ZiAron [END]

By sashasyy

7.3M 719K 63.9K

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, SEBAGIAN PART DI PRIVAT ACAK. TERIMAKASIH] ________________________________________... More

01 - ZiAron
02 - ZiAron
03 - ZiAron
04 - ZiAron
05 - ZiAron
06 - ZiAron
07 - ZiAron
08 - ZiAron
09 - ZiAron
10 - ZiAron
11 - ZiAron
12 - ZiAron
13 - ZiAron
14 - ZiAron
15 - ZiAron
16 - ZiAron
17 - ZiAron
18 - ZiAron
19 - ZiAron
20 - ZiAron
21 - ZiAron
22 - ZiAron
23 - ZiAron
24 - ZiAron
25 - ZiAron
26 - ZiAron
27 - ZiAron
28 - ZiAron
29 - ZiAron
30 - ZiAron
31 - ZiAron
32 - ZiAron
33 - ZiAron
34 - ZiAron
35 - ZiAron
36 - ZiAron
37 - ZiAron
38 - ZiAron
39 - ZiAron
40 - ZiAron
41 - ZiAron
42 - ZiAron
43 - ZiAron
44 - ZiAron
45 - ZiAron
46 - ZiAron
47 - ZiAron
49 - ZiAron
50 - ZiAron
51 - ZiAron
52 - ZiAron
53 - ZiAron
54 - ZiAron
55 - ZiAron
56 - ZiAron
57 - ZiAron
58 - ZiAron
59 - ZiAron
60 - ZiAron
61 - ZiAron
62 - ZiAron
63 - ZiAron
64 - ZiAron
65 - E N D
EXTRA PART I
EXTRA PART II
EXTRA PART III
EXTRA PART IV + SEQUEL

48 - ZiAron

86.8K 8.7K 793
By sashasyy

• Kembar

"Astaga Zia!"

Pekikan dari Aron membuat Zia terganggu dalam tidurnya.

"Bangun Ziaaa!"

Lagi, laki laki itu memekik histeris. Zia menggeliat kecil lalu membuka mata perlahan.

"Apa?" ucap Zia malas.

"Kemarin belum check up!" jawab laki laki itu dengan kehebohannya.

Zia semakin malas rasanya. Ia memilih memejamkan matanya kembali dan menggulingkan tubuh kesamping. Namun sayang, Aron sudah lebih dulu menahan tubuhnya untuk tetap menghadap dirinya yang sudah duduk sekarang.

"Aku udah check up kemarin." potong Zia sebelum Aron berhasil berkata.

Wajah Aron memerosot jatuh saat itu juga.

"Kok nggak ajak aku?"

"Kemarin jelas jelas ribut. Lupa?"

"Ya tapi,-

"Berisik Aron. Aku mau tidur lagi."

"Ziaaa," rengek Aron.

"Ayo check up lagi sayang. Aku kemarin belum lihat baby. Masak suami kamu nggak bisa lihat baby? Aaa nggak bisa! Aku harus lihat baby. Ayoo!" ronta Aron menarik narik tangan Zia.

"Ziaaa,"

"Zia gitu banget. Ayo bangun. Mandi. Kita ke rumah sakit lagi. Mau lihat anak aku. Zi,-

"YAALLAH ARON!"

Seketika laki laki itu terdiam. Mendengar bentakan dari Zia membuatnya seperti bocah yang sudah tak mempunyai keberanian apapun.

Zia bangkit dengan wajah sayu. Rambut yang acak acakan dan tatapan tajam menatap lelaki yang sudah menunduk dihadapannya.

"Kan udah aku bilang, aku udah check up kandungan Aron." ucap Zia berusaha sabar.

Aron mendongak. "Tapi aku belum lihat baby, Zia. Mau lihat baby juga. Dulu pernah bilang kan. Kalau check up harus ajak aku. Sama aku. Ini malah sendiri," yang diakhiri dengan tundukan lagi.

"Jangan marah. Nggak boleh marah marah." cicitnya lagi dengan tangan yang dimainkan di selimut sana.

Zia hanya diam. Hingga kini tangannya beralih pada nakas samping tempat tidur. Membukanya dan mengambil amplop cokelat disana. Tidak sampai situ, kini ia menyodorkan amplop itu pada Aron.

Aron kembali mendongak saat itu juga. Wajahnya yang tertekuk perlahan membentuk lengkungan indah. Sangat hafal dengan benda itu. Segera ia mengambil dan membukanya.

"Masih mau ngomel?"

Aron menggeleng melihat hasil usg Zia kemarin. Namun sedetik kemudian mengangguk.

"Aku nggak bisa lihat baby gerak gerak." adunya sambil menatap Zia.

Zia menarik nafas dan menghembuskan nafas perlahan. Mencoba bersabar menghadapi Aron.

"Lain kali aja ya ke dokter lagi? Aku males kalau harus bolak balik. Bau rumah sakit juga nggak terlalu suka." terangnya yang membuat Aron mengangguk perlahan.

"Iya."

Aron memutus kontak. Ia kembali melihat foto usg yang masih ia pegang sekarang. Tidak ingin memaksa Zia juga. Toh masih ada foto ini.

"Anak aku udah besar. Udah 5 bulan sekarang." gumam laki laki itu dengan senyum merekah.

"Gimana kata dokter kemarin?" kini Aron mulai bertanya pada Zia.

"Sehat. Sama katanya kemungkinan anak kita kembar."

Deg.

Jantung Aron seakan berhenti saat itu juga. Suhu di sekitar juga menjadi dingin. Wajahnya menyorot kekagetan yang luar biasa pada sang istri.

"Bercanda ya?"

"Kamu nggak suka?" wajah garang Zia seketika muncul.

"AAAAAAAA!!!"

Zia tercengang mendengar teriakan itu. Astaga. Aron benar benar seperti bocah. Laki laki itu sekarang juga langsung memeluk perut sang istri. Mendekapnya dengan menghujani kecupan disana.

"Kembar?"

"Kembar zi? Kembar?"

"Aaaa anak aku kembar!"

"Jago banget gue bikinnya!"

Masih histeris dengan kesenangannya sendiri. Dan Zia yang melihat itu memutar mata malas. Aron ini memang sedikit lebay jika seperti sekarang. Untung suami.

"Masih kemungkinan ar. Belum pasti." ucap Zia memang begitu kenyataannya.

Aron menggeleng kekeh. "5 bulan itu baby nya udah kebentuk. Jadi udah pasti baby kembar sayang." Zia mengangguk, pasrah saja.

Aron menoel noel perut besar itu. Senyuman masih nampak jelas pada bibirnya.

"Baby, sehat sehat ya? Makin nggak sabar nunggu kalian lahir." ungkapnya begitu bahagia mendusel dusel perut Zia.

"Sayang banget. Cepet lahir sayang. Daddy nunggu kalian. Jagoan kecil daddy sama mommy."

Yang diatas sana hanya pasrah melihat perutnya masih di unyel unyel oleh Aron. Sesekali juga tersenyum melihat Aron yang begitu bahagia.

Beberapa saat terdiam. Hingga kini Aron mendongak dengan senyuman. Di sapa juga dengan senyuman hangat oleh sang istri. Mengecup pelan bibir Zia yang kemudian mendekap tubuhnya.

"Seneng banget kamu." gumam Zia tersenyum geli.

Aron mengangguk masih dengan senyumannya. "Bahkan terlalu seneng sampai aku nggak bisa ngungkapinnya."

Zia tersenyum mendengarnya.

••••••

Tidak bertingkah, tidak Aron.

Sekarang laki laki itu sudah berulah lagi membuat Zia cenat cenut dibuatnya. Oh ayolah. Sekarang Aron sedang mendatangkan para pekerja untuk membuat kamar bayi di rumah.

Bahkan kini rumah sudah dibuat seacak mungkin. Barang barang baru juga berdatangan. Dan laki laki itu sudah sibuk juga dengan rancangan yang telah tersusun rapi di kertas besar sana.

Zia menghembuskan nafas kasar melihat sekeliling rumah yang di penuhi barang. Ia berbalik, menghampiri Aron yang sangat sibuk menjelaskan desain pada para tukang disana.

"Ar,"

"Ssssttt!"

"Aron."

Aron tersenyum. Ia menoleh dan menghentikan celotehannya. Ia pikir siapa. Baru tersadar kalau istrinya yang memanggil.

