ZiAron [END]

Da sashasyy

7.3M 719K 63.9K

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, SEBAGIAN PART DI PRIVAT ACAK. TERIMAKASIH] ________________________________________... Altro

01 - ZiAron
02 - ZiAron
03 - ZiAron
04 - ZiAron
05 - ZiAron
06 - ZiAron
07 - ZiAron
08 - ZiAron
09 - ZiAron
10 - ZiAron
11 - ZiAron
12 - ZiAron
13 - ZiAron
14 - ZiAron
15 - ZiAron
16 - ZiAron
17 - ZiAron
18 - ZiAron
19 - ZiAron
20 - ZiAron
21 - ZiAron
22 - ZiAron
23 - ZiAron
24 - ZiAron
25 - ZiAron
26 - ZiAron
27 - ZiAron
28 - ZiAron
29 - ZiAron
30 - ZiAron
32 - ZiAron
33 - ZiAron
34 - ZiAron
35 - ZiAron
36 - ZiAron
37 - ZiAron
38 - ZiAron
39 - ZiAron
40 - ZiAron
41 - ZiAron
42 - ZiAron
43 - ZiAron
44 - ZiAron
45 - ZiAron
46 - ZiAron
47 - ZiAron
48 - ZiAron
49 - ZiAron
50 - ZiAron
51 - ZiAron
52 - ZiAron
53 - ZiAron
54 - ZiAron
55 - ZiAron
56 - ZiAron
57 - ZiAron
58 - ZiAron
59 - ZiAron
60 - ZiAron
61 - ZiAron
62 - ZiAron
63 - ZiAron
64 - ZiAron
65 - E N D
EXTRA PART I
EXTRA PART II
EXTRA PART III
EXTRA PART IV + SEQUEL

31 - ZiAron

101K 10.7K 927
Da sashasyy

• Jadi?

Wajah sumringah dan bahagia sangat tergambar jelas dari Zia kini. Gadis itu sekarang tengah berjalan menyusuri lorong rumah sakit bersama Aron.

Keduanya itu sekarang akan menjenguk saudara Aron yang baru saja melahirkan. Untunglah mertuanya menyelamatkan dirinya dari terkaman Aron. Zia harus banyak banyak berterimakasih kepada Adi dan Arina sekarang.

Wajah Aron juga terlihat biasa biasa saja. Sedikit kecewa sebenarnya. Rencananya gagal membuat Zia habis karenanya. Perkataan gadis itu tadi membuat dirinya merasa tertantang. Tapi naasnya kedua orang tuanya menggagalkan itu semua.

Tidak lama, mereka kini sampai di ruang rawat yang di beritahukan oleh orang tua Aron. Mereka pun kini langsung memasuki ruang inap itu.

Ada empat orang disana dan satu bayi mungil yang tertidur di dekapan sang ibu. Semua kini juga menatap mereka yang baru saja masuk. Seperti biasa, menjabat tangan semua dan berdiri disamping Arina.

"Selamat om, tan." ucap Aron sopan pada Sofi dan Gavin.

Gavin mengangguk. "Kapan nyusul bro?" tanyanya jahil.

"Proses."

Semua tertawa pelan mendengarnya dan Zia jelas sudah mengumpati Aron dari dalam hati. Laki laki ini sangatlah pandai dalam berbohong masalah seperti ini.

"Zia ya?" Zia mengangguk sopan mendengar penuturan dari Sofi.

"Cantik banget mbak mantu kamu." tutur Sofi pada Arina.

"Oh ya jelas. Aron kalau soal ginian pasti matanya nggak pernah salah pilih." balas Arina sambil mengusap lengan Zia. Sofi membalas anggukan dengan senyum.

Kini atensi semuanya beralih pada bayi mungil disana. Zia tersenyum gemas melihatnya dan Aron tidak sengaja melihat senyuman itu.

"Mau punya anak lo?" bisik Aron yang langsung mendapat tabokan ringan dari Zia.

