46. 👈👉

23 7 24
                                    

Haruskah aku pergi atau bertahan?

(_Substitusi_)


Seorang gadis cantik berbaring di atas sofa sambil sesekali menonton televisi berharap hal itu dapat membuat hatinya tenang. Namun nihil, hidupnya terus saja terasa kosong entah dulu, lima tahun yang lalu maupun saat ini.

Berbaring kemudian duduk, duduk kemudian berbaring lagi. Hanya itulah kegiatannya karena bosan yang melanda hidupnya.

Ayah sedang keluar negeri, saudaranya telah meninggal dan pria yang ia cintai sedang pergi entah dimana.

"JESI!"

Gadis yang mendengar namanya di panggil itu hanya bisa mendengus dan menutup telinganya rapat-rapat agar tidak mendengar ucapan menyakitkan itu.

"Anak sialan, kamu pura-pura gak dengar ya? Dari tadi itu saya manggil kamu," teriak Riana pada Jesi, anak tirinya.

Karena melihat Jesi yang belum melepaskan sumpalan di telinganya, Riana pun emosi dan langsung menjambak rambut gadis itu.

"Kamu sudah bosan hidup, rupanya. Baiklah, kamu sudah berani menantang saya. Kalo begitu cepat kemasi barang-barang kamu dan angkat kaki dari rumah ini!" Riana mendorong tubuh Jesi hingga jidatnya mengenai pituk meja.

"Gak, Jesi gak mau pergi dari rumah ini, ma. Jesi gak mau kembali menjadi anak yang kehilangan kasih sayang keluarga," desis Jesi dan air matanya mulai mengalir.

Riana menatap Jesi dengan ganas." Keputusan saya sudah bulat Jesi. Saya tidak ingin kamu menguasai harta kekayaan mas Glen. Saya juga tidak sanggup melihat wajahmu itu, karena setiap kali saya melihatmu, saya selalu teringat akan luka yang ibumu tanamkan di hati saya. Saya harap kamu segera pergi dan jangan muncul di hadapan keluarga saya lagi untuk selamanya." ucap Riana.

Jesi menangis dan menatap bundanya berharap Riana kasihan. "Seberapa besar kejahatan bunda Ratu terhadap bunda Riana? Sampai gak mau melihat Jesi lagi?"

"Ibumu merebut apa yang seharusnya jadi milik ku."

Jesi menarik nafasnya kasar. "Oke, Jesi akan pergi kalo itu maunya bunda. Tapi sebelum itu, boleh Jesi minta sesuatu?"

Riana menatap tajam. "Apa?"

"Boleh Jesi peluk bunda Riana? Selama ini, Jesi gak pernah ngerasain pelukan hangat dari seorang ibu."

"Tidak akan. Saya tidak sudi harus kamu peluk." tolak Riana.

"Bunda gak sayang sama Jesi?"

"Kamu sudah tau jawabannya."

"Sedikit pun?"

"Bahkan sampai kamu mati, saya tidak akan pernah menyayangi kamu."

Jesi terdiam, entah harus sampai kapan dia merintis atas keadaan ini. Apa menjawab kata iya begitu sulit untuk Riana lakukan? Apakah memeluknya adalah hal yang menjijikkan?

Bi Asih yang melihat itu semua menangis dari balik jendela, dia juga tidak bisa melakukan apa pun untuk Jesi. Padahal majikannya itu sangat baik dan suka membantu pekerjaannya, tidak pernah perhitungan. Bi Asih tidak bisa membantu Jesi karena takut dipecat.

Jesi mendongak ke langit. "Baiklah bun, Jesi gak akan pernah muncul di kehidupan bunda Riana. Jesi pamit yah, jangan lupa Jesi titip Ayah buat bunda, bilangin supaya jaga diri, jangan kerja terus, dan jangan sampai terluka. Kalo bunda Sama ayah sakit gak akan ada aku lagi yang kerjaannya cuman bisa membuat kalian semakin menderita." ucap Jesi tersenyum kecil, kali ini dia mengalah demi Riana.

SUBSTITUSI (Sudah Terbit✔)Where stories live. Discover now