Special Chapter : Melamar

128 13 3
                                    

"Menurut kalian, gue harus gimana?" tanya Dipta pada kelima orang yang ada di hadapannya. Saat ini Dipta, Yahya, Jericho, Chandra, Tonny, dan Reno sedang berkumpul di sebuah cafe milik Dipta yang kebetulan bertempat tidak jauh dari Perumahan Neo Culture Technology.

"Gimana - gimana apanya maksud lo?" tanya Yahya balik sembari meminum kopi hitam miliknya.

"Ya cara gue ngelamar Hita lah, Ya. Gue mau gitu serius sama dia," jawab Dipta.

"Akhirnya lo gak ngegantungin sahabat gue lagi. Kalau gue enggak inget lo itu kesayangan Hita udah gue mutilasi lo dari lama karena gak cepet-cepet seriusin dia," ucap Tonny sambil memotong kue dengan pisau dan tetap menatap mata Dipta yang tentu saja membuat Dipta bergidik ngeri karena Dipta membayangkan jika Tonny benar-benar memutilasinya dan membuang potongan tubuhnya di sungai Ciliwung.

Bahkan Yahya sampai tersedak sesaat mendengar ucapan Tonny yang terdengar begitu menyeramkan. Ia yang notabene adalah adik dari Hita walaupun hanya tiri saja memilih hanya akan mengamati atas hubungan Dipta dan Hita ke depan. Jika memang Dipta mengkhianati Hita, kemungkinan ia akan langsung menceburkan Dipta ke dalam kawah Merapi.

"Menurut gue langsung bilang aja sih soalnya kalian udah terlalu tua buat uwu-uwuan," usul Chandra mengingat bahwa tahun depan mereka semua sudah berusia 31 tahun.

Dipta yang mendengar usulan Chandra mengangguk saja karena memang benar apa yang diucapkan Chandra. Sudah terlalu tua jika ia membuat acara lamarannya penuh keuwuan khas anak muda.

"Kalau gue ya, langsung bawa keluarga lo ke hadapan keluarga gue dan ngelamar aja kayak orang pada umumnya," usul Yahya. Ia berbicara seperti itu agar Dipta segera melamar Hita dan membuat dirinya tak semakin merasa bersalah karena melangkahi Hita begitu saja.

"Atau lamar dia pake lagu aja. Secara lo sama Hita pernah saling ngungkapin perasaan pake lagu," usul Jericho sesaat dirinya teringat pada cerita Dipta mengenai Hita yang menyatakan perasaannya belum lama ini.

Dipta yang mendengar berbagai usul temannya langsung mengacak-acak rambutnya kesal. Ia bingung dan pusing memikirkan cara untuk melamar Hita. Ia ingin acara melamarnya ini dapat berbekas indah di memorinya dan Hita.

Dipta meminum teh bobanya dengan cepat. Boba-boba yang pecah di dalam mulutnya mengingatkannya pada cerita Hita beberapa tahun yang lalu. Saat itu Hita masih di Boston dan dirinya ada di Bandung.

"Apa kabar Hita?" sapa Dipta saat panggilan telponnya diangkat oleh Hita.

"Ehmmm baik. Kamu apa kabar?"

"Aku baik kok. Tau gak sih capek revisian skripsi terus huhuhuhu pengen nikah aja. Ta, ayo nikah" adu Dipta yang membuat Hita tertawa lepas.

"Hayuk deh kita nikah asalkan kamu selesaiin dulu skripsi kamu. Skripsi aja belum selesai sok-sokan ajak nikah aku. Kamu mau digiling ayah karena ini?"

Dipta mengerucutkan bibirnya kesal. "Aku kan mau nikah sama kamu, bukan sama yang lain taukkkk."

"Iya iya kita nikah besok kalau udah waktunya. By the way, kemaren aku bantu dosenku ngelamar pacarnya. Keren tau lamarannya. Dosenku ngelamar di tempat mereka pertama kali kencan,"

"Memangnya tempatnya dimana?" tanya Dipta penasaran.

"Di SMA mereka dulu. Jadi dosenku ini minta bantuan para guru sama siswa disana gitu. Pokoknya romantis banget. Aku mau kayak gitu juga soalnya kan dulu Husain tuh ngelamar aku gak ada romantis-romantisnya,"

Wajah Dipta menjadi kesal setelah mendengar nama Husain. Jujur, ia tidak suka mendengar ataupun melihat wajah mantan calon suami Hita itu. Dia masih terlihat sangat menyukai Hita dan mungkin saja akan merebut Hita dari genggamannya jika ia lengah.

Sweet Pain Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin