35. 👈👉

53 10 45
                                    

Bersabarlah, karena kelak kamu akan dikuatkan.

***


Diantara pahitnya kehidupan di masa lalu, pagi yang cerah ini gadis itu melebarkan kedua pipinya untuk tersenyum, bukan lagi senyuman kepalsuan, bukan senyuman keterpaksaan. Gadis itu menatap keramaian kota dari jendela mobil, rambutnya terkipas angin dan hidungnya menyeleksi udara segar. Jesi bahagia, bahkan terlalu sulit untuk mendeskripsikan rasa bahagia yang sudah mengepul-kepul di hatinya.

Penantian sudah berakhir. Papa menjemputnya pulang. Mama akan membelai dan mengerai rambutnya yang sudah lama terurai acak, dan kakaknya pasti akan menjadi teman bicaranya kapan pun ia mau. Jesi bukan peri kesunyian lagi sekarang.

Jesi mendonggakkan kepalanya keluar jendela. Mulutnya ia buka selebar mungkin, tersenyum lalu berteriak. "Halo Kalimantan. Aku pulang," teriaknya girang.

Rian tersenyum kecil menatap kegilaan anak angkatnya. "Hati-hati kepalanya nanti nyangkut," tegur Rian membuat Jesi menatapnya senang.

"Seneng banget akhirnya papa jemput Jesi untuk pulang. Apa itu artinya papa udah gak marah lagi sama Jesi?"

Sembari fokus menyetir, Rian menengok anaknya sejenak. "Iya nak, papa udah gak marah."

Jesi girang lalu mengangkat kedua tangannya, merdeka dan bersorak. "Hore!!" Kemudian ia membuka kedua tangan dan berbicara pada seseorang yang mungkin wujudnya tak nampak kelihatan.

"Tuhan, ketika aku sendirian. Aku mempunyai Engkau sebagai temanku. Ketika belajar untuk menerima keadaan, aku percaya bahwa temanku akan membantu untuk bahagia. Sekarang Jesi sudah memiliki keluarga lagi. Jesi gak pengen minta apa pun lagi sama Tuhan, ini sudah cukup. Terimakasih Tuhan karena Engkau sudah mengulurkan tanganmu untuk membebaskan ku dari kegelapan. Amin," ucap Jesi bersyukur.

Pintu gerbang kota terbuka, Rian yang menyetir mobil memutarbalikkan arah dan Jesi yang menatapnya menjadi bingung.

"Papa, ini kan bukan arah ke rumah kita?" tanyanya bingung.

"Papa tau, tapi papa ingin mampir sebentar ke rumah teman papa." jawab Rian sambil mengeraskan volume musik agar anaknya itu bisa berhenti menanyainya hal-hal yang tidak ingin ia jawab.

Sementara Jesi hanya duduk diam, sudahlah tak ada gunanya bertingkah cerewet, takutnya nanti papa akan marah. Selama di dalam mobil, Jesi terus diam sembari menatap wajah jutek papanya yang tak pernah menolehnya lagi. Meskipun wajah itu terkesan membosankan, namun Jesi tak pernah lelah memandangi wajah seseorang yang selalu ia rindukan.

"Jesi sayang papa. Jesi sayang mama. Jesi sayang kak Julia. Bagi Jesi kalian adalah kado terindah dari Tuhan." batin Jesi tersenyum ke arah Rian.

Seorang pria paruh baya telah keluar dari mobil lalu membukakan pintu mobil untuk anaknya. Terbesit keraguan di hati kecil Jesi, entah kenapa ayahnya-Rian mendadak memperlakukannya seperti tuan putri. Mungkin Rian benar-benar sudah memaafkan kesalahannya.

Jesi turun dari mobil, menatap sekitar dengan bola matanya yang masih saja menghitam. Ini adalah rumah sakit, bukan rumah yang seharusnya mereka tinggali untuk berteduh dan mengaduh.

"Papa sakit?"

Rian langsung menarik lengan Jesi. "Nggak, papa cuman pengen jenguk rekan bisnis papa yang kemarin kecelakaan."

SUBSTITUSI (Sudah Terbit✔)Where stories live. Discover now