ZiAron [END]

By sashasyy

7.3M 719K 63.9K

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, SEBAGIAN PART DI PRIVAT ACAK. TERIMAKASIH] ________________________________________... More

01 - ZiAron
02 - ZiAron
03 - ZiAron
04 - ZiAron
05 - ZiAron
06 - ZiAron
07 - ZiAron
08 - ZiAron
09 - ZiAron
10 - ZiAron
11 - ZiAron
12 - ZiAron
13 - ZiAron
14 - ZiAron
15 - ZiAron
16 - ZiAron
17 - ZiAron
18 - ZiAron
19 - ZiAron
20 - ZiAron
21 - ZiAron
22 - ZiAron
23 - ZiAron
24 - ZiAron
25 - ZiAron
26 - ZiAron
27 - ZiAron
28 - ZiAron
29 - ZiAron
30 - ZiAron
31 - ZiAron
32 - ZiAron
33 - ZiAron
34 - ZiAron
35 - ZiAron
36 - ZiAron
37 - ZiAron
38 - ZiAron
39 - ZiAron
41 - ZiAron
42 - ZiAron
43 - ZiAron
44 - ZiAron
45 - ZiAron
46 - ZiAron
47 - ZiAron
48 - ZiAron
49 - ZiAron
50 - ZiAron
51 - ZiAron
52 - ZiAron
53 - ZiAron
54 - ZiAron
55 - ZiAron
56 - ZiAron
57 - ZiAron
58 - ZiAron
59 - ZiAron
60 - ZiAron
61 - ZiAron
62 - ZiAron
63 - ZiAron
64 - ZiAron
65 - E N D
EXTRA PART I
EXTRA PART II
EXTRA PART III
EXTRA PART IV + SEQUEL

40 - ZiAron

110K 10.3K 1.3K
By sashasyy

Zia terus berjalan hingga berhenti di nakas samping Aron. Aron menyerngit melihatnya.

"Ini," menyodorkan kertas putih padanya.

Aron menerimanya. Mengerut pelan melihat sebuah kertas terlipat rapi yang baru saja ia terima.

"Apa?" tanya Aron mendongak.

"Buka aja,"

Tidak ingin membalas, Aron pun perlahan membuka kertas putih itu.

Deg.

Atmosfer di sekitar Aron seperti hilang untuk sesaat. Wajahnya meluruh. Otaknya blank. Tidak bisa ia tutupi, jantungnya benar benar berdetak sepuluh kali lebih cepat dari biasanya sekarang. Seakan terbius dengan isi surat itu.

Dengan ragu, ia mendongak. Menatap Zia kembali.

"Ini bener?" bahkan tubuh itu hampir bergetar karena kekagetannya.

Zia mengangguk dengan senyum kecil.

"ARGHH SIALAN LO!"

Aron langsung memeluk Zia. Wajahnya semakin melemah. Terpejem penuh. Tidak tahu, Aron hanya terharu saja. Bahkan untuk pertama kali, ia merasakan hal yang luar biasa dalam hidupnya.

"ZiAron junior udah jadi." ucapnya dibalik punggung sang istri.

Zia hanya menampilkan senyumnya. Saat itupun Aron melepas pelukannya. Mencium seluruh wajah istrinya acak. Berkali kali mencium dengan kedua tangan menangkup wajah Zia gemas.

"Aron udah ah," ronta Zia.

"Kenapa baru bilang kalau hamil, hm?" ucap Aron mengakhiri kegiatannya. Wajah masih memancarkan aura berbeda. Aron benar bahagia karena Zia kali ini.

"Baru kemarin juga periksanya."

"Jadi kemarin malem itu lo pergi sendiri ke dokter?" Zia menggeleng.

"Sama Sasa Dea."

"Kenapa nggak ajak gue aja Zia?" sedikit kesal, tapi tidak apa sebenarnya.

"Masih kesel." akunya membuat Aron mencium bibir istrinya lagi.

"Ututu, kesel ya?"

Aron tersenyum gemas. Mengecup kening Zia kembali dan mendekap tubuhnya lagi. Kali ini Zia membalas pelukan itu. Sama halnya dengan Aron, ia juga merasakan kebahagiaan. Mungkin dulu sempat menolak untuk mempunyai anak cepat. Tapi seketika berubah saat merasakan ini semua.

Aron masih tersenyum. Ia bahagia. Sangat. Percayalah. Kali ini Aron hidup Aron serasa benar bangkit menerima anugrah yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Semua juga terlalu tiba tiba. Secepat itu. Bahkan sekarang dirinya saja baru terlepas dari masalah.

"Makasih." kata Aron penuh dalam.

"Tuhan baik banget. Bahagia Zia," gumam Aron berkali kali.

Zia mengangguk. Dan pelukan keduanya beradu cukup lama tanpa ada yang ingin melepas lebih dulu.

"Pasti baby nya lihat kelakuan daddy bentak mommy ya kemarin?" gumamnya kembali melemah.

Laki laki itu melepas pelukannya kembali. Duduk pada kasur dan menatap penuh pada perut rata Zia. Aron menarik pinggang Zia untuk mendekat. Ia memeluknya kembali. Mencium berkali kali perut itu sekarang.

"Maafin daddy kemarin. Janji nggak gitu lagi sama mommy, hm?" bisiknya pada perut itu.

Zia terkekeh pelan. "Udah, mana kedenger kayak gitu?"

Aron mendongak masih dengan wajah lesunya. "Biar baby nggak benci sama gue nanti."

"Mana ada?"

"Ada. Daddy nya aja kemarin marah marah sama mommy. Pasti kedenger Zia."

Zia tertawa sekarang. Aron benar benar seperti bocah. Apakah ini gambaran mempunyai anak nantinya?

"Anak aku disini udah berapa hari, hm?" tanya Aron mendongak pada Zia.

"2 minggu."

Aron tersenyum. "Udah lama disini ya? Harusnya daddy lebih perhatian sama mommy. Ini malah cari masalah terus akhir akhir ini." gumam Aron menyadari semuanya.

Zia sekarang hanya diam. Tidak ingin melepas Aron juga yang masih senantiasa mendekap perutnya. Melihat laki laki itu bahagia, rasanya ia juga bahagia.

"Dek," panggil Aron pelan seperti memanggil sang anak.

"Daddy nangis boleh nggak? Bahagia banget sayang."

"Jangan bilang mommy ya?" bisik Aron kali ini tidak terdengar oleh Zia.

Detik itu, air mata Aron luruh. Jatuh kebawah. Bukan menangis merengek seperti bocah, melainkan menangis diam karena bahagia. Kali ini, biarlah mereka bahagia tanpa ada masalah berarti.

"Bahagia banget ya?" gumam Zia tersenyum. Aron mengangguk tanpa melihatnya.

"Janji akan jaga kamu sama mommy, sayang."

••••••

Pagi pagi seperti ini, Zia sudah dibuat cengo oleh ulah Aron. Laki laki itu kini mengumpulkan seluruh keluarga. Tidak hanya itu, teman teman mereka pun juga Aron perintah datang ke rumah.

Tidak tahu ini kenapa. Zia juga malas menegur atau apa. Lebih baik diam dan melihat tingkah apalagi yang akan Aron lakukan dengan semua orang itu.

"Pagi pagi kenapa buat panik?" satu suara dari Adi berhasil membuat semua orang mengangguk disana.

"Iya om. Sumpah anak om dari kemarin emang kayak gabut gitu masak. Ngulah terus," sambung Nando apa adanya.

"Emang ada apasih? Kok sampai di kumpulin semua orang?" lanjut Sasa mengerutkan kening.

"Jangan bilang kuker lagi lo ron. Gue sepak pala lo," ucap Nando kembali. Was was saja jika Aron gila seperti kemarin.

"Tenang tenang tenang," Aron membuka suara kini. Tersenyum penuh menatap semua orang. Kinipun tingkah laki laki itu seperti orang yang akan berpidato.

"Jangan pada ngedumel dulu. Disini gue mau nyampain berita bahagia," lanjutnya membuat semua orang semakin bingung.

"Wih apa tuh?" timpal Nando cengengesan.

Aron menarik nafas. Mengeluarkan. Menampilkan senyum bahagianya dan,

"Zia hamil,"

Bukan, itu bukan dari Aron. Melainkan dari Dea. Agak sialan ya memang. Itulah yang Aron rasakan. Pemanasan untuk penyampain padahal sudah sangat siap. Tahu tahu gadis itu malah berkata lebih dulu.

"Ck, yang mau ngomong itu gue." tandas Aron tak suka.

"Kak Aron lama sih. Aku sama Sasa juga udah tau. Kan waktu itu yang nganter ke dokter kita." Sasa pun mengangguk menyetujuinya.

Aron tak menggubris. Memilih menjatuhkan tubuhnya di samping sang istri saja.

"Benar sayang?" tanya Arina kaget.

Zia tersenyum dan mengangguk.

"Alhamdulillah." gumam semua bersama. Ikut senang itu pasti. Kinipun mood Aron juga kembali lagi.

"Selamat nih, seneng banget kayaknya." gumam Arina melihat wajah berseri dari anaknya.

"Woh ya jelas!" timpal Aron kegirangan. Semua orang geleng geleng melihatnya.

"Jaga baik baik anak kamu sama istri kamu. Jangan buat ulah macem macem. Awas aja ayah denger kabar cucu ayah kenapa napa." sambung Adi menasehati. Aron mengangguk.

"Selamat bro, gokil!" pekik Nando dengan bar barnya.

"Selamat selamat. Soon jadi papa muda wuih," ucap Ray tersenyum.

"Selamat kalian!" seru Sasa dan Dea.

"Ponakan gue handal juga. Selamat bro." terakhir Gavin yang bersuara.

"Hebat kan gue?" sombong Aron pada Gavin. Disana juga ada omnya. Mengundang hanya untuk pamer sebenarnya.

"Iyain aja." balas Gavin apa adanya. Tidak ingin membuat perang di momen bahagia ini.

"Soon kembar 10, langsung kalahin lo."

Semua tertawa mendengarnya. Ternyata Aron masih mempunyai dendam tersumbat pada Gavin.

Aron semakin melebarkan senyum. Sialan. Ia benar benar bahagia sekarang. Tidak bisa diukur dengan apapun kebahagiaannya.

"Kalau Zia hamil, harus ada pembantu. Mau bunda cariin?" tawar Arina masih dengan senyum senang.

"Nggak perlu. Aku bisa jadi pembantunya Zia," ucap Aron membuat semua terkekeh.

"Tapi tetap loh Aron, harus ada yang bantu disini."

"Enggak mau nda. Nggak suka ada orang lain yang masuk kesini." kekeh Aron.

"Ya nantinya bunda cariin yang tua."

"Tetep enggak."

"Terserah kamu." dongkol Arina mengakhiri percekcokannya.

Aron tersenyum menatap Zia. Bergerak lebih mendekat dan memeluknya dari samping.

"Sayang banget."

"JIS JIS NAJIS!"

••••••

Tadi bahagia, sekarang malas.

Sekarang ini Aron sudah dibuat malas oleh tingkah Zia. Gadis itu tetap memaksa akan berangkat ke kampus. Pikir saja, Aron hanya tidak mau Zia kenapa napa. Toh juga sebenarnya Aron ingin mempertimbangkan kuliah Zia saat hamil seperti ini. Tapi gadis itu sudah lebih dulu memaksa untuk berangkat.

"Nggak usah ke kampus aja ya? Nanti kecapekan gimana?" tanya Aron yang kini keduanya sudah berada didalam mobil.

"Nggak mau. Mau ke kampus. Lagian juga kenapa sih? Orang gue gapapa. Cuma hamil, nggak sekarat." acuh Zia sedikit kesal mungkin.

"Heh astaga omongannya," peringat Aron menatap tidak suka pada Zia.

Zia juga hanya diam kini.

"Bukan gitu maksud gue. Cuma takut nanti kalau mual? Atau Pusing? At,-

Aron terdiam sejenak.

"Tapi kok tanda tanda kayak gitu nggak ada ya?" lanjut Aron bertanya sembari berpikir.

Zia menggidik bahu.

"Bisa tau hamil gimana jadi?"

"Telat."

Aron mengangguk angguk.

"Langsung ke dokter setelah itu?"

Zia menggeleng.

"Terus?"

"Testpack."

Aron tersenyum lalu mengangguk. Sedikit kecewa juga dengan dirinya. Hal seperti ini saja ia tidak tahu.

"Nanti kalau ada apa apa kabarin gue ya di kampus?"

Zia mengangguk.

"Kemana mana harus sama temen. Jangan sendiri. Kalau capek, bilang sama dosen. Jangan di paksain buat mikir." nasehat Aron menoleh beberapa kali pada Zia.

Zia kembali mengangguk tanpa menoleh.

Aron menoleh menatap Zia penuh kini. "Kenapa jadi cuek gitu sama gue?" ia merasa sikap Zia lebih acuh dari biasanya. Irit bicara dan jika berbicara singkat.

Zia mengangkat bahu.

"Kan baru dibilangin padahal," rengut Aron.

Zia menoleh. "Cuek gimana sih? Orang biasa aja." balas Zia tak terima.

"Bukan cuek lagi. Ketus banget sekarang," sahut Aron ikut tidak terima.

"Pengaruh baby nya ya?" lanjut Aron lesu.

Satu tangan Aron bergerak mengusap pelan perut Zia. "Dek, bilangin mommy. Jangan ketusin daddy gitu."

"Apaan sih," Zia menggeplak tangan Aron.

"Jadi galak sekarang,"

"Ya lo ngapain?"

"Serah lo zi. Pusing banget gue."

"Yaudah!" sentak Zia.

"Iya, iya jangan marah dong," pelan Aron mengusap kepala Zia. Wajahnya juga memanik. Mulutnya ini memang selalu membuat ribut.

"Jangan sentuh sentuh!" Zia menepis tangan Aron kembali.

"Masak marah lagi?" hela Aron lesu.

"Terserah gue lah." masih sangat terlihat ketus.

"Bumil nggak boleh marah marah sayang,"

Zia berlagak muntah mendengarnya. Menjauhkan tubuhnya dari Aron. Merinding melihat laki laki itu yang seperti ini.

Aron menghembuskan nafas pelan. Sabar sabar sabar. Bumil ya memang seperti ini. Moodnya berubah ubah. Lain kali ia juga harus banyak bertanya pada sang ayah atau Gavin mungkin. Masih minim sekali pengetahuannya.

Gak pernah bilang ini cerita buat edukasi. Cuma ngarang dan kalau banyak salah, atau gak sama sama di real life yaudah ya besti.

VOTE NYA!

SEE YOU.

Continue Reading

You'll Also Like

103K 3.7K 21
Balveer Dava Gistama. Siapa yang tak mengenalnya? Semua orang pasti tahu nama pria tampan berkaus tim futsal dengan nomor 7. Ia adalah ketua tim futs...
2.4M 111K 50
17++ Alice & Ayres Menikah karna keinginan terakhir dari Ayah Alice. Menikah di usia yang bahkan belum bisa memiliki KTP namun harus menjalani kehid...
1.4M 126K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2M 197K 41
[BEBERAPA PART DI PRIVATE, FOLLOW SEBELUM BACA] 'Sequel MY POSSESSIVE HUSBAND' #Gen2 Bagi Kanaya Grethania Wijaya, bertemu kembali dengan Elang Darma...