Bab 18 Melawan Ketakutan

154 24 7
                                    

🄼🄴🄼🄿🄴🅁🅂🄴🄼🄱🄰🄷🄺🄰🄽

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

🄼🄴🄼🄿🄴🅁🅂🄴🄼🄱🄰🄷🄺🄰🄽





.















Hita memasuki tempat gym ini. Ia menengok ke kanan dan kiri guna mencari keberadaan Dipta yang ia tak tau tepatnya dimana ia berada.

"Teteh mau ikut membership? " tanya seorang pria sambil melihat penampilan Hita yang membuat ia ragu jika Hita akan ikut ngegym.

"Tidak mas. Saya lagi cari Dipta. Mas kenal tidak ya? " tanya Hita berusaha sopan.

Pria itu berpikir sebentar. Lalu, ia menjentikkan jarinya. "Oh Dipta pelatih gym itu ya? Sekarang kayaknya dia lagi di lantai 2. Teteh bisa langsung kesana aja, "

"Makasih ya mas, " jawab Hita sambil tersenyum. Ia langsung menuju tangga dan menaikinya. Jika bukan karena permintaan ayahnya Dipta, mana mau ia susah - susah mencari keberadaan Dipta seperti ini.

Pandangannya langsung terfokus pada Dipta yang sedang mengelap keringatnya. Beberapa gadis secara terang-terangan mengagumi wajah tampan Dipta yang terlihat dingin seperti tokoh-tokoh pada novel.

"Dipta!! " teriak Hita yang membuat Dipta mendongak dan kaget melihat Hita ada disini. Dipta tau siapa saja membership di tempat gym ini dan Hita tak termasuk di dalamnya.

Beberapa gadis langsung melihat Hita. Mereka baru kali ini melihat ada seorang gadis yang berani meneriaki Dipta seperti itu.

"Teteh siapa ya? Kok berani teriakin Kang Dipta, " kata salah seorang gadis disana.

Hita memutar bola matanya malas. Ia malas harus berdebat dengan gadis itu. Ia perkiraan gadis itu baru saja memasuki usia 20-an awal.

Dipta yang tau bahwa Hita dalam mode malas berdebat memilih langsung menggenggam tangan gadis itu dan pergi yang membuat para gadis berteriak kesal karena pujaan hati mereka telah memiliki gadis spesial.

"Dipta, kamu boleh pulang dulu. Kasian tuh pacarmu dah kesini. Have fun anak muda, " kata pria tadi yang sempat Hita temui.

"Gue ganti baju bentar, " kata Dipta sambil melesat menuju pintu di sebelah mereka.

Tak butuh waktu lama, Dipta kembali dengan kemejanya dan menenteng sebuah tas. "Kang, saya balik dulu ya. " kata Dipta yang langsung di jawab deheman oleh pria itu.

Tangan Dipta menuntun Hita menuju mobilnya yang terparkir rapi di sana. Dipta membukakan pintu untuk Hita dan membiarkan Hita masuk ke dalam, serta menutup pintu itu kembali.

"Ada apa tumben nyamperin? " tanya Dipta begitu masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobilnya.

"Ayah tadi nelpon gue, "

"Ada apa memangnya Ayah telpon? Lo laper gak? Kalau kita mampir makan gimana? " tanya Dipta beruntun.

"Ta dengerin gue, please. " kata Hita sambil menggenggam tangan Dipta yang tentu saja membuat Dipta mengalihkan pandangannya menuju Hita.

"Ada apa Ta? Omong aja yang tadi Ayah omong " kata Dipta.

"Bunda tadi ngamuk dan dia memukul kepalanya ke dinding, Ta. Please, lo temuin Bunda. Bunda kangen sama lo, " mohon Hita pada Dipta.

Dipta menghentakkan tangan gadis itu. Ia tak menyangka bahwa Hita masih bersikeras untuk mendekatkan dirinya pada Bunda, wanita yang sempat ia inginkan kematiannya.

"Lo kalau datang ke gue cuman untuk itu silahkan keluar! " bentak Dipta yang membuat Hita berjengit kaget.

"Ta, dengerin gue. Bunda beneran butuh lo. Butuh eksistensi lo di sampingnya. Butuh support dari lo supaya bunda sembuh, " kata Hita lagi.

"Lo gak tau apa yang gue rasain Ta! Perempuan itu udah bikin hidup gue kayak di neraka! Lo tau gak dia bahkan pernah ngehukum gue tidur di kamar mandi cuman karena nilai gue pas kkm padahal nilai teman-teman angkatan gue bahkan gak sampe 3!!!! Lo gak bakal tau karena nyokap lo pastinya baik banget sama lo gak kayak nyokap gue!!!"

"Gue emang gak tau rasanya gimana jadi lo karena selama ini gue hidup cuman sama mom. Gue cuman tau betapa besarnya sayangnya mom ke gue, "

Dipta menutup matanya dan ada setitik rasa penyesalan di hatinya setelah mendengar perkataan Hita. Ia membenci dirinya sendiri karena dengan mudah mengeluarkan kata-kata tadi. Ia harusnya sadar bahwa baik dirinya maupun Hita sama-sama memiliki kehidupan kelam yang tak bisa disembuhkan dengan cepat.

"Maaf Ta. Kata-kata gue kelewatan. Gue harusnya sadar kalau kata-kata gue tadi gak pantas buat diucapin, " kata Dipta sambil langsung menarik Hita menuju ke dalam pelukannya.

"Let's Go ke tempat Bunda! " lanjut Dipta yang langsung dibalas tatapan tak percaya dari Hita.

"Gue ngelakuin ini demi Ayah sama lo, " jawab Dipta sambil mencubit hidung Hita yang dibalas tabokan oleh Hita.

"Ntar kalau hidung gue makin mendelep. Salah lo ya! "

.
























.

"Ta, gue yakin lo bisa ngelawan ketakutan lo ini. Gue janji bakal ada di samping lo terus, " kata Hita sambil mengelus tangan Dipta yang masih di stir mobil. Kebetulan mereka telah sampai di tempat parkir di rumah sakit.

Dipta hanya mengangguk dan memutuskan keluar dari mobil setelah mereka berdua tetap diam duduk di mobil selama 15 menit. Ia harus melawan ketakutannya seperti ucapan Hita. Bukankah semua orang memiliki kesempatan kedua?

Hita yang menyadari tubuh Dipta agak gemetaran memilih langsung menggandeng tangan itu dan menyalurkan kenyamanan lewat tautan tangan mereka. "Ayo masuk, " ajak Hita untuk kesekian kalinya.

Mereka berdua masuk dan sesekali menyapa para dokter. Beberapa dokter dan perawat langsung mengenali Hita karena Hita cukup sering kemari. Bisa dibilang selama 2 bulan ini, mengunjungi bunda menjadi salah satu rutinitasnya.

"Lo udah sering kesini ya? " tanya Dipta.

"Iya karena gue sering kangen mom dan gue gak tega buat sering video call karena mom bakal minta maaf terus atas apa yang gue alamin selama ini. Padahal ini semua salah dad yang ngebuat gue yang selama ini hidup bertiga sama mom dan adek cewek gue. Gue gak pernah menyesal hidup kayak gini karena kalau hidup gue gak kayak gini gak pernah ada yang namanya Hita yang sekarang, "

Dipta menoleh pada wajah Hita. Hanya ada ketenangan tanpa dendam. Mungkin Hita sudah lelah memikirkan dendam karena pada dasarnya dendam hanya memberikan efek buruk bagi hati, pikiran, dan tubuhnya.

Mereka berdua melewati beberapa lorong agar sampai di sebuah kamar rawat yang terlihat ramai. Beberapa perawat silih berganti masuk sambil membawa perban.

Hita yang memilih masuk duluan dengan tetap menggandeng Dipta di belakangnya. Terlihat para perawat yang masih memakaikan perban pada bunda, tapi sayangnya setelah selesai bunda malah menarik perban itu lagi hingga darah kembali menetes.

"Bun, jangan ditarik gitu lagi. Lihat siapa yang datang... " kata Ayah saat sadar Hita dan Dipta datang.

Bunda menoleh ke arah pintu dan melihat ada Dipta di belakang Hita. Langsung saja ia turun dari ranjang dan berlari ke arah Dipta. Tangannya yang halus menarik sang anak menuju pelukannya yang erat.

Dipta tak bisa mengekspresikan keadaannya saat ini. Tubuhnya hanya kaku hingga tak bisa membalas pelukan itu, tapi yang ia sadari ada kehangatan yang sudah lama ia rindukan kembali lagi. Perlahan tangannya membalas pelukan hangat itu. Aku rindu padamu, Bunda.

TBC

Kira-kira Hita bakal memilih Dipta atau Yahya atau Pak Tegar??

Sweet Pain Onde histórias criam vida. Descubra agora