Butterfly Effect

Alatesaya tarafından

310K 42.6K 3.3K

"Lo mau ga mengarungi neraka bareng gue?" "H-hah?" ------ Kalau Ayyara memilih satu diantara mereka, mereka p... Daha Fazla

01. Awal kisah
02. Second Lead Seme and Sugar Daddy
03. Dilabrak?
04. Sorry
05. First kiss
06. Orang asing
07. Kian : Kertarajasa
08. Kian : Kertarajasa pt. 2
09. Kian : Kertarajasa pt. 3
10. Kian : Kertarajasa pt.4
11. Kian : Kertarajasa pt. 5
12. Malaikat atau Iblis?
13. Punya nyawa berapa?
14. Salah pilih korban
15. Festival
16. Harimau
17. Kepentok
18. Mood baik
19. Patung kodok
20. Tertahan
21. Tak pernah berubah
22. Coretan di atas meja.
23. Elang emas
24. I love you
25. Aku dan kamu
26. I love you too
27. Orang yang bahagia di neraka
28. Sudut pandang
29. Predator puncak
30. Pelaku palsu
31. Cicak
32. Sesuatu yang aneh
33. Niat yang sama
34. Rasa daging Sapi
35. Jangan kaget!
36. Mati aja sana!
37. Pelukan
39. Ayo kita mati bersama!
40. Κοράκι Family
41. Cry baby
42. He's crazy
43. Would you die for me?
44. Hati manusia
45. Hewan peliharaan (?)
46. Bocah puber | Ayyara Davinia
47. Ribut
48. Hari sial
49. Awal dari segalanya
50. Di sini
51. Pangeran
52. Ryu

38. Masa lalu Ezra

2.9K 541 47
Alatesaya tarafından

Ezra kecil menangis kencang saat ibunya dengan tega memukuli tubuh mungilnya yang saat itu ia baru saja berusia dua tahun.

"GAUSAH NANGIS!!! BERISIK TAU,GAK?!!" Seru ibunya pusing dengan mata melotot ke arahnya lalu membanting tubuh mungilnya hingga menubruk dinding.

Anak kecil yang pada dasarnya suka menangis dan belum mengerti itupun semakin menangis dengan histeris saat merasakan sakit yang begitu hebat menjera tubuhnya.

"DIEM! DIEM! DIEM! TANGISAN LO ITU BIKIN GUE PUSING!!!" sang ibu berteriak dengan penuh emosi sembari menginjak tubuh Ezra kecil hingga dirinya kehilangan kesadarannya. Hampir mati.

Pria dewasa yang melihat istrinya sedang melampiaskan amarah kepada anaknya itu hanya bisa diam. Acuh tak peduli.

Ia hanya melirik anaknya yang sudah tergeletak tak berdaya itu kemudian kembali menatap ke arah ponsel yang berada ditangannya.

Ia tertawa kecil saat kekasihnya itu mengirimkan pesan yang sangat lucu untuknya.

Tak peduli dengan darah daging sendiri yang sedang sekarat itu.

Entah siapa yang salah di sini. Ezra kecil yang sering menangis atau orang tuanya yang gila dan tak saling cinta atau kakek-neneknya yang menjodohkan kedua orang tuanya dan membuatnya menjadi kacau seperti ini?

Mereka berdua menikah tanpa cinta karena perjodohan untuk kepentingan bisnis.

Alin–––ibu kandung Ezra yang penyuka sesama jenis atau tak minat kepada pria itupun terpaksa menikahi Farhan–––ayah kandung Ezra yang pada saat itu sudah menjalin hubungan lima tahun lamanya dengan sang kekasih.

Puncaknya, kedua orangtua mereka memintanya untuk segera melahirkan cucu untuknya dan untuk ahli waris perusahaan.

Alin yang tak menyukai pria itupun dipaksa berhubungan intim dengan Farhan. Alhasil, usai melahirkan Alin terkena baby blues serta mengalami depresi. Terlebih lagi saat Ezra mencapai usia satu tahun, anak itu sangat mirip dengan Ayahnya–––Farhan yang membuat Alin mulai dan semakin membenci Ezra.

Tak jauh berbeda dengan Alin, Farhan pun merasa marah dan kesal terhadap perjodohan ini. Ia tak bisa berkutik kepada kemauan kedua orangtuanya.

Ia pun hanya bisa melampiaskan segala amarah dan kekesalannya kepada anaknya sendiri yang tak tahu apa-apa itu.

Seiring berjalannya waktu, Ezra kecil sering diberikan kekerasan fisik oleh kedua orang tuanya. Meskipun 'sering', tetapi Ezra kecil tetap tidak terbiasa dengan perlakuan dan rasa sakit yang ia terima.

Puncak kekerasan dari ibunya itu terjadi ketika ia berusia enam tahun atau kelas satu SD, dirinya mendapat nilai 97 dari hasil ulangan hariannya.

Sang ibu yang tak puas dengan hasil ulangan Ezra itupun langsung mengunci pintu kamar dan mulai melakukan kekerasan fisik dan juga mental.

Sang ibu memukuli dan memaki Ezra kecil tanpa ampun seperti sedang kesetanan. Ezra kecil hanya bisa diam, menahan erangan dan tangisan yang ingin keluar.

Dirinya akan diberi hukuman yang lebih dari ini jika mengeluarkan suara sekecil apapun.

Ezra kecil yang sejak lahir tidak tahu dimana letak kesalahannya yang membuat kedua orang tuanya yang sering memukulinya itupun akhirnya memberanikan diri bertanya dengan sang ibu.

"A-aku..salah aku apa...aku s-salah..apa s-sama..mama..p-papa.."

Meski wajahnya sakit, ia tetap berusaha menggerakan bibirnya untuk bertanya para sang ibu.

Sang ibu yang mendengar itu semakin mengeram marah dengan urat-urat wajah yang menonjol.

"Kamu...kamu tanya salah kamu apa?" Sang ibu berkata dengan nada rendah.

Ezra diam tak menjawab, membuat sang ibu langsung menampar wajahnya hingga tersungkur ke bawah. Lagi.

"Kamu ga punya salah! Tapi aku dan papamu yang bermasalah!" Sang ibu mengambil cambuk dari dalam laci yang selalu ia gunakan untuk menyiksa anaknya.

"T...terus k-kenapa...k-kenapa m-mama...papa..s-selalu..pukul aku..." Dengan air mata yang tidak bisa lagi ia tahan, ia bertanya demikian dengan dada yang teramat sesak serta kesadaran yang mulai menghilang.

Sang ibu menjatuhkan cambuknya dan tergugu di tempatnya. Mungkin pikirannya sudah jernih atau mungkin sudah terlalu kelewatan, ia pun jongkok di hadapan anaknya yang sudah tergeletak dengan mata yang perlahan mulai menutup.

"Maafin mama, ya... Semua yang mama dan papa lakuin itu karena kita sayang sama kamu," Wajah sang ibu yang semula seperti iblis kini berubah menjadi lembut bak malaikat.

"Mama ngelakuin ini semua supaya kamu jadi anak yang berguna dan ga malu-maluin nama keluarga..." Sang ibu berkata lembut sembari mengusap surai anaknya.

"A...a-apa..b-bener, ma....?" Perlahan sudut bibir yang berdarah itu ditarik ke atas. Perasaan senang tak karuan langsung menderahi dirinya yang sedang sekarat.

"Bener, sayang..."

Senyum Ezra mengembang sebelum matanya mulai memberat dan hilang kesadaran.

Semenjak saat Ezra kecil dimaki dan dipukul oleh orang tuanya, dirinya akan meyakinkan diri sendiri jika apa yang orang tuanya lakukan adalah karena mereka menyayanginya.

Ezra kecil berusaha tersenyum saat ayahnya mulai memukulinya dengan tongkat baseball.

'Semua yang mereka lakuin karena mereka sayang sama aku.'

'Mereka sayang aku...'

Lambat laun, rasa sakit Ezra kecil perlahan berubah menjadi rasa senang.

Dirinya merasa senang jika disakiti oleh orang tuanya dan juga oleh teman-temannya.

Maka dari itu, Ezra kecil sering berbuat ulah dengan temannya agar temannya sering memaki dan juga menyakitinya.

'Ah... Senangnya...'

Tetapi kesenangannya berakhir saat gadis kecil mulai mendekatinya dan juga berbuat baik kepadanya.

