35. Petarungan terakhir (1)

165 35 9
                                    

"Tru!" teriak Mo.

Melihat salah satu dari mereka tumbang, El memaksa ototnya berkontraksi lebih kuat lagi. Setengah berteriak, ia akhirnya berhasil menyingkirkan meja yang mengimpitnya.

Aroma besi yang kuat menyengat penghidu dan cairan hangat mengalir keluar dari luka terbuka di tungkai kirinya. Walau begitu, ia masih sanggup berdiri dan memosisikan tangannya yang bergetar untuk menembak ke arah Ice yang kini mengambil salah satu senjata Tru dan mulai terlibat baku hantan dengan Mo.

"Mati kau!" teriak El.

Satu peluru melesat keluar dan menggores leher kekar milik Ice. Mengaburkan konsentrasinya ke Mo yang kini balik memberinya variasi tendangan dan pukulan yang sama sekali tidak memberi luka. Ia melompat mundur satu langkah dan suara letupan senjata terdengar. Kali ini peluru tenggelam di bahu kanan musuh dan meningkatkan kebengisannya ke level berikutnya.

Seakan tidak terpengaruh dengan darah yang mulai memberi warna merah terang di lengan kanan. Ia kembali memangkas jarak dan memberinya pukulan di wajah yang menghempaskan tubuhnya jauh ke belakang berdekatan dengan Tru.

Melihat kedua lawannya masih tergeletak tak berdaya di lantai, segala perhatiannya kini tertuju ke El yang masih mencoba berdiri tegap dengan bantuan dinding di sampingnya dan tangan tidak berhenti menarik pelatuk senjata yang ditujukan ke arahnya.

Dua peluru diarahkan kepada si pengkhianat, tetapi tidak satu pun mengenainya. Sudah menjadi rahasia umum kalau di balik kekuatan dan kecepatan Ice, menembak adalah kelemahannya yang tidak bisa diperbaiki.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Mo sambil menghapus darah di sekeliling mulut Tru. Tidak memedulikan miliknya sendiri yang terus mengalir lambat dari sudut bibir.

Walau rasa nyeri berdenyut menyerang kepalanya, tetapi melihat kondisi Tru yang jauh lebih buruk, ia tidak lagi memedulikan rasa nyeri yang seakan bisa memecah kepalanya.

"Tidak ... apa," jawabnya di sela-sela tarikan napas yang semakin sulit ia lakukan.

"El!" ucapnya sambil menunjuk ke arah kawannya yang kini kesulitan menghindari pukulan demi pukulan dari Ice.

Bunyi pecahan kaca terdengar nyaring berasal dari kepala El yang dibenturkan ke meja kaca. Darah segar kini mengalir keluar dari puncak kepala dan terus turun membasahi sebagian wajah. Kesadarannya nyaris menghilang, tetapi rasa tercekik di leher menyadarkannya dan insting bertahan diri kembali membara.

Ia meronta. Kakinya tidak berhenti menendang dan tangannya terus berusaha membuka lilitan jari di leher. Namun, perbedaan kekuatan menjadikan semua ini sia-sia.

"To-long." El berusaha untuk berteriak, tetapi hanya suara serak yang keluar dari tenggorokannya.

Melihat situasi El yang semakin buruk, Mo bergerak meninggalkan Tru dan membantu kawannya yang jelas sudah tidak lagi mampu melawan pria besar itu sendirian.

"Tunggu di sini."

Mo berlari ke arah musuh dan terus mengeluarkan timah panas ke arah Ice yang tampak tidak terpengaruh dengan banyaknya peluru yang menghunjam punggung. Sepertinya ada rompi anti peluru yang melindungi.

Mendapat serangan bertubi-tubi dari belakang, musuh akhirnya melepas El dan beralih melayani pria yang selama ini ia kenal dengan beringas.

Gerak kasar tangan dan kaki Ice menyambar tubuh Mo yang dengan lincahnya menghindar. Ia kembali menyerang menggunakan pistol, tetapi sang musuh berhasil melepas jatuh satu-satu senjata andalannya dari tangan. Berkelahi satu lawan satu menggunakan tangan kosong jelas suatu kesalahan, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain berusaha.

Silver - XWhere stories live. Discover now