42. Titipan Allah

77 18 0
                                    

Pukul 17.30, gadis itu terbaring lemah di ruangan 5 x 6 meter. Berbagai alat medis yang entah apa namanya tertata rapi di sekitarnya, sesekali dokter juga kerap menggunakannya. Sudah satu jam lamanya Caca berada dalam ruang operasi tersebut, dimana bayinya harus terpaksa dikeluarkan melalui operasi caesar. Hal ini terjadi akibat Caca mengonsumsi makanan yang mengandung merkuri. Sejujurnya ia tak kelebihan porsi, hanya saja dokter berkata jika bayi dalam kandungan Caca mengeluarkan reaksi berlebihan sehingga perut sang ibu sakit. Kala itu, Ammar langsung menyalahkan dirinya sendiri karena telah memesan hidangan yang salah. Namun, sang abi berhasil meyakinkannya jika semua yang terjadi ini atas kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Sementara di ruang tunggu operasi, suasananya tampak tegang. Ammar mondar-mandir tak tenang sembari memijat dagunya. Di sana juga ada Zulfikar dan Sukma yang duduk dengan mulut komat-kamit menyairkan doa terbaik. Serta, di pojok kanan dekat pintu operasi, Farah diam terpaku dengan sesekali menarik napas panjang.

Netra semua orang teralih pada Ilyas yang baru saja datang.

Kakak laki-laki Caca itu menghampiri Ammar, kemudian memegang kedua pundak sang adik ipar. "Mar, Caca gimana?"

"Caca masih di dalam, Bang," suara Ammar terjeda dengan hembusan napas kasar. "Tapi... sejak tadi perasaan aku nggak enak. Caca akan baik-baik saja kan Bang?"

"Dia pasti akan kembali pada kita. Allah pasti akan mengabulkan doa kita, Bismillah," ucap Ilyas meyakinkan. Sejujurnya ia juga tak tahu kalimat apakah yang pantas keluar dari mulutnya, karena dirinya juga merasa tak tenang.

Semua orang terkesiap tatkala suara tangisan bayi memasuki gendang pendengaran. Beberapa menit kemudian, salah seorang dokter muda yang menangani Caca keluar ruangan. Di belakang, seorang perawat berpakaian pink lengkap dengan jilbabnya mengekor sembari mendorong bayi dalam sebuah kotak transparan. Sekilas Ammar meliriknya, rambutnya sangat hitam dan tebal. Senyuman pun mengukir indah di wajahnya. Ah, ia telah resmi menjadi seorang ayah.

"Dok bagaimana keada-" ujar Ammar menanyakan kondisi Caca, namun terpotong karena ucapan sang dokter. Pasalnya dokter lain yang menangani Caca tetap berada di dalam, lampu di atas pintu operasi juga masih menyala. Rasa tenang yang sudah ia dapatkan tatkala melihat bayinya seketika sirna begitu saja.

"Sus, cepat bawa bayi itu ke ruang NICU!" titah Susi, dokter wanita tersebut pada perawat yang berdiri tak jauh darinya.

Tak butuh gerak lama, perawat langsung berjalan cepat menuju ruangan yang dimaksud. Letaknya tak jauh dari ruang operasi berada karena ia masuk ke dalam ruangan sepuluh meter di depan sana. Sementara itu, dokter tersenyum manis seraya menatap lekat netra Ammar.

"Alhamdulillah putra Bapak lahir dengan selamat dan sehat. Beratnya 2,8 kg dan panjang 30 cm. Hanya saja karena lahir prematur, bayi Bapak harus dirawat intensif di ruangan yang telah kami sediakan. In Syaa Allah, dalam 24 jam keadaannya akan membaik."

"Alhamdulillah..." ujar semua orang di sana, Ammar pun turut berucap hamdalah.

Beberapa saat suasana riuh, Zulfikar dan Sukma berpelukan serta Ilyas dan Farah juga tersenyum lebar. Namun, lelaki itu biasa saja. Bahkan dilihat dari raut wajahnya, ia merasa tak nyaman. Ada segelintir perasaan tak enak di dalam dada. Ammar penasaran akan kabar dari seseorang yang lain di sana, Caca.

Tiba-tiba, seorang perawat keluar ruang operasi dengan terburu. Cairan bening tampak mengalir liar di setiap sudut wajahnya. Melihatnya, orang-orang di depan ruang operasi tampak terkejut.

"Dok, pasien mengalami pendarahan hebat. Dokter Lena juga berkata jika kita akan melakukan operasi lanjutan untuk memperbaiki kandung kemihnya," ujar perawat tersebut.

Pangeran Impian✓Место, где живут истории. Откройте их для себя