ZiAron [END]

By sashasyy

7.7M 733K 64.4K

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, SEBAGIAN PART DI PRIVAT ACAK. TERIMAKASIH] ________________________________________... More

01 - ZiAron
02 - ZiAron
03 - ZiAron
04 - ZiAron
05 - ZiAron
06 - ZiAron
07 - ZiAron
08 - ZiAron
09 - ZiAron
10 - ZiAron
11 - ZiAron
12 - ZiAron
13 - ZiAron
14 - ZiAron
15 - ZiAron
16 - ZiAron
17 - ZiAron
18 - ZiAron
19 - ZiAron
20 - ZiAron
21 - ZiAron
22 - ZiAron
23 - ZiAron
24 - ZiAron
25 - ZiAron
26 - ZiAron
27 - ZiAron
28 - ZiAron
29 - ZiAron
30 - ZiAron
31 - ZiAron
32 - ZiAron
33 - ZiAron
34 - ZiAron
35 - ZiAron
36 - ZiAron
37 - ZiAron
38 - ZiAron
39 - ZiAron
40 - ZiAron
41 - ZiAron
42 - ZiAron
43 - ZiAron
44 - ZiAron
45 - ZiAron
46 - ZiAron
47 - ZiAron
48 - ZiAron
49 - ZiAron
50 - ZiAron
52 - ZiAron
53 - ZiAron
54 - ZiAron
55 - ZiAron
56 - ZiAron
57 - ZiAron
58 - ZiAron
59 - ZiAron
60 - ZiAron
61 - ZiAron
62 - ZiAron
63 - ZiAron
64 - ZiAron
65 - E N D
EXTRA PART I
EXTRA PART II
EXTRA PART III
EXTRA PART IV + SEQUEL

51 - ZiAron

87.1K 8.5K 710
By sashasyy

• Bintang Malam

Zia mengutak atik ponselnya. Mengirim ribuan pesan pada Aron yang tak kunjung pulang hingga sore seperti ini. Padahal ucapnya laki laki itu pagi tadi akan pulang pukul 3 siang.

"Paling lagi kemana gitu zi, sabar." ucap Sasa yang berada di lesehan bawah sana.

"Iya. Zia sabar aja ya? Kak Aron pasti pulang kok." disusul Dea yang juga berada di rumah Zia.

Keduanya memang sangat sering kemari. Sekedar menemani Zia juga karena lebih asik jika berkumpul bersama. Tapi jika bertabrakan dengan jadwal kampus, Zia akan ditemani oleh sang mertua. Aron yang mengatur semuanya. Memastikan agar Zia tidak sendiri.

"Udah mau maghrib belum pulang. Kemana sih?" gerutu Zia sedikit cemas. Menghubungi sang suami juga tidak terhubung sejak tadi.

"Zia tenang. Nanti dedek bayinya ikut panik gimana?" polos Dea sambil menyentuh pelan perut Zia gemas.

"Aron nggak bisa di hubungin daritadi masak," balas Zia lesu.

"Nyetir paling." sahut Sasa sembari memakan camilan.

Zia berdehem panjang dan pasrah menunggu saja. Ia menghempas pelan tubuhnya pada sofa dengan pandangan yang masih senantiasa menatap kearah pintu besar sana.

"Hihi perut Zia lucu ya Sasa?" gumam Dea yang sejak tadi sudah asik sendiri dengan perut Zia. Gemas sepertinya.

"Kembar. Ada dedek bayi dua disini," lanjutnya lagi memencet mencet dengan jari telunjuknya.

"Aunty Dea jadi nggak sabar lihat kalian nanti."

Yang mendengarnya kini hanya tersenyum melihat celotehan itu.

Hingga kini suara pintu terbuka dan semua langsung menoleh kesana.

Melihat kedatangan seorang yang di nanti, Zia bangkit dan berlari kecil menghampirinya.

"Jangan lari, Zia."

Aron mengusap pelan kepala Zia yang sudah sampai didepannya itu.

"Kamu kemana aja? Hp kenapa nggak aktif? Kenapa baru pulang juga? Dari mana?" cerca gadis itu sedang mengomel.

Aron malah tersenyum geli mendengar omelan itu. Mengecup pelan bibir Zia yang membuat kedua sahabat Zia langsung memutar tubuh dengan gumaman istighfar.

Zia mencubit pelan perut Aron. "Ada temen aku Aron." tajamnya.

"Kamunya gemesin banget sih kalau lagi ngomel," diakhiri dengan cubitan gemas di hidung.

Wajah Zia semakin cemberut dibuatnya. Aron terkekeh dan mengacak acak rambut istrinya.

"Tadi pagi aku lihat vitamin kamu habis, jadi tadi ke rumah sakit dulu. Hp aku juga mati. Maaf ya nggak bisa ngabarin?" jelas Aron lembut.

"Beli vitamin satu jam sendiri?" tanya Zia masih menginterogasi.

"Antri sayang." Zia pun mengangguk paham kemudian.