"Hai Diva!" Sapa gadis itu dengan ceria.

Ezra kecil mengerutkan alis bingung kepada gadis kecil yang tiba-tiba menghampirinya ke mejanya.

"Diva..?" Ezra berucap heran.

Gadis kecil itu tersenyum. "Nama kamu 'kan Ezra Diva Rafandra!"

Mata Ezra sedikit melebar karena terkejut. Mengapa gadis ini hafal nama panjangnya? Dirinya sendiri saja sering melupakan nama panjangnya.

"Oh... Jangan panggil aku Diva. Aku ga suka." Ucapnya memperingati.

Gadis itu memiringkan kepalanya lucu. "Kenapa? Tapi nama Diva itu lucu, lho.."

"Diva itu kayak nama perempuan! Aku ga mau." Tolak Ezra menatap sinis gadis itu.

Gadis kecil itu menggeleng. "Ngga, kok. Nama Diva itu bagus. Cocok buat laki-laki atau perempuan!"

Ezra berdecak kesal mendengar suara cempreng itu. "Ck. Terserah!"

Gadis kecil itu terkekeh senang. "Hehehe... Diva mau ga jadi teman aku?"

"Ga mau." Tolak Ezra mentah-mentah.

"Kamu kok gitu... Aku nangis, nih!"

"Bodo amat."

Tanpa meminta izin darinya, gadis itu duduk dan menempatkan tasnya di samping tempat duduknya.

"Kalo kamu bilang begitu berarti kita resmi temenan. Nama aku Ayyara Lanakila. Salam kenal~"

Mata Ezra melotot ke arah gadis kecil itu. "Aku 'kan udah bilang ga mau!"

"Hehe. Tapi aku 'kan mau!"

Setelah itu, gadis kecil tersebut selalu memperlakukan Ezra kecil dengan baik. Berbeda sekali dengan perlakuan orang tuanya serta teman-temannya yang lain.

Sehingga Ezra kecil berpikir,

'Kenapa Kila selalu baik sama aku? Apa berarti dia ga sayang sama aku?'

Ezra kecil yang melihat gadis itu sedang menikmati bekalnya itu pun memberanikan diri untuk tanya kepadanya.

"Hei, Kila.."

Gadis kecil itu mendongak, menatap Ezra kecil yang sedang memegang sendoknya untuk menyuap bekalnya.

"Kenapa?" Balasnya sembari mengunyah.

Ezra kecil membuang muka ke arah lain karena malu. "Uhm...kamu... Kamu kenapa ga pernah nyakitin aku?"

"Kamu 'kan teman aku, masa aku nyakitin kamu. Kata mama aku sesama teman itu ga boleh saling menyakiti."

Ezra kecil yang mendengar itu sontak mengeratkan genggamannya pada sendok.

Ngga, Ini ga boleh! Kila harus nyakitin aku!

Aku sayang banget sama dia.

Aku mau dia nyakitin aku!

"Tapi aku selalu dipukul sama mama aku. Kata mama aku, itu karena mama sayang sama aku. Jadi, kalo kamu ga pukul aku berarti kamu ga sayang sama aku!"

Gadis kecil itu menatap wajah Ezra kecil dengan sedih. "Tapi kata mama aku–––"

Bruk!

Tiba-tiba Ezra kecil melempar kotak bekal milik Kila yang saat itu sedang ia makan.

Kila menatap terkejut ke arah nasi yang sudah berhamburan dari dalam kotak bekal di lantai.

Kila melirik Ezra kecil dengan takut-takut. "K-kamu kenapa?"

"Aku benci sama kamu!" Ezra kecil mendorong Kila hingga terjatuh.

Teman-temannya yang melihat itu langsung membantu Kila dan menatap jijik ke arah Ezra kecil.

"Kamu kenapa, sih?! Kila itu udah baik sama kamu. Dia mau temenan sama anak yang nyebelin kayak kamu!" Anak laki-laki kecil mendorong Ezra kecil dengan marah hingga membuatnya terjatuh menubruk meja.

Dan semenjak saat itu, teman-temannya selalu menjahili serta menyerangnya. Termasuk Kila yang karena dirinya sering sekali dilukai oleh Ezra kecil setelah kejadian itu.

