10. 👈👉

98 29 41
                                    

Setiap pertemuan akan berujung perpisahan.

Mengapa begitu?

_Karena Kita akan dipertemukan kembali.

💟💟💟


Udara basah dan dingin menerobos masuk lewat ventilasi rumah sederhana, temaram lampu bercahaya samar-samar, serta hiruk pikuk suara angin yang berhembus.

Seharusnya, di pagi hari ada yang membangunkannya dari tidur. Dan sadarlah, mengapa kesunyian itu tak dapat terpecahkan?

Jesi membuka matanya. Dia menangis dalam diam, tidak terisak namun cairan bening terus membendung pada kedua bola matanya.

"Tidak bisakah aku tidur lebih lama lagi? Aku ingin memimpikan keluarga ku. Aku ingin bahagia sebentar saja, meskipun bukan di alam nyata." Ucap Jesi pada dirinya sendiri.

Jesi menoleh dan berjalan ke arah dapur. Jesi mencari bahan pokok untuk memasak. Gadis ini memberikan tatapan risaunya, dia melihat beras dan sayuran di lemari yang telah kosong tanpa sisa sedikit pun.

"Makanan ku telah habis," ucap Jesi bergerutu sendirian.

"Harus mencari kemana agar aku bisa makan? Mengapa mereka meninggalkan ku di sini dalam suasana kelaparan?"

Jesi tetaplah gadis paling menyedihkan. Apa pun yang menjadi harapannya selalu saja tak pernah terlaksana. Jesi tak menghiraukan suara perutnya yang telah berdemo, dia kembali melangkah ke depan sambil memakai jaket hangatnya.

"Segitukah kalian membenci dan kecewa padaku? Apa karena aku memiliki kepribadian ganda, makanya kalian mengusirku dari rumah?" Jesi menarik paksa lengan jaketnya. Mata kemarahan mulai membenahi sekujur tubuh.

"Meskipun mereka tak peduli. Aku harus tetap hidup! Akan ku buktikan bahwa diriku ini mampu bertahan tanpa bantuan mereka." Ujar Jesi tuk terakhir kalinya. Saat ini, ia pun beranjak keluar dari rumah terkutuk itu.

Mata Jesi terasa berat akibat memandangi teriknya sang mentari.

Jemarinya diletakan pada pelipis mata, detik berikutnya Jesi sudah mulai memetik beberapa buah di hutan.

Setelah dirasa cukup, Jesi pun berbalik arah lalu pulang ke rumahnya. Hanya dalam hitungan menit, gadis itu sudah sampai di rumahnya.

Jesi meletakan pisang itu di mejanya lalu mulai menelannya dengan paksa.

"Mau tidak mau, aku harus tetap makan. Aku harus bertahan sampai mereka datang untuk menjemput ku pulang." Jesi kembali menuangkan air mata pilunya. Sementara pisang yang ia makan serasa sangat hambar untuk ditelan.

Menit berikutnya.

Jesi tetap berdiam diri, dia telah selesai memakan dua buah pisang. Namun nyatanya, Jesi masih sangat lapar, dan pisang tadi malah membuat nafsu makannya berkurang.

Tok! Tok! Tok!

Ando mengetuk pintu rumah Jesi lalu gadis itu berjalan ke arah sana. Jesi membuka pintu dan matanya menatap kaget, namun Ando sendiri malah tersenyum melegah.

"Bagaimana keadaan mu?"

Jesi mengangguk, menandakan bahwa dia sedang baik-baik saja padahal tidak.

SUBSTITUSI (Sudah Terbit✔)Where stories live. Discover now