"Apa sayang?"

"Kamu serius mau buat kamar bayi sekarang?"

"Loh iya lah. Orang ini aja udah aku datengin tukang. Barang barang juga udah aku beli buat isi kamar." jelas Aron ceria bukan main.

"Tapi ar. Anak kamu aja belum lahir. Masih 5 bulan Aron. Jenis kelaminnya aja belum kelihatan. Ini udah heboh banget buat kamar." pedih Zia dengan kefrustasiannya menatap Aron.

Aron kini malah cekikikan. Mengacak acak pelan rambut Zia gemas dan terakhir mencubit pipi gembul itu.

"Lebih awal lebih bagus. Lagi pula kalau buat kamar baby mepet, nggak bakal bisa jadi bagus. Toh juga nanti pasti aku sibuk ngurusin kamu. Makin lama makin besar perutnya. Jadi fokus aku cuma ngurusin kamu." terangnya begitu runtut yang diakhiri dengan usapan di perut Zia.

Zia menghembuskan nafas kembali tanpa menjawab. Saat itupun Aron kembali menatap para pekerja.

"Sudah paham penjelasan tadi?" tanyanya benar benar seperti mandor sekarang.

"Jelas mas."

"Mas?" ulang Aron sengit. Apaan? Memangnya dia penjual pinggiran jalan di panggil mas?

"Jelas pak." kompak mereka membetulkan.

"Gue gak setua itu." tekan Aron tajam.

"Terus kami harus memanggil bagaimana?"

"Bos."

"Astaga." gumam Zia letih. Gadis itu memilih turun menenangkan pikirannya.

Aron menyodorkan kertas besar yang masih ia bawa pada salah satu pekerja disana. "Kerja yang benar. Awas sampai keliru."

Semua mengangguk mengiyakan. Aron pun setelahnya berbalik. Bergegas turun menyusul Zia dengan langkah riangnya.

••••••

Selesai dengan pekerjaan menyiapkan kamar bayi, kini Aron tersenyum puas melihat hasil kerja orang orang tadi.

Matanya mengedar keseluruh penjuru kamar. Kamar samping kamar utamanya dengan Zia. Hanya merobak isinya saja sebenarnya. Dan sekarang sudah menjadi kamar bayi sungguhan.

Kamar yang dominan dengan warna abu abu putih dengan rak bayi di tengah dan pajangan pajangan kecil khas kamar bayi. Aron juga pintar. Barang barang disana tidak ada yang cenderung ke laki laki ataupun perempuan. Netral. Juga karena belum mengetahui jenis kelamin sang anak.

Pintu kamar yang tadinya tertutup, sedikit terbuka. Zia yang membuka. Menyembulkan kepalanya sedikit seperti mengintip disana. Yang akhirnya memilih masuk melihat kamar yang sudah berubah bak di sulap.

"Aron," panggil gadis itu.

Yang dipanggil langsung menoleh. Bibirnya membentuk senyum melihat Zia yang baru saja masuk.

"Suka?" tanyanya kini.

Zia melihat sekeliling. Ia mengangguk. Tidak tahu menahu tentang kamar bayi. Yang terpenting ada ranjang bayi.

"Yang yakin dong jawabnya." tolak Aron melihat Zia yang hanya menjawab seadanya.

"Suka." ulang Zia dengan suara. Gadis itupun kini duduk di kasur sedang yang juga tersedia disana.

"Kamu nggak suka?" wajah Aron memerosot. Jujur saja, ekspektasinya tadi membuat kagum Zia. Realitanya gadis itu biasa biasa saja.

"Suka Aron. Kenapa nggak?"

"Ya itu wajah kamu kayak nggak wah gitu lihatnya," aku Aron ikut duduk disamping Zia.

"Wah!" ucap gadis itu dengan wajah takjubnya.

"Nggak gitu juga." sentak Aron sedang.

"Terus gimana?"

"Tau deh." Aron membelakangi Zia dengan wajah malasnya.

Zia tertawa. "Ngambek nih?"

"Nggak usah pegang pegang." Aron menepis pelan tangan Zia pada lengannya itu.

"Hilih. Gitu aja marah. Nggak aku kasih loh,"

"Udah biasa."