"Baik baik kan dirumah?" tanya Aron memastikan dengan tangan besarnya mengusap pelan perut Zia dibawah sana.

"Baik."

"Pinter banget jagoan daddy." Aron tersenyum penuh.

Khem....

Suara deheman itu menyadarkan suami istri yang sedang lupa daratan itu. Keasikan sendiri hingga lupa ada orang lain dirumahnya sekarang.

Sasa dan Dea kini berjalan mendekati mereka. Sudah merapikan bawaannya. Berpamitan akan pulang sepertinya.

"Kita pulang dulu kalau gitu zi. Udah ada kak Aron," ucap Sasa santai.

Zia mengangguk. "Hati hati."

"Siap!"

"Dah!"

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Dea melambaikan tangannya riang pada Zia. Dibalas hingga kedua gadis itu lenyap dari dalam rumah.

Zia kembali menatap Aron merasa kedua sahabatnya sudah pergi. Ia mengambil kantung kresek kecil yang dibawa laki laki itu. Membukanya dan memang benar isinya vitamin ibu hamil untuknya.

"Sana mandi. Ngapain masih disini?" tanya Zia melihat Aron yang masih anteng anteng saja itu.

Aron mengangguk. "Ayo," ajaknya membuat Zia menyerngit.

"Kemana?"

"Mandi."

"Aku udah mandi."

"Mandi lagi lah. Berempat."

Plak!

••••••

Malam tiba dan seperti biasa Zia sudah bergelut dengan bumbu bumbu dapur sekarang. Dan Aron kini baru saja masuk kedalam dapur dengan wajah segarnya.

"Ziaaaa!" panggilnya riang.

Ia mendekati sang istri yang tengah sibuk itu. Memeluk tubuh Zia dari belakang dengan tangan yang melingkar sempurna di perutnya. Zia tak merespon apapun, sudah tahu juga itu pasti Aron tanpa menoleh pun.

Tak ada yang ingin melepas posisi itu. Aron masih sangat setia dan terlihat begitu nyaman bersandar di bahu sang istri. Menghirup dalam aroma tubuh Zia dengan mata terpejam.

"Sayang," panggil Aron pelan.

"Hm?"

"Aku cinta kamu."

Zia menyerngit.

"Sayang kamu."

Zia menoleh.

"Banget banget banget."

Tersenyum geli menatap sang suami kemudian. Saat itu mata Aron terbuka. Juga melempar senyum yang begitu manis dan mengecup pipi Zia berkali kali.

Menabok pelan wajah sang suami yang akhirnya Aron melepas pelukannya dengan kekehan geli.

"Masak apa nih?" Aron menatap masakan sang istri dengan wajah antusias.

"Sayur sama ayam." jawab Zia apa adanya.

"Aku lanjutin sini. Kamu duduk aja. Kasihan baby nya berdiri terus," seraya mengambil adukan yang dibawa oleh sang istri.

"Aku bisa." kekeh Zia merebut kembali pengaduk sayur dari tangan Aron.

"Aku temenin aja kalau gitu," pasrah Aron. Laki laki itupun lantas membalikkan tubuhnya. Bersandar pada meja sana dengan atensi langsung menatap jelas wajah Zia. Melihat jelas wajah Zia yang sangat serius dalam memasak.

"Mukanya spaneng banget," celetuk Aron tertawa pelan.

Zia melirik tajam.

"Kamu berisik deh. Mending sana duduk di meja makan. Anteng. Nggak ganggu aku."

"Enggak mau lah. Disini aja udah anteng banget kok."

"Itu ngomong,"

"Makin bawel hm istri aku ini," gemas Aron mencubit pelan pipi Zia.

"Ya kamu ngomong terus. Jadi nggak konsen ini masaknya."

"Iya iya Zia. Jangan marah marah terus. Awas aja anak aku nanti jadi galak. Aku salahin kamu,"

"Aron sana nggak?!" ronta Zia sudah siap kapan saja memukul Aron dengan centong masaknya.

"Nggak ah. Nanti meleduk gimana kompornya?"

"Aron!"

Aron cekikikan. "Iya kesana ini sayangg,"

Tidak ingin membuat Zia lebih kesal lagi, Aron pun melengos meninggalkan Zia.

••••••

Sudah malam, Zia tak bisa tidur. Yang berakhir dengan mengajak Aron untuk menikmati hamparan bintang di rooftop rumah sana.

Keduanya yang sedang menatap langit malam dengan gadisnya yang bersandar di dada sang lelaki. Menatap keatas. Langit begitu indah malam ini. Hamparan bintang terlihat sangat banyak dengan bulan sabit di tengahnya.

Aron memutus kontak keatas. Pandangannya turun menatap sang istri yang masih setia menatap keatas dengan wajah damainya.

"Masih belum ngantuk?" tanyanya dengan memainkan sedikit rambut Zia.

Zia mengangguk tanpa menoleh.

"Masuk ke rumah aja ya kalau gitu? Dingin. Nanti sakit gimana?" lembut Aron masih setia dengan rambut Zia yang ia usap.

Zia menggeleng. Ia menatap pada Aron sekarang.