Karena pada dasarnya Kila masih anak-anak yang belum mengerti mana yang benar dan yang salah, ia pun jadi ikut menyakiti Ezra kecil hingga membuatnya kecanduan.

Toh Ezra kecil malah diam saja dan terlihat menikmatinya, jadi anak-anak yang lain semakin senang membuat Ezra kecil menderita.

Seiring beranjak remaja, Ezra kecil tumbuh dan berubah menjadi remaja yang kasar dengan teman-temannya di sekolah.

Kepribadian yang kasar itu mulai muncul saat dirinya sedikit demi sedikit mulai memahami jika dirinya itu salah paham dengan anggapan bahwa orang tuanya menyayanginya padahal sangat membencinya.

Ezra remaja yang saat itu mendapatkan juara dua dalam lomba renang itu dihajar dan dimaki habis-habisan kedua orang tuanya.

"KAMU KENAPA JUARA DUA, HAH?!" Farhan menyengat tubuh Ezra remaja dengan senjata kejut listrik, membuat tubuhnya gemetaran.

"JUARA DUA ITU CUMA BUAT PECUNDANG!" Farhan menoyor kepala Ezra remaja yang sedang menahan sakit.

Padahal Ezra remaja tidak menyukai olahraga renang. Tetapi ayahnya itu memaksanya untuk mewujudkan impiannya yang terpendam.

Diam-diam Ezra remaja mengepalkan tangannya dengan kuat.

Setelah beberapa hari setelahnya, Ezra remaja meminta untuk menginap di rumah kakek-neneknya yang jauh dari rumahnya.

Kakek dan nenek dari ayahnya itu sangat baik dan juga memanjakannya.

Ezra yang kala itu sedang menonton TV dengan neneknya itu menatap bingung ke arah kakeknya yang berekspresi khawatir setelah mendapatkan sebuah panggilan telepon.

"Kenapa, Kek?" Ezra langsung bangkit dari duduknya menatap kakeknya dengan raut wajah bingung.

Mata kakeknya mulai berkaca-kaca dan terduduk lemas di lantai. "Mami papimu..."

"Mami papi kenapa?!"

"Mami papimu menjadi korban m-meninggal dari kebakaran rumah.."

Nenek yang mendengar itu sontak langsung beranjak dan memeluk suaminya dengan air mata yang mengalir.

Kaki Ezra langsung melemas, tubuhnya langsung merosot ke bawah.

"A-apa...?" Syoknya dengan sorot mata kosong.

"Ini bohong, kan?" Air mata Ezra langsung membanjiri wajah tampannya.

Ezra menangis hebat sembari terisak. Kedua tangannya menutupi wajahnya yang mulai basah.

"Hiks...hiks.. M-mami... P-papi..." Isaknya dengan suara lirih.

Tetapi tanpa kakek dan neneknya tahu, dirinya sedang menyeringai di balik tangan yang menutupi wajahnya.

Mendengar itu, kakek dan neneknya langsung memeluknya dan menangis bersama di pundaknya.

"Hiks.. Kamu yang sabar, ya. Sayang... A-ada kakek sama nenek di sini.." Nenek terisak sembari mengusap pelan punggungnya.

Ezra remaja kembali memasang wajah sedih perlahan membuka wajahnya dan membalas pelukan mereka.

"Hiks...hiks...hiks... Mami... Papi..." Isaknya yang terdengar sangat pilu di telinga mereka yang mendengar.

Ya. Dirinya yang membunuh secara tidak langsung kedua orang tuanya serta pembantu yang selama ini melecehkannya.

Dirinya dengan diam-diam menemui pembunuh bayaran untuk membakar rumahnya yang membuat mereka yang berada di dalam rumah itu hangus terbakar.

Ezra remaja sama sekali tidak menyesal melakukan itu. Ia malah merasa senang.

Akhirnya sumber dari segala kepedihannya itu sudah mati dan tidak akan menyiksanya lagi.

'Selamat terbakar di neraka. Mami dan papi...'

'Terima kasih untuk penyiksaannya selama ini. Sekarang, tersiksalah di alam sana~'

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
2.7M 276K 64
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
2.7M 134K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
5.9M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...