"Masak?"

"Zia mah gituu," rengek Aron yang akhirnya kalah juga dengan egonya. Ia berbalik dan langsung menjatuhkan kepala pada bahu Zia.

Zia tersenyum melihatnya. Tangannya kini juga sudah membelai pelan rambut hitam Aron penuh lembut.

"Bukannya aku nggak suka sama kamarnya ar. Aku suka, suka banget malah. Tapi cuma masih heran aja sama tingkah kamu yang tiba tiba buat kamar bayi kayak gini." Zia mulai menjelaskan. Bayi besar marah marah nanti.

"Kandungan aku 7 bulan aja belum ada. Ini udah antusias banget buat kamar. Takut buat kamu kecewa juga." lanjut Zia membuat kerutan di dahi Aron.

"Kecewa kenapa?" Aron bertanya serius dengan tubuh tegap.

"Rencana tuhan nggak ada yang tau." jawab Zia pelan dengan senyum kecil.

Aron paham. Ia segera menggeleng. "Nggak. Anak kita akan baik baik aja, sayang. Sampai mereka lahir bahkan sampai mereka tumbuh besar nanti. Aku yakin itu." yakinnya dengan genggaman kuat pada tangan Zia.

Zia mengangguk. Sekarang gantian ia yang memilih mendekap tubuh Aron. Menggerakkan sedikit kepalanya, mencari tempat ternyaman.

"Kamu jangan pernah mikir kayak gitu lagi, Zia. Jangan mikir yang aneh aneh. Nggak baik." ucap Aron memberitahu.

"Maaf."

"Jangan lagi."

Zia mengangguk angguk.

"Panik ya?" lanjutnya seakan meledek.

Aron berdecak. Tapi juga lega. Zia hanya bercanda.

"Nggak lucu sayang sebut sebut nama tuhan kayak gitu." aku Aron sedikit kesal.

Zia terkekeh. Ia mengangguk. Kembali menegakkan tubuhnya dan sekarang mencium pipi Aron tanpa diminta.

Aron mengangkat alisnya dengan bibir sedikit berkedut. "Dih, kenapa?"

Zia menggeleng dengan senyum lebarnya. Hingga kini kedua mata gadis itu menyipit karena senyumannya.

"Kenapa senyum senyum gitu?" Aron terheran.

Cup

Bukannya menjawab, kini Zia malah mencium pipi Aron kembali. Sialnya membuat Aron menahan nafas. Tidak boleh salting.

"Kamu kenapa sih?" tanya Aron menahan senyum.

Cup

"Hih kamu kenapaa?" Aron benar benar menahan senyumnya mati matian.

Cup

"Kesambet nih pasti,"

Cup cup cup cup cup

"Ziaaa udah!" ronta Aron merasakan pipinya benar benar memanas karena ulah sang istri.

"Pipinya merah," ledek Zia tersenyum puas melihat Aron.

"Telinganya juga,"

"Aron salting yaaa?"

Laki laki itu menarik nafas dalam dalam dan,

"IYAAAA!"

Zia tertawa kemudian. Lihatlah Aron yang sudah salah tingkah sekarang. Menangkup wajahnya sendiri dengan menjatuhkan kepala ditubuhnya.

"Pipi aku panas banget ini," akunya membuat Zia tertawa geli. Bisa bisanya mengaku dengan mudah.

"Kamu harus tanggung jawab!" Aron tersenyum licik.

Bruk

VOTE VOTE BRUH.

SEE YOU.

Continue Reading

You'll Also Like

Backstreet By biaaa

Teen Fiction

436K 27.6K 85
Kisah cinta anak SMA yang sedang menjalani hubungan Backstreet? Sulit memang nya, tapi memang ini yang harus Ratu dan Raiden lakukan demi keselamatan...
1.4M 127K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
136K 3.3K 72
2 pasang anak kecil yang selalu bersamaan setiap kemana-mana dan siperempuan selalu berharap agar kelak nanti dia dilamar dengan cara yang romantis ...
64.2K 6.4K 18
[REVISI] Membenci sesuatu secara berlebihan itu tidak baik. Sampai akhirnya dua pembenci itu bersatu karena takdir. Namun ditengah hubungan yang seda...