"Masih mau disini. Masih mau lihat bintang." jujur gadis itu tersenyum kecil.

"Suka ya?" Zia mengangguk antusias.

Pandangan keduanya kembali menatap langit hitam sana. Wajahnya kembali tak berekspresi apapun dengan keheningan menyapa keduanya kembali.

"Dulu aku pernah nganggep bintang itu orang meninggal," gumam Zia pelan. Aron tertarik, ia menunduk menatap sang istri lagi.

"Kok bisa?" tanya Aron mengerut.

Zia menggeleng. "Pikiran sendiri aja." terdiam sejenak.

"Kalau kangen sama mama papa, dulu suka banget lihat bintang di luar kayak gini." lanjutnya bercerita.

"Bintang yang paling terang itu orang tua aku," Zia tersenyum kecil masih setia menatap keatas. "Anggapan aku dulu itu. Mereka bahagia disana. Jadi bintang paling terang deh akhirnya."

Zia menatap Aron sekarang. Ia masih tersenyum. "Kalau aku udah nggak ada nanti, aku bisa jadi bintang paling terang nggak ya ar?"

Tatapan Aron yang semula biasa saja, kini mulai menatap Zia serius dengan raut wajah berbeda. Zia menegakkan tubuhnya saat itu.

"Maksud kamu apa?" Aron terlihat serius dengan pertanyaannya.

"Masak nggak denger?" kata Zia balik bertanya masih dengan wajah tenangnya.

"Mau ninggalin aku kamu?"

Zia terkekeh. "Siapa yang bilang gitu, Aron? Tadi kan cuma tanya, kalau aku udah nggak ad,-

"Jangan pernah ulangi kalimat itu lagi." tegas Aron memotong perkataan dari Zia.

Zia diam akhirnya. Wajahnya yang tadi bercanda mulai memahami kalau laki laki itu sudah dalam keadaan serius.

"Aku nggak suka zi kamu bicara kayak gitu," lanjut Aron pelan namun masih terlihat serius.

"Kamu bicara kayak gitu seakan kamu mau pergi." ucapnya kembali dengan wajah takut.

Zia menggeleng. Ia mendekap tubuh Aron.

"Aku nggak pergi ar. Aku disini."

Aron diam. Tubuhnya masih kaku untuk bergerak. Bahkan pandangannya masih terus menyorot lurus kedepan tanpa ingin mengalih.

"Aku minta maaf," pelan Zia masih dalam dekapan Aron.

"Maaf ar, aku minta maaf kalau ucapan aku buat kamu berpikir aneh aneh. Aku nggak akan kemana mana Aron,"

"Janji?"

Zia bungkam.

Aron melepas pelukan dari Zia. Matanya kembali menyorot dalam dengan wajah tegasnya.

"Kata kamu, kamu nggak akan tinggalin aku kan?" Aron menjedanya sebentar. "Sekarang aku mau, kamu janji sama aku."

"Janji kalau kamu nggak akan pernah pergi dari hidup aku, Zia." ulangnya tegas dengan sedikit memaksa.

Zia masih diam. Pandangan gadis itu malah mengedar.

"Tatap aku." kata Aron yang membuat Zia menatapnya kembali.

"Aku ngga,-

"Nggak bisa janji?" sela Aron sedikit emosi.

"Bukan gitu ar,"

"Terus apa?"

Zia bungkam lagi.

Aron semakin menatap Zia dengan wajah mengeras. Jujur, ia sudah menahan emosinya. Apalagi sekarang melihat Zia yang kembali diam.

Aron memilih bangkit. Saat itupun, Zia terperanjat. Ia ikut bangkit menggenggam tangan Aron menghentikan langkah laki laki itu.

"Mau kemana?"

"Keluar." Aron menepis tangan Zia.

Laki laki itupun kembali melanjutkan langkahnya. Menghiraukan Zia yang tertinggal sendiri disana dengan kilatan amarah terlihat jelas diwajah.

Zia masih mematung. Pandangannya lemah. Ia ingin mengejar, tapi tubuhnya seakan tak berdaya melihat Aron pergi dengan amarah.

"Aku takut Aron..."

Hayo malming pada kemana nih? 🤔

VOTE YA BRO.

PAYPAY!

Continue Reading

You'll Also Like

1.9K 149 44
Novel Terjemahan Penulis: Fengwu (Chapter 1-107 bisa dilihat di novitasari2944) Ni Yan, seorang pengusaha wanita modern, terlahir kembali ketika di...
505K 16.4K 56
"Gak bisa Raden, ntar aku mati kalo gak di samping kamu. Kamu kan separuh aku." Ucap Renia Bagaimana rasanya jika menyukai pria dingin, jutek, berbi...
ALEXON [END] By taa

Teen Fiction

1.1M 64.1K 64
"Lo jadi milik gue." "Sesuai permainan kita. Lo baper, Lo kalah dan harus mundur dari pertunangan ini. Gue baper, Lo jadi milik gue dan nggak akan bi...
978K 30.2K 42
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...