31. Syafa Sang Istri

105 19 2
                                    

Bug!

Sebuah tinju yang diluncurkan seseorang membuat sang empu meringis kesakitan. Aksi yang baru saja terjadi di depan mata, seketika membuat Caca ketakutan. Ammar yang mengetahui itu langsung menggenggam telapak tangan Caca. Kejadian seperti ini sudah Ammar duga, namun dengan bodohnya ia justru memilih untuk melanjutkan ke sesi resepsi. Dekorasi indah bernuansa violet kesukaan Caca, Ammar tak mau melewatkannya. Apapun yang ada, Ammar harus memanfaatkannya dengan baik.

"Lo tega, Mar. Gue nggak nyangka lo ngelakuin semua ini ke gue. Lo ambil Caca dengan cara kotor!" hardik Samudra. Tangannya itu masih mengepal. Sosok yang dicintai hilang dari genggaman. Apalagi pelaku yang mengambilnya adalah sahabat sendiri. Siapa yang tak akan kesal?

Caca menatap Ammar lekat, pipinya membiru. Seketika pipi Caca terasa ngilu. Sementara Ammar yang sadar tengah ditatap, ingatannya terbawa pada kejadian beberapa jam lalu.

Langit masih belum menunjukkan senyumnya. Rembulan juga belum kembali pada sang pangkuan. Di hari yang masih dipenuhi dengan kegelapan, Ammar membawa mobil hitamnya membelah jalanan. Dengan kecepatan kilat, ia berharap dapat tiba di tujuan dengan selamat.

Setibanya di Jakarta; lokasi tujuannya, Ammar langsung menyelinap masuk ke dalam bangunan besar berpenghuni. Pemuda setinggi seratus delapan puluh sentimeter itu memasuki ruangan yang terletak di lantai atas. Di dalam sana ada seorang laki-laki yang terlelap dalam dunia mimpi. Kebetulan yang sangat pas! Ammar langsung mengeluarkan sebuah suntikan berisi cairan obat tidur. Merasa posisinya sudah aman, Ammar pun memasukkan sepaket kotak berisi kostum pernikahan ke dalam tas gendongnya.

"Saya minta maaf Sam, ini terpaksa."

Begitulah Ammar berujar pada Samudra yang sudah dalam keadaan pingsan. Sungguh, ia tak peduli akan bahaya dari tindakannya. Caca adalah cintanya, semangatnya, dan semua tentang gadis itu adalah miliknya. Ammar sedikitpun tak rela jika Caca dimiliki oleh orang lain, meski itu sahabatnya sendiri. Ya, Ammar sudah dibutakan oleh cinta.

"WAHAI AMMAR, KENAPAAA?!!" tanyanya kembali. Suara Samudra seketika membawa Ammar ke dunianya saat ini. Dan genggaman Caca padanya semakin erat dan ada sedikit getaran.

Ammar tetap diam, pria itu tak mau membuka suara. Samudra harus menghentikan semuanya. Baginya air tuba harus dibalas dengan air tuba, karena dalam kamus kehidupannya tak ada yang namanya kejahatan dibalas dengan kebaikan. Ia yakin, Ammar sudah terpojok dengan keadaan. Setelah ini Caca pasti akan membenci Ammar.

"Cara kotor apa maksudnya Gus?" tanya Caca penasaran dengan menatap wajah sang suami yang sedikit berkeringat.

Di sana para tamu mendengar semuanya. Posisi mereka yang berdiri di podium pasangan pengantin terdengar sangat jelas apalagi ditambah dengan beberapa mikrofon yang menyala. Ah, hancurlah sudah, harusnya bukan dengan cara seperti ini hari penting Caca terjadi.

"Lo diem! Gue yang jelasin semua ke Caca." Setelah kata terakhir untuk Ammar terucap, Samudra langsung menjelaskan semua yang telah terjadi. Hal keji serta kelicikan yang dilakukan Ammar ia ceritakan secara detail. Dirinya juga mengatakan jika ia terbangun pada pukul sepuluh. Tindakan Ammar sangatlah melebihi batas wajar.

Caca langsung melepaskan genggaman dengan kasar. Ia mencintai Ammar, tapi mengapa pria itu harus melakukan hal yang buruk? Apakah tak ada cara lain? Caca tak suka itu. Rasanya kesal sekali.

Di tangisan yang mulai membasahi pipi, netra Caca melihat sang ayah yang mendekat ke arahnya. Dengan gerakan terburu, Ismail melayangkan lengannya ke udara. Begitu telapak tangan akan tiba di pipi Ammar, Caca langsung meletakkan diri tepat di depan sang suami. Dan sebuah tamparan keras, tiba di pipi gembul Caca.

"Kenapa kamu menghalangi? Dia pantas dapat tamparan dari Ayah. Anak itu sudah berbuat kesalahan hebat. Dia bukan laki-laki yang baik. Kurang ajar! Jauhi dia!"

Caca tersenyum seperti mengejek serta tambahan mata yang diputar malas. "Dia adalah suamiku, tidak mungkin aku menjauhi dia. Ammar adalah imamku sekarang. Aku mencintai dia, dia mencintai aku. Sekotor apapun caranya untuk mendapatkan aku, itu tidak apa-apa. Daripada aku harus menikah dengan Samudra. Lalu... apa urusan Ayah ikut campur dalam kehidupanku? Bukankah Ayah sudah membuangku beberapa tahun lalu? Apa Ayah lupa?"

Usai mengujarkan beberapa patah kata, Caca langsung meninggalkan lokasi dengan menarik tangan Ammar. Gaun mewah nan indah yang digunakannya tak luput dari pandangan semua orang yang ada. Jujur, Caca tetap tak menyukai cara sang suami. Perkataannya tadi hanyalah rekayasa yang ia buat untuk memojokkan Ismail. Jangan lupa, Caca sangat pintar dalam berakting.

Setibanya di pekarangan kediaman Ismail yang megah, Ammar membukakan pintu depan mobil untuk Caca, namun dengan polosnya gadis itu justru memilih untuk duduk di kursi belakang. Ammar menyerah, ia langsung melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota.

Di tengah perjalanan, Ammar sesekali menatap Caca dari kaca spion tengah. Di sana menampilkan sosok istrinya yang terus menatap ke arah jendela. Tatapan Caca juga terlihat sendu.

"Say... aw," belum genap panggilan terlontar, Ammar merasakan sakit di lukanya. Namun Caca tetap tak peduli.

"Sayang?" panggilnya lagi.

Caca masih mengabaikan, mulutnya masih bungkam. Rasa kesal pada Ammar masih menggulung dalam hati. Tapi Caca tetap mengucap syukur, jika saja Ammar tak melakukan adegan nekat, mungkin dirinya akan sangat menderita karena berhasil menikah dengan Samudra.

Beberapa menit kemudian, Ammar menepikan mobilnya di sebuah mal pencakar langit. Melihat itu, seketika Ammar teringat akan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari di nomor 7121. "Kemudian, hari Kiamat tak akan datang sebelum manusia berlomba-lomba meninggikan bangunan." Pria itu kemudian melafalkan istigfar.

"Syafa, tunggu dalam mobil. Jangan kemana-mana. Aku akan membeli pakaian ganti untuk kamu," titah Ammar dengan menahan rasa sakit yang kemudian pergi. Sementara yang diperintah, justru menyalakan ponsel yang sejak tadi ia pegang. Dibukanya aplikasi pencarian, kemudian jari jempolnya mengetik beberapa huruf dengan cepat. Cara mengobati lebam di wajah. Sebenarnya Caca sudah tahu caranya, namun ia gugup. Melihat punggung Ammar saja tak berani.

Setelah duapuluh menit, Ammar datang dengan membawa dua godie bag di tangan kanannya. Pria itu langsung memasuki mobil bagian belakang dan duduk di samping Caca hingga jarak keduanya sangat tipis.

"Syafa?"

Caca masih diam.

"Syafa sayangku, cintaku, milikku, napasku, detak jantungku, hidupku. Udah dong jangan marah ter---aw." Lagi-lagi luka di pipi Ammar terasa sangat sakit. Tangannya dengan sigap merabanya.

Caca yang khawatir, seketika langsung mengeluarkan kotak P3K yang sudah ia sembunyikan di balik gaunnya.

"Sakit banget ya?"

Pria itu hanya mengangguk kecil sembari tetap memegang pipinya.

"Ih kok di kotak P3K nggak ada es batu? Terus aku kompres pipi kamu pakai apa?" tanya Caca dengan kedua tangan yang sibuk mencari sesuatu di kotak kecil berwarna putih itu.

Mendengarnya, Ammar terkekeh ria. Caca sangat lucu dan ia suka. Candaan apa yang diberikannya coba? Istrinya itu ada-ada saja. Sementara Caca yang melihat wajah berseri Ammar, langsung membuang pandangan. Ia tak kuasa menahan malu, hingga pipinya bersemu merah.

"Itu aja Sayang, pakai krim vitamin K. Setahuku itu juga salah satu obat memar. Sengaja aku letakkan itu di kotak P3K karena aku tahu semua ini akan terjadi."

Caca pun mengikuti perintah Ammar. Mengoleskan krim vitamin K pada pipi sang suami. Walau terasa sakit, tapi Ammar menahannya. Usai terobati dengan sempurna, pasangan suami istri baru itu mengganti pakaian dengan yang baru saja dibeli. Ammar keluar dan Caca berganti dalam mobil, begitupun sebaliknya. Tak lupa, Caca juga mengikuti perintah Ammar untuk menghapus riasan tebal di wajahnya. Katanya, pria itu tak rela jika kecantikan sang istri dilihat oleh orang lain. Bahkan Ammar memberinya sebuah peringatan, "... Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu ..." (QS. Al-Ahzaab/33 ayat 33).

Tbc!!


Bandung, 21 November 2020
~Nurul Widyasari~

Pangeran Impian✓Where stories live. Discover now