22. Misi Kieza (2)

182 43 29
                                    

Persiapan selesai. Mereka bergerak ke kediaman Kieza menggunakan kendaraan kecil yang mudah dibawa masuk ke gang kecil. Tidak ada bangunan kokoh yang tegak berdiri, hanya ada reruntuhan rumah yang membuat area ini terlihat seperti kota mati.

Semua lahan ini milik keluarga Kieza yang terkenal tidak suka memiliki tetangga di radius lima ratus meter dari kediamannya. Entah apakah untuk alasan keamanan atau menghindari pergibahan antar tetangga mereka melakukan itu, hanya mereka yang tahu.

Setelah membongkar besi penghalang jalan. Mobil bergoyang pelan di aspal berlubang. Sinar kuning lembut menyorot jalanan, memberi sedikit penerangan di area minim pencahayaan. Terlebih malam ini bukan bulat sempurna yang ditampilkan sang rembulan.

Namun, bagaimanapun juga penerangan seperti ini memberi mereka keuntungan tersendiri. Di mana kegelapan yang temaram akan membantu kamuflase sang petarung untuk mendekati musuh tanpa diketahui. Apa lagi mereka semua sudah terlatih untuk mengintai di balik gulita.

Menepi tiga kilometer dari sungai. Mereka berlima keluar dari mobil van yang sudah setengah jam membawa mereka melewati jalan yang terus memberi sensasi gempa lokal di dalamnya. Sensasi yang mencetuskan rasa tidak nyaman di pinggang.

"Lain kali kita mau ke tempat yang jalannya jelek seperti ini, ingatkan aku untuk jalan kaki saja!" gerutu Tru sambil mengelus punggung bawahnya.

Zan yang mendengar keluh kesah Tru hanya bisa tersenyum sambil berjalan mendekat, menjauhi mobil yang kini bersembunyi di balik rindangnya pepohonan.

"Ingatkan aku untuk memijitmu ketika misi ini usai kalau gitu," goda Zan yang mendapat sikutan tepat di ulu hatinya.

Walau Tru tidak menggunakan tenaga, tetapi Zan tetap memperlihatkan ekspresi kesakitan. Berusaha meraih simpati si cantik yang hanya berujung sia-sia belaka. Karena kini ia menyiapkan senjata dan tali panjang dengan kaitan di ujung, tidak mengindahkan akting Zan sama sekali.

"Bersiap, Edzard sudah berada di depan rumah." Suara Ken terdengar dari earphone yang terpasang di masing-masing petarung.

Ekspresi Zan berubah serius, begitu pula tiga orang dari silver 9 yang sempat merenggangkan tubuh mereka.

"Kalian berhati-hatilah, kami akan jemput setelah semua ini selesai," ucap Ero, pengemudi dari silver 9.

"Kami pergi." Yin memandang mereka semua dengan penuh keyakinan dan mengucap kata perpisahannya sebelum akhirnya mengajak Ero untuk segera menjauh dari kediaman Kieza tanpa banyak bicara.

Mereka berlima berjalan mengendap di kegelapan. Bergerilya dari rumah ke rumah, menyelisik rerumputan yang tumbuh tinggi sampai akhirnya telinga mereka menangkap suara deras arus sungai.

Berhenti lima meter dari tepian sungai, mereka melihat tiga orang penjaga berjaga dengan senjata laras panjang.

Zan yang mengambil kepemimpinan sementara, memerintahkan Tru, Tind, dan dua orang kawannya untuk merunduk. Bersiap untuk menembak dari jarak jauh.

Aroma rumput terhirup, hewan kecil yang terusik berlarian dan mengeluarkan suara krik krik panik yang riuh di sekitar mereka.

Untuk kali ini Zan merasa bodoh, kenapa ia tidak mengambil salah satu senjata laras panjang. Pikirannya terlalu berkonsentrasi pada pertarungan jarak pendek sehingga melupakan kemungkinan bertemu lawan dari jarak jauh seperti ini.

Zan memberi aba-aba dengan jarinya.

Tiga.

Dua.

Silver - XOnde histórias criam vida. Descubra agora