Bab 49 Pengakuan

128 14 8
                                    

"Pak Boss menurut pak boss lebih baik kita buka lowongan bartender lagi atau aku hubungin bartender yang kemaren cabut? "

Hasna menatap boss nya lelah. Sudah setengah jam ia berbicara hingga berbusa-busa tapi tak ada balasan sedikit pun dari Dipta. "Pak boss!! " jerit Hasna lebih kencang.

"Hita? Iya, ada apa Ta? "

Tangan Dipta langsung refleks memukul mulutnya yang begitu licin. Sudah terhitung 3 bulan, ia tak pernah bertemu dengan Hita lagi. Ia pikir, sangat mudah untuk melupakan gadis itu. Namun, kenyataannya sangatlah sulit. Dimanapun ia berada pasti ada bayangan Hita disana.

''Pak Boss kenapa enggak nyoba gitu ketemuan sama bu boss Hita. Terus berbicara segala hal yang belum kelar gitu," usul Hasna.

"Memangnya dia mau bertemu denganku? Bahkan saat grup chat kami sedang ribut dia menjadi silent reader,"

"Coba saja bertemu. Siapa tau dia mau? Jangan menyerah sebelum mencoba,"

.





























.

"Memiliki perasaan tidaklah sebuah kelemahan, Hita. "

Hita menoleh pada sang papa yang sedang duduk di hadapannya. Ia sudah lelah atas pekerjaannya seharian ini dan sang papa malah mengajaknya berbicaralah di ruangannya.

"Ya, aku tau. " jawab Hita.

"Coba masuk ke dalam hatimu dan tanyakan padanya. Siapa yang kau tunggu sebenarnya? "

"Maksud papa apa? " tanya Hita kebingungan.

"Papa hanya ingin terbaik untuk ketiga anak papa. Papa juga ingin melihatmu bahagia dengan pasanganmu besok seperti Yahya dan Megan, "

Hita terdiam. Selama ini ia hanya bercerita pada sang dad mengenai keengganannya untuk menjalin hubungan.

"Jangan karena orang tua kandungmu gagal membangun rumah tangganya, kau jadi seperti ini. Papa dengar dari dad bahwa kau memilih melajang seumur hidup, "

Nafas Hita tercekat saat mendengarnya. Ia tak habis pikir kenapa dad malah bercerita tentang hal itu pada papa. "Apakah aku salah memilih jalan itu? " tanya balik Hita.

"Tidak pernah salah. Tapi, apa kamu kuat berdiri di kaki sendiri terlalu lama? Kamu juga butuh sandaran. Tidak selamanya kamu bisa mengatasi semuanya sendiri, "

Hita mengepalkan tangannya. "Aku yakin aku sanggup. Buktinya aku bisa melakukan segalanya sendirian," jawab Hita yakin.

Adam menggelengkan kepalanya pada Hita. Ia sangat tau dengan sikap Hita yang satu ini, sikap keras kepala dan ambisiusnya yang sialnya mirip sekali dengan Indra. Kedua sikap Hita ini mengantarkan Hita tumbuh menjadi perempuan modern yang mandiri. Segala hal dapat ia lakukan dengan mudah sehingga ia terlihat angkuh bagi siapapun yang melihatnya.

"Keputusanmu itu hanya dipicu oleh semua ketakutanmu saja kan? " tanya Adam.

"Aku tak bisa mengatakan tidak. Benar, aku seperti ini karena rasa takutku. Aku dulu berpikir harus memiliki jabatan dan gaji yang tinggi agar tak ada satu pun pria yang berani menginjak-injakku dan juga agar pria yang mendekatiku berpikir dua kali. Aku tak ingin dicampakkan oleh siapapun itu. Harga diri ku terlalu mahal untuk itu, "

Sweet Pain Where stories live. Discover now