15. Hai, Maya!

232 49 10
                                    

Masuk ke dalam toilet mewah yang sama sekali tidak terlihat seperti kamar kecil pada umumnya, Tru melihat Maya masih belum melepas rangkaian bunga mawarnya di depan salah satu wastafel berkeramik marmer. Namun, saat ini matanya tidak sedang menikmati merahnya kelopak bunga. Kartu putih yang mencuat ke atas jauh lebih menarik perhatiannya.

Dahi Maya berkerut dan matanya menyipit, ia terlihat tidak mengerti dengan tulisan di kertas itu. Seakan dia sedang membaca kalimat dengan bahasa planet dan bukan membaca ungkapan rasa cinta yang seharusnya tertulis bersamaan dengan rangkaian bunga itu.

"Huaa ... mawarnya indah sekali." Suara Tru yang tiba-tiba terdengar keras mengejutkan Maya.

Maya yang sama sekali tidak menyadari kehadiran orang lain, tiba-tiba mundur, menarik kertas dari tangkai kayu, dan menyimpannya di tas. Cara kaget yang menambah keyakinan Tru kalau kertas itu bukanlah catatan biasa.

Ternyata betul, kartu itu pasti menunjukkan lokasi barangnya.

"Oh my, Maya! Saya penggemar berat Anda. Dari dulu saya ingin sekali melihat Anda dari dekat seperti ini." Tru berteriak, memainkan drama seakan dia adalah idolanya.

"Boleh kita foto berdua?" Tru memperlihatkan rasa antusiasnya. Matanya terbuka lebar, tangannya menekuk di depan dadanya dengan jari jemari saling bertautan. Dia tahu bahwa Maya adalah artis yang sangat gila popularitas dan paling senang jika ada penggemar yang maniak kepadanya.

"Baiklah, satu kali saja, ya. Saya sedang buru-buru," jawab perempuan berambut ikal dengan canggung.

"Asiik! terima kasih." Tru melompat kecil dan dengan cepat mengambil ponsel dari tas.

Dalam hitungan ketiga, suara jepret kamera terdengar. Bersamaan dengan tangan kanan Tru yang dengan gesitnya mengambil selembar kartu dari dalam tas.

"Baik, sudah dulu ya," ucap Maya terlihat masih belum bisa menghilangkan kegugupannya.

"Terima kasih! Aku akan simpan foto ini baik-baik." Ia melambaikan tangan dan melihat tubuh mungil sang aktris berlalu melewati pintu.

Tru tersenyum lebar saat melihat lembaran kertas kaku di tangannya, tetapi tak lama senyum itu memudar dan digantikan kerut di antara kedua matanya. Tidak ada tulisan yang terlihat hanya ada gambar bulatan, kotak, dan garis lurus bak gambar anak TK.

Tru memotret gambar dan mengirimkan ke Bon. Sebelum akhirnya menelepon untuk memastikan si bontot sudah menerimanya.

"Oke, Sis. Aku terima fotonya." Suara Bon terdengar pelan di ujung telepon.

"Kemungkinan itu adalah denah tempat narkoba itu diletakkan. Minta Ao untuk mengurus sisanya, aku akan membantu Zan." Tru menyudahi koneksinya. Membuang asal kartunya ke lantai dan berjalan meninggalkan toilet.

Perempuan itu kembali memasang kacamata yang sebelumnya dilepas ketika masuk ke dalam toilet. Ia berjalan lurus sambil mencari petunjuk mengenai keberadaan rekannya.

"Di mana kamu, Zan?" bisik Tru pada dirinya sendiri.

Ia memincingkan matanya berusaha melihat layar yang diisi dengan kegelapan. Gerak tangan dan kaki terlihat cepat berkali-kali dan goyangan kamera memaksa Tru untuk melepas kacamata sebelum mual mendatangi perutnya. 

Zan berkelahi dengan siapa? Dengan Max, kah?

Tru melangkah semakin cepat di lorong dan menemukan petunjuk arah yang memerintahkannya secara tidak langsung untuk mengambil jalan ke kanan untuk mencapai basement.

Turun ke tempat minim cahaya. Tru melewati berbagai merek kendaraan premium. Suara seseorang berkelahi terdengar samar. Beberapa kali Tru memutar tubuh untuk mencari sumber suara, mulutnya sudah gatal ingin berteriak memanggil nama Zan. Namun, minimnya informasi mengenai jumlah musuh yang mungkin ada membatalkan niatnya.

Silver - XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang