30. 👈👉

75 12 38
                                    

Apa perbedaan antara sedih dan bahagia?

Sama-sama bersifat sementara, meskipun datangnya tak seimbang.

🌸🌸🌸

Keesokan harinya Jesi bangun dengan keadaan kepalanya sangat sakit, tubuhnya memucat dan suhu badannya yang kian memanas. Jesi berjalan terseok-seok mendekati pintu rumahnya. Dia membuka pintu tersebut karena ada yang mengetoknya berkali-kali.

Saat Jesi telah membukanya, suara pria itu langsung membangunkan tubuhnya dari rasa sakit. "Apa kamu baik-baik saja?" ucap Christof di depan wajah Jesi.

"Kenapa kamu ke sini?" tanya Jesi dengan nada ketusnya.

"Aku perlu bicara, tolong dengarkan aku dan kita harus memperbaiki semua kesalahpahaman ini," kata Christof meyakinkan Jesi.

"Nggak--- Aku udah capek ngeliat muka kamu."

Seketika Jesi langsung menutup kembali pintu rumahnya, Christof replek memasukkan tangannya ke pintu untuk menahannya agar tidak tertutup. Dan begitu pula saatnya, tangan Christof pun terjepit sehingga ia merintih sejenak.

Jesi menghela napas kasar, jujur saja tubuhnya sangat lemah untuk menahan pintu tersebut. Setelah beberapa menit, Jesi lengkap mengatakan segala macam hal yang bisa meringankan bebannya. Jesi mengatakan beberapa hal yang membuat Christof harus berpikir logis untuk pergi.

"Pergilah, aku tidak ingin menatap wajahmu lagi. Semakin kamu bersikap seperti ini, maka rasanya akan semakin menyakitkan." Jesi bercekcok tak mau mengalah membuat Christof berusaha sekuat mungkin untuk menang.

Pintu tak dapat di tahan lagi, kini Jesi kalah dengan pria itu yang sudah masuk ke dalam rumahnya lalu menatapnya dengan cermat.

"Wajahmu pucat. Kamu sakit?" tanya Christof ketika melihat Jesi yang tubuhnya sudah memucat dan mata sembab.

"Kamu kenapa sih terus datang ke tempatku? Aku orang asing dan kamu harus bisa jaga jarak dari kehidupanku. Sadar, kamu udah punya kehidupan baru dan kita gak akan pernah bisa bersama." ucap Jesi menatap tajam Christof.

"Kamu salah---"

Jesi dengan cepat menyangkal perkataan Christof, dia tidak ingin ada keributan di pagi hari karena dirinya yang di datangi oleh pria dengan status suami orang. "Sudah cukup, aku gak mau kamu selalu kasihan padaku. Aku cukup kuat untuk mengurus diriku sendiri. Tugasmu selesai, dan sekarang tak usah lagi memperdulikan apakah aku masih bernyawa? Apakah aku sudah makan, atau bahkan tak usah peduli jika aku mati atau tidak." ucap Jesi membuat Christof diam.

Tidak ada lagi keributan, keduanya fokus pada keheningan yang mereka ciptakan sendiri. Setelah melalui mode senyap Christof bersiap-siap untuk menatap wanita itu dengan dalam. Tetapi, dia menarik tangan Jesi yang kini terasa sedingin es.

"Dia sudah pergi untuk selamanya," ucap Christof.

Jesi melirik pria itu dan tercengang, sementara Christof yang melihat Jesi pun ikut teriris hatinya, "kamu pembohong, Santi gak mungkin pergi secepat itu. Nggak mungkin Tuhan menjemput dia dengan cepat. Wak--tu itu di--a masih baik-baik sa--ja," ucapnya gagap lalu Christof menariknya ke dalam pelukan.

Jesi menangis dalam pelukan Christof dan pria itu menenangkannya.

"Aku tidak pernah membuat dia hamil, dia hanya seorang penipu yang telah membuat kita terpisah. Jadi, tidak usah menyesal jika dia mati atau hidup. Biarkan gadis jahat itu menanggung perbuatannya." jelas Christof tega.

SUBSTITUSI (Sudah Terbit✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang