Yang lo omongin itu bener," Ucapannya terjeda kala dirinya mulai mengacak-acak rambutnya, "Gue yang bunuh Yuma karena gue benci sama lo karena udah ngerebut apa yang seharusnya milik gue." Mendengar itu, Ayyara lantas mendongak.

Sekarang, wajah orang ini terlihat jelas.

Wajahnya mirip seseorang.

Bukan mirip. Melainkan memang wajah dia.

Milik Kian.

Zaki tiba-tiba sudah berjongkok di hadapan Ayyara dengan wajah keras. "Tapi, omongan lo yang bilang gue ngebunuh anak kita itu atas dasar apa? Abis ditonjok lo jadi berhalusinasi, kah?"

Mendengar suara dingin yang menusuknya itu membuat Ayyara membeku. Lalu tak selang berapa detik ia tersenyum kecut seraya mengalihkan pandangannya ke arah bawah.

"Setelah ngancurin hidup gue, menghilang disaat gue butuh lo, dan sekarang lo ambil nyawa orang yang berharga buat gue? Lo bener-bener iblis." Lirih Ayyara dengan bersusah payah agar menahan air matanya tidak terjatuh.

Zaki memasang wajah ngeri. "Well, well. Gue ga ngerti bahasa binatang. Jadi gimana? Karena lo udah tau semuanya, lo mau mati tanpa rasa sakit atau mau gue siksa dulu?" Zaki mencengkram kuat rambut Ayyara agar mendongak menatapnya. "Ga buruk juga mati di perpustakaan yang sepi ini, kan?" Sarkas Zaki dengan suara lembut seraya tersenyum manis.

Tetapi entah kenapa, ada perasaan aneh saat melihat gadis ini terluka.

Oh, mungkin cuma ilusi.

Ya.. Cuma ilusi.

Zaki terus mengelak perasaan aneh itu sejak awal.

"Sekarang. Bunuh gue sekarang. Toh dari awal gue emang pengen mati." Embus Ayyara seraya tersenyum kecut dengan bibir yang sudah mengeluarkan darah dan juga pipinya yang memar.

Ya, benar. Memang dari awal Ayyara Lanakila yang asli ingin mati.

Tetapi harapan itu selalu dicegah oleh orang ini. Orang yang dahulu terjebak bersamanya dalam suatu malam. Menumbuhkan benih cinta yang tak berlangsung lama.

Orang yang sama dengan orang yang sedang berada di atasnya sekarang. Dengan tangan besar yang telah mencengkeram lehernya untuk yang ke dua kalinya.

Dan kali ini, dia benar-benar akan membunuhnya.

"Ada kata-kata terakhir?" Tanya Zaki dengan kedua tangan mencengkeram longgar leher jenjang milik Ayyara yang sudah memerah akibat sebelumnya.

Ayyara menatap mata Zaki yang dingin yang sedang menatapnya balik.

Ayyara mengambil napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan untuk mengurangi gemuruh di jantungnya.

Setelah itu, Ayyara memandang wajah Zaki dengan tatapan lembut. "Kamu adalah satu-satunya alasan aku bisa bertahan hidup di dunia ini sampai sekarang... Jaga kesehatan, dan bahagia selalu. Ryu..." Ayyara menutup matanya seraya tersenyum manis hingga tanpa sadar matanya telah menjatuhkan cairan bening yang mengalir dari pelupuk matanya.

Ia sungguh-sungguh menangis.

Karena ini adalah isi hati Ayyara Lanakila yang asli untuk orang ini.

Gadis itu mencintai orang ini. Ryu. Ryuzaki Savian.

Lelaki yang menyukai Kertarajasa dan menindas lelaki itu karena cintanya ditolak.

Ryuzaki juga adalah seseorang yang terlibat dengan peristiwa elang emas Ayyara sewaktu SMP.

Ryuzaki dan Ayyara dijebak oleh teman SMP-nya dan berakhir bermalam bersama dengan melakukan hubungan yang tak seharusnya dengan keadaan tidak sadar.

Dan lelaki ini juga adalah pemeran utama laki-laki TOP (Seme) di dalam novel ini. Yang selama ini dirinya cari.

Cairan bening berhasil jatuh mengenai pipi Ayyara.

Huh...?

Bukan. Air mata itu bukan milik dirinya.

Ayyara lantas membuka mata dan terpaku kala melihat Zaki yang menangis di atasnya. "R-ryu....?"

Zaki menangis. Tetapi dirinya sendiri pun tidak tahu mengapa. "Huh?"

Rasanya sangat sakit saat melihat gadis ini menangis. Dan tanpa sadar dirinya pun ikut menangis.

Tak selang berapa lama, tiba-tiba Zaki mengerang kesakitan dan menjauh dari tempat Ayyara berada. "A-ah... U-ugh..!" Dirinya mulai memegang kepalanya dengan tangan dan tubuhnya yang gemetaran kala tiba-tiba merasakan sakit di kepalanya seperti sedang ditusuk seribu jarum.

"S-sakit!! Argh!"

Zaki mencengkram kuat rambutnya dengan kedua tangan saat memori-memori asing tiba-tiba masuk secara paksa membuat dirinya tanpa sadar kembali mengeluarkan cairan bening dari matanya dengan deras.

Ayyara yang melihat gelagat tiba-tiba Zaki yang kesakitan itu langsung mendudukkan dirinya seraya menatap Zaki dengan seksama. Tanpa berniat untuk mendekat.

Ah.... Sudah mulai, ya?

Ingatannya kembali, huh?

Memikirkan kebenaran itu membuat Ayyara menyeringai tanpa sadar.

"Ugh! A-ayyara... Kila... Ayya!" Racau Zaki dengan air mata yang terus mengalir dan tanpa aba-aba langsung menerjang tubuh Ayyara dengan pelukan sangat erat membuat gadis itu tergugu di tempat.

"Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf! M-maafin aku!!! Aku salah! Aku salah! M-maaf udah ngelupain kamu! Maaf udah ninggalin kamu! Maaf! Maaf! Maaf...!" Sesal Zaki berulang-ulang sembari menangis kencang dengan dibaluti rasa bersalah yang amat besar di dalam dirinya.

Zaki semakin mengeratkan pelukannya pada Ayyara dengan kepalanya yang bersembunyi di bahu gadis itu. "M-maaf! Aku salah. Aku salah. Aku salah. A-aku udah nyakitin k-kamu. A-anak kita m-mati gara-gara aku! A-aku bahkan udah bunuh pacar kamu yang sekarang! Aku... Aku pantes dihukum! A-aku mau tanggung jawab. Apa yang h-harus aku l-lakuin...? Aku bahkan ga pantes buat meluk kamu kayak gini...." Racau Zaki dengan tersengguk-senguk dan suara gemetaran.

Mendengar penyesalan Zaki membuat Ayyara membalas pelukannya untuk menenangkan pemuda itu. "Sssttt.... Tenang... Tenang... Aku seneng ingatan kamu udah balik. Aku ga bilang kamu ga salah. Tapi, semuanya bukan sepenuhnya salah kamu.... Ini udah jalannya,"

Ayyara mulai mengusap lembut punggung Zaki. "Tapi, kalo kamu emang mau tanggung jawab, kamu harus ada di sisi aku selamanya. Tolong jaga aku. Demi anak kita dan Yuma yang udah ga ada. Tolong mati cuma demi aku." Ucap Ayyara dengan suara lembut dan penuh kasih sayang membuat Zaki mengangguk patuh tanpa pikir panjang dalam pelukannya.

Suara lembut yang seakan-akan lantunan bagai seorang dewi yang terdengar oleh telinga Zaki, berbanding terbalik dengan ekspresi wajah gadis itu yang sedang menyeringai licik saat berucap demikian.

Teruslah dalam penyesalan, Ryuzaki.

Matilah demi aku.

Teruslah di sisiku sampai kamu mati.

Jadilah anjing yang patuh. Seperti halnya Ezra.

Continue Reading

You'll Also Like

315K 18.7K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
3.4M 279K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...