Chapter 11

61 5 0
                                    

Matahari sudah menunjukkan sinarnya. Namun, gadis di dalam kamar yang bernuansa serba pastel ini masih bergelung manja di selimutnya. Pintu kamarnya su-dah sangat berisik, ketukan demi ketukan terus saja mengganggu tidur gadis itu.

"Nanta bangun, heh?! Kebo banget jadi manusia!!! Nanta!! Cepetan bangun! Katanya mau jogging! Tapi lonya masih tidur kayak gini." Ketukan itu sudah berubah menjadi gedoran-gedoran yang tidak sabaran.

Gadis itu menguap lalu merenggangkan tubuhnya, berjalan untuk membuka tirai putih dan dengan santainya ia berjalan ke arah pintu yang tidak tenang itu. Mengusap pelan kedua matanya lalu membuka pintu yang sudah ada Devan dengan wajah garangnya. Ananta menyingkir membiarkan Devan masuk ke dalam kamarnya lalu mengikuti cowok itu yang sudah duduk di sofa yang berada di kamar-nya.

"Masih pagi, Van. Lo ngapain, pagi-pagi ke rumah gue?" tanya Ananta sambil menduduki sofa yang berseberangan dengan Devan.

"Gilak ya lo? Lo yang semalem ngajakin gue jogging pagi ini. inget nggak lo ngirim pesan ke gue 'Helo Devan sayang, besok temenin gue yang jelek ini jogging ya. Devan ganteng banget deh.' Inget nggak?"

Ananta membelalakan matanya, "Mana ada ya gue ngirim pesan alay bin len-jeh kayak gitu. Bisa-bisanya ya lo!?!?"

Devan terkekeh ia bangkit dan berjalan keluar kamar, "Buruan mandi, gue tunggu di bawah buat sarapan," ucap Devan sebelum menutup pintu kamar Ananta.

Ananta menghela napas dan dengan malas ia berjalan menuju kamar mandi dengan gontai. Paginya rusak seketika karena Devan yang tiba-tiba datang tanpa ada janji terlebih dahulu. Padahal hari minggu ini Ananta sudah merencanakan untuk bangun siang dan hanya menonton drama korea atau film barat. Devan memang manusia paling ngeselin di dunia.

"ANANTA CEPATT!!! NANTI KEBURU RAME YANG JOGINGNYA!!!" teriakan Devan dari luar kamar membuat Annata mendengus sebal.

"Pergi saja sendiri! Merepotkan sekali!" Ananta menghentakan kakinya kesal lalu masuk ke dalam kamar mandi.

*

Devan menghela npas ketika melihat Ananta yang sibuk berkutat dengan ponselnya. Menopang dagunya, menatap Ananta dengan lekat, "Lo nggak bosen tiap hari nonton kayak gituan? Gue aja bosen liat lo nonton itu tiap hari."

Ananta mendongak lalu menggeleng, "Nggaklah, malah semangat gue buat ngejalannin hari-hari gue yang makin banyak masalah. Gue pengen nikah sama mereka kalau bisa."

Pletak!

Ananta mengaduh dan memegang dahinya, "Lo gila ya Dev?"

Devan hanya menghendikan bahunya, "Lo kali!"

"Lagian lo tuh nggak ada sopan-sopannya ya sama orang yang lebih tua!! Panggil gue Kakak kek atau Abang kek."

"Iya-iya Kakak Devan. Puas? Jijik tau nggak, sih?" cibir Ananta.

Devan menggeram gemas, "Anak ini, ya!!" ucapnya sambil mengacak rambut Ananta gemas.

"Devan!!"

Devan tertawa dan menyederkan tubuhnya ke kursi, "Ta? Lo tau nggak sih? Kalau kebanyakan menghalu nggak baik? Bisa ngerusak mental lo?"

Ananta mengerutkan keningnya bingung, "Siapa yang halu sih, Dev?"

"Lo lah!" ucap Devan dengan menaikan matanya menunjuk Ananta.

Ananta memukul Devan yang duduk di depannya dengan geram, "Maksud lo itu gue halu sama dia?