"Heh ini kenapa?" tanya Arina melihat keduanya yang sudah saling bertatapan tajam.

"Gatau tuh nda. Orang aku tadi cuma tanya punya anak, Zia pukul aku." adu Aron berlagak tersakiti.

"Bukan gitu nda. Aron bikin kaget aja tiba tiba bisik bisik." elak Zia memang benar kaget.

"Halah lo aja yang gak mau punya anak kan?" Zia mengerut.

"Siapa bilang?"

"Gue lah. Gak denger gu,-

"Udah astaga. Dedek lagi tidur ini, kok malah pada berantem sendiri?" lerai Arina menengahkan.

Bertatapan saling sengit yang akhirnya sama sama memutus kontak mata. Aron pun memutuskan untuk ikut duduk bersama Adi dan Gavin disana.

"Emang gitu kalau nikah muda. Hal kecil aja di cekcokin." celetuk Sofi terkekeh geli melihat keduanya.

"Jangan sering sering berantem tapi. Nggak bagus juga buat kedepannya." sahut Gavin menatap Aron.

"Dengerin." susul Adi.

Aron memutar mata malas. Kenapa jadi dirinya yang jadi sorot utama kini? Harusnya Zia juga.

"Zia mau gendong adik?" ucap Sofi.

Zia membuka matanya sedikit lebar saat mendengar penuturan dari Sofi itu. Mengarahkan pandangan pada bayi mungil itu. Sangat kecil hingga Zia takut jika menyentuhnya nanti.

"Nggak usah tan. Nanti kebangun." tolak Zia sedikit tidak enak.

"Nggak papa. Latihan juga kan kalau nanti punya anak." balas Sofi tenang.

"Iya sini. Bunda bantu." imbuh Arina.

Zia pun akhirnya mengangguk kikuk. Melangkah lebih mendekat dan Arina mengangkat bayi itu. Menaruhnya tepat pada gendongan Zia.

Menggeliat kecil membuat bibir Zia kembali melengkung indah disana. Tangan kecilnya itu bergerak dengan mulut menyecap sebentar. Gemas sekali melihat bayi itu.

"Namanya siapa tante?" tanya Zia.

"Nael."

Zia mengangguk. Mengusap kecil kepala bayi itu sambil bergumam. "Ganteng banget Nael."

Arina dan Sofi tersenyum gemas melihat pemandangan itu. Dan ketiga lelaki yang duduk anteng disana juga menyorot. Senyum jahil tercetak diwajah Gavin yang kemudian menatap ponakannya.

"Gue udah jadi 3, lo kapan jadi?" tanya jelas menyindir Aron.

Aron menoleh dengan wajah malas. "Dibilang masih proses. Gak denger?"

"Proses terus. Pasti gak epik buatnya ketara lama gak jadi jadi." kembali menyindir membuat Aron semakin malas.

Aron dan Gavin memanglah sangat dekat. Bukan seperti om dan keponakan. Malah seperti seorang sohib jika sudah bertemu. Berbahasa non formal dan sekenanya.

"Awas aja kalo anak gue lebih banyak dari lo nanti." timpal Aron membalas angkuh pada Gavin.

Gavin tertawa renyah. "Gak usah sombong. Gue udah 3, otw 4. Lo aja belum dapet apa apa."

"Gavin anjing!"

"Heh!" tegur Adi yang tadinya sibuk dengan koran menatap tajam Aron yang mengumpati Gavin itu.

"Kamu ini sama om sendiri berkata kasar." lanjut Adi.

"Om Gavin sendiri yang mulai. Udah punya 3 anak aja sombong banget." cibir Aron dongkol.

"Bukan sombong tapi memang kenyataan."

Gavin menyungging senyum menang sedangkan Aron semakin ogah ogahan ingin membuat 10 anak langsung.

"Gavin seperti tadi juga untuk mendorong kamu cepat cepat punya anak. Kamu juga kapan punya anaknya? Lama banget." lanjut Adi.

"Lama apaan? Nikah belum ada sebulan juga." cetus Aron tidak terima.

"Gue nikah seminggu langsung jadi." timpal Gavin yang langsung mendapat tatapan sengit dari Aron.

"Nggak pro. Gue ajarin sini." lanjutnya menawari.

"Nah itu. Cepet berguru sama om kamu sana." suruh Adi kini.

Aron tidak menanggapinya lagi. Ia memilih memakan buah anggur yang berada di depannya. Matanya mengedar acak dengan pikiran yang terus berpikir.

Bilang mau punya anak gimana? Masak iya gue dulu yang ajak Zia nanti?

Gapapa juga sih. Orang dulu juga pernah ngelakuin kan? Gak ada salahnya.

Tapi.....

Emang gue udah siap jadi ayah? Papa mudah kayak gitu?

Huaaaa papa muda kyak!

Batin Aron yang tanpa sadar membuat wajahnya berekspresi tersenyum geli. Namun sesaat ekspresi itu buyar mendengar obrolan dari para wanita disana.

"Tadi bunda telpon kamu kenapa nggak diangkat sayang?" tanya Arina menatap Zia.

"Hp aku jatuh nda tadi pas kuliah."

"Loh kok bisa?" kaget Arina.

"Nggak sengaja jatuh aja." les Zia berbohong.

"Pulang."

••••••

"Kenapa nggak cerita kalau hp jatuh?"

"Emang kenapa?"

"Kenapa malah balik tanya Zia?" Aron terlihat menahan amarah.

Zia menghela nafas pelan. Ia memilih untuk menatap lurus kedepan. Sedikit kesal karena Aron yang tiba tiba menariknya untuk keluar. Padahal tadi ia masih ingin berbicara banyak pada Arina dan Sofi. Dan sekarang pun mereka masih berada di mobil selesai membeli ponsel baru untuk Zia.

"Gue nggak nyuruh lo diem."

"Iya," Zia menoleh.

"Tadi di jatuhin sama Gisa, diinjek injek terus dibuang. Ter,-

"Terus berantem lagi? Iya?" potong Aron semakin emosi rasanya. Hal seperti ini ia baru tahu.

"Bukan gitu. Lo mah, gue jelasin belum selesai main potong potong aja."

"Ya terus? Udah ketebak akhir akhirnya pasti berantem kalo lo dan Gisa ketemu."

"Enggak berantem tadi. Gisa nggak mulai apa apa. Gue juga langsung pergi gitu aja."

Aron terdiam menatap lama Zia. Mencari kebohongan pada mata gadis itu, tapi sepertinya Zia berkata apa adanya sekarang.

"Lo nggak di apa apain?" Aron mengecek keadaan Zia kini.

Zia menggeleng. "Gue gapapa."

Zia mengangkat alisnya saat kini tubuh Aron memeluknya. Wajahnya heran dengan perlakuan Aron yang tiba tiba ini. Dan Aron memejamkan matanya di ceruk leher Zia sana.

"Maaf tadi nggak ada waktu Gisa mau jahatin lo." ucap laki laki itu pelan.

"Lo kenapa sih? Orang gapapa juga. Udah ah, lepas."

Aron berdecak. "Selalu gini. Mau romantis dikit aja lo minta udahan. Gak sesuka itu lo sama gue?"

Zia melepas pelukannya sendiri. Menatap Aron dengan wajah cemberut. "Bukan nggak suka, tapi aneh. Lebay juga. Orang gue nggak kenapa napa."

Aron menghela nafas dan mengangguk.

"Ar," panggil Zia saat tangan besar Aron tiba tiba membelai wajahnya.

"Mau punya anak nggak?"

Jujur, Zia sedikit gugup melihat mata Aron yang sudah sayu itu.

"Kenapa tanya gitu?" tanya Zia setenang mungkin.

"Om Gavin tadi nyindirin gue. Ayah juga minta punya cucu terus. Mana yang dulu itu nggak jadi jadi. Udah kadaluarsa juga kayaknya," Adu Aron memainkan tangannya dibawah.

