3. Misi baru

621 93 13
                                    

Matahari belum sepenuhnya membagi cahaya sama rata di langit, tetapi suara deru napas dan suara benda dipukul sudah terdengar mengisi keheningan pagi.

Di ruang yang lantainya tertutup matras tebal, Tru melatih fisik melawan samsak yang menggantung rendah di langit-langit. Variasi tendangan dan pukulan diberikan membuat kantong berisi pasir itu berayun dengan sudut besar.

Peluh membanjiri kening dan menetes membasahi matras. Walau lelah terukir jelas di paras, tetapi tidak dengan fisiknya. Sudah dua jam ia berlatih berusaha menggerus energi supaya otak tak terbagi dan dirinya bisa berhenti berpikir.

"Hah ... Hah ...." Tru berhenti untuk memberi waktu paru-parunya mengisi udara lebih banyak.

"Tru." Seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang. Refleks, ia memutar tubuh dengan salah satu kaki terangkat melewati bahu. Namun, tendangan penuh tenaga itu berhasil ditahan oleh tangan kanan sang pengganggu tanpa kesulitan berarti.

"Ini aku." Zan mempertegas identitasnya dengan tangan masih menahan kaki yang hanya berjarak satu jengkal dari leher.

"Maaf." Perempuan yang menggelung rambutnya ke atas itu segera meletakkan kembali kakinya ke tempat yang seharusnya.

"Tidak apa. Kamu tidak bisa tidur? Ada yang mengganggumu?" tanya Zan saat melihat bayangan gelap di bawah mata Tru.

Ia sudah mengenal perempuan cantik itu lebih dari tiga tahun, membuatnya paham jika ada yang mengganggu pikirannya maka lelap tidak akan dia dapatkan. Jika hal itu terjadi, maka dia akan menghabiskan waktu dengan berlatih fisik. Berharap semua masalah akan hilang bersamaan dengan banyaknya kalori yang terbakar.

"Tidak mengantuk," jawab Tru singkat sambil menghindar tangan Zan yang mencoba menyentuh wajahnya.

"Ada yang mengganggumu? Kamu masih marah dengan Ao karena memaksamu mengenakan pakaian seksi itu?" tebak Zan.

"Bukan urusanmu," jawabnya singkat sambil berjalan ke arah meja kecil yang berada di ujung ruangan—untuk mengambil botol minumnya.

Sudah terbiasa mendengar jawaban itu, Zan hanya bisa tersenyum kecil saat melihat Tru berjalan menjauh dan memberinya pemandangan menarik.

Berdiri mematung, ia memperhatikan lekuk tubuh Tru yang terbungkus baju olah raga berwarna hitam yang menempel ketat di tubuhnya. Sementara rambut ikalnya tergelung ke atas, memperlihatkan leher seksi yang jenjang.

"Puas melihatnya?" tanyanya masih membelakangi Zan.

"Aku hanya menikmati apa yang ada di depan mataku." Suara matras terinjak terdengar mendekat. "Kamu sendiri yang mempertontonkan tubuhmu, jadi jangan salahkan aku," lirih Zan di telinganya.

Tru memutar tubuh dan mendapati mata pria yang hanya mengenakan kaos putih dan celana training terlihat bagai singa lapar menatap mangsanya. Embusan napas hangat beraroma mint mengenai wajahnya saat jarak wajah tak lebih dari satu jengkal.

"Nikmatilah ... karena hanya sebatas itu saja yang kamu bisa dapatkan." Tru menarik salah satu sudut mulut.

"Kamu yakin? Aku bahkan belum mengeluarkan jurusku yang paling hebat dalam menaklukkan perempuan," lirihnya.

"Teruslah berusaha, semoga kamu tidak keburu menua ketika mencoba." Dengan cepat Tru merunduk untuk menghindar ketika jarak antar wajah mereka menipis setipis kertas.

Kekecewaan terpatri di wajahnya, tetapi tak lama semua itu berubah senyuman kala menyadari rona merah mewarnai pipi Tru.

"Aku ke bawah. Silakan kalau mau menggunakan ruangan ini," ucapnya cepat tanpa melirik Zan.

Silver - XWhere stories live. Discover now