6. 👈👉

123 34 63
                                    

Apa yang lebih menghancurkan daripada diasingkan?

_Selalu dianggap membunuh, padahal bukan aku pelakunya.

∆∆∆

Jesi dan Christof sedang sarapan berdua. Romantis? Bisa dikatakan begitu, bisa juga tidak. Meski sudah saling mengenal, mereka tetaplah dua orang asing.

"Jesi."

"Iya?" Jesi menilik Christof.

"Mau berteman denganku?"

Jesi diam, ini kedua kalinya Jesi mendengar penawaran itu. Di hari lalu, Tian juga pernah mengucapkan hal yang serupa, tapi buktinya pria itu malah menghilang tanpa jejak dan meninggalkan semua untaian janji-janjinya.

Jesi menguras otaknya untuk berpikir. Jesi sadar, dia berbeda! Menerima tawaran itu, sama saja dengan membahayakan keamanan Christof.

"Aku tidak bisa. Kita berbeda."

"Beda apanya?"

Jesi menarik nafas panjang.

"Aku berbeda. Kamu sempurna, sedangkan aku serba kekurangan. Kamu bebas dan aku terkunci disini. Kamu akan kecewa, jika memilih aku sebagai temanmu."

Christof merasa ada yang aneh dalam diri Jesi. Christof kepala batu. Dia tetap bersikeras ingin berteman dengan Jesi.

Keringat dingin mengalir deras dari pelipis Christof. Tangannya yang terbebas ia gunakan untuk membersihkan bulir-bulir keringat yang mengalir dari pelipisnya.

"Kenapa Christof?" Jesi memasangkan tatapan mata tajam. "Apa sekarang kamu takut padaku? Apakah kamu ingin pergi? Atau mungkin kamu juga ingin menjauhiku?" Lanjut Jesi.

Tatapan serius saat mendengar perkataan itu mulai ia pasangkan. Christof berjalan mendekati Jesi lalu menatapnya mematung. Mungkin Christof harus memperlakukannya dengan jauh lebih baik dan penuh kesabaran agar dapat mengetahui luka dihati gadis ini.

"Aku tidak takut padamu. Lagipula kamu itu manusia, dan kita sama." Ujar Christof.

Jesi memperhatikan lelaki itu dengan tatapan fokus, tindakan ramahnya memang mampu membuat hatinya tenang.

"Kamu harus pergi!" Usir Jesi.

Saat Christof mendengarnya, mata lelaki ini melihat ke arah Jesi. Dengan segera Christof beranjak mendekatinya.

Kaki Christof berhenti setelah berhasil mensejajarkan tubuhnya dengan Jesi, semakin lama menatap sorot bola mata ia merasa bahwa gadis itu semakin cantik.

"Tidak akan. Aku tidak ingin meninggalkanmu sendirian. Ikutlah bersamaku, Jesi! Bergabunglah dengan kami, jangan mengurung diri disini!" Christof mengulurkan tangannya, berniat mengajak Jesi untuk pergi.

Jesi tertawa miris mendengarnya, betapa menyedihkan kehidupannya saat ini. Masa sekarang penuh dengan kegelapan dan kesendirian, setelah ia diasingkan dan dituduh membunuh.

Jesi menutupi wajahnya yang menyedihkan, urat nadinya merasa malu. Hatinya seperti ditetesi hujan badai yang terus membuatnya goncang.

SUBSTITUSI (Sudah Terbit✔)Where stories live. Discover now