8. Fakta yang Terungkap

134 35 7
                                    

Pagi ini, Caca mulai mengikuti agenda rutin pondok pesantren. Ya, kini Caca sedang memasak menu masakan bersama santri wati yang lain. Ia ingin belajar memasak agar suatu hari nanti dirinya dapat menjadi Master Dapur.

Beberapa menit yang lalu Caca sudah memanaskan minyak goreng dan agenda hari ini dirinya akan mencoba membuat masakan yang sangat melegenda di kalangan umat. Dengan tangan yang memegang mangkuk berisikan tahu, ia yakin seratus persen jika hari ini dirinya akan sukses memasak.

“Hati-hati ya Ca... karena tahu mengandung air, jadi kalau dimasukin suka ada cipratan mi---”

“Aww...” belum selesai Yasmin bicara tangan Caca sudah terkena percikan minyak.

“Kamu nggak apa-apa?”

“Untung cipratan airnya kecil, jadi tangan aku nggak apa-apa.”

Setelah tangan kecil Caca yang indah menggerakan roller cat dengan sempurna satu minggu lalu, kini jarinya itu berubah menjadi menggerakan spatula. Inilah suatu kelebihan Caca, dirinya dapat dengan mudah melakukan suatu hal yang baru. Termasuk menulis arab, membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang cukup sempurna dan tentunya berakting.

“Duh Ca... Garamnya habis gimana ya? Bentar lagi mau masak sayur lagi,” ujar Yasmin saat mendapati bumbu dapur pemberi rasa asin ini kosong tak tersisa sedikitpun di wadahnya.

“Kamu gantiin aku sini, biar aku yang beli.” Caca langsung beranjak pergi membawa uang lima ribu pemberian Yasmin.

----

Di waktu yang sama, pemuda berpakaian rapi dengan kemeja hitam polos tergulung hingga siku dan sarung berdominasi warna putih, tak lupa ia mengenakan peci nasional berwarna hitam. Ditambah wajahnya yang tampan, membuat siapapun yang melihatnya menjadi leleh bak lilin yang tengah dinyalakan. Kini kedua kakinya menyeretnya untuk pergi ke sebuah ruangan di dekat perbatasan wilayah santri putra dan santri putri.

“Ada apa Abi?” tanya Ammar saat tiba di tempat yang ditujunya.

“Duduk Mar.”

Pada detik itu juga, Ammar langsung duduk di depan sang abi dengan terhalangi sebuah meja kerja.

“Abi mengetahui sebuah fakta tentang adiknya Ilyas,” mata itu terarah pekat ke arah netra hitam milik Ammar.

“Caca maksud Abi?”

“Siapa lagi jika bukan dia,” ujar Kyai Zul yang kemudian menyatukan kedua telapak tangan dan meletakkannya lima sentimeter di bawah dagu.

“Fakta apa memangnya Bi?” Netra hitam Ammar terbelalak sangat lebar mendengarnya.

“Coba Abi tanya dulu sama kamu.”

“Boleh silahkan Bi.”

“Apa kamu mengetahui masa lalu dia?”

“Ammar sama sekali tak tahu tentang itu,” jawab Ammar jujur.

Dari sejak dirinya masih kecil, memang Ammar tak pernah mengetahui hal-hal penting orang di sekitarnya. Bahkan ada sebagian temannya ada yang mengatakan dirinya sebagai bidadara cuek.

“Saat di Jakarta dia adalah seorang gadis yang nakal. Dia jauh sekali dengan agama karena dalam hidupnya dia selalu melanggar larangan Allah. Kamu tahu Mar? Salah satu hobi dia adalah balapan motor. Dia juga salah satu anggota geng motor dan di geng motor tersebut dirinya memiliki sebuah jabatan yang cukup penting. Kamu tahu apa jabatannya?”

Pangeran Impian✓Where stories live. Discover now