"Kalau kita lakuin lagi, mau?"

Zia meremas ujung bajunya sendiri. Jantungnya berdetak lima kali lebih cepat dari biasanya. Tadi sudah bisa selamat, tapi sekarang siapa lagi yang bisa menyelamatkannya.

Aron mendekatkan tubuhnya pada Zia. Ia bisa melihat jelas wajah tegang dari Zia. Aron memang munafik. Ia akui. Setiap saat, dulu ia selalu menahan hasratnya pada Zia hanya karena memandang Zia gadis asing yang tidak sengaja ia nikahi. Tapi semakin kesini, ia memandang Zia benar istrinya dan sudah memiliki kedudukan di hati.

Jadi sekarang, apakah boleh jika ia mengambil haknya pada istrinya ini?

"Mau?"

Zia melepas tangan Aron. "Kalau lo mau gue, lo yakin pernikahan ini untuk selamanya?"

Zia menghela nafas pelan. "Gue cuma takut ar lo jadiin pemuas nafsu tanpa tahu kelanjutan pernikahan kita nantinya." aku Zia jujur. Itulah yang gadis itu pikirkan sekarang.

Tangan Aron bergerak menggenggam tangan mungil Zia. Matanya menyorot lurus pada mata gadis itu kini. "Mungkin pernikahan kita pernikahan yang nggak seharusnya terjadi. Lo pasti juga mikir kalau gue bisa aja ninggalin lo kapan aja," Zia diam mendengarkan.

"Tapi zi, makin kesini gue ngerasa kalau gue nyaman sama lo. Banyak pengalaman yang kita lalui, bahkan lo sampai ngorbanin Gibran. Laki laki yang lo cintai karena pernikahan kita."

Aron menjeda perkataannya sebentar. Saling menatap penuh dalam satu sama lain.

"Lo udah punya posisi di hati gue. Dulu belum, sekarang udah. Dan karena itu gue nggak akan lepas lo." lanjut Aron yang dapat membius Zia.

Aron berkata jujur dan ia dapat merasakannya. Tatapan laki laki itu tidak bisa di bohongi.

"Walau belum bisa gantiin Dista sepenuhnya, tapi lo udah punya gue Zia. Gue ucap ijab qabul nama lo, itu akan jadi ijab qabul pertama dan terakhir gue."

"Gue janji." akhir Aron yang kini memeluk Zia. Memejamkan mata menuangkan seluruh isi hatinya. Aron serius, ia tidak pernah berbohong dalam perkataannya untuk sekarang.

"Gue pegang janji lo, Aron." Zia menjawab dan Aron melepas pelukannya. Wajahnya tersenyum berseri yang pasti mempunyai makna.

"Jadi?" tanya Aron memastikan.

Zia mengangguk. "Iya."

Brum

VOTE JANGAN LUPA.

SEE YOU BRO.

Continua a leggere

Ti piacerà anche

Backstreet Da biaaa

Teen Fiction

436K 27.6K 85
Kisah cinta anak SMA yang sedang menjalani hubungan Backstreet? Sulit memang nya, tapi memang ini yang harus Ratu dan Raiden lakukan demi keselamatan...
1.4M 127K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
5.3M 322K 43
"𝑲𝒂𝒍𝒐 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒃𝒊𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒄𝒆𝒎𝒃𝒖𝒓𝒖 𝒂𝒑𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒑𝒆𝒓𝒄𝒂𝒚𝒂?" - 𝑷𝒓𝒆𝒔𝒊𝒅𝒆𝒏 𝑴𝒂𝒉𝒂𝒔𝒊𝒔𝒘𝒂. ••• Gimana perasaan kalian saa...
9M 492K 56
[BEBERAPA PART DI PRIVATE, FOLLOW SEBELUM BACA] #Gen1 Audrey Olivia Vernanda, gadis cantik dan lugu harus dijodohkan ketika berusia delapan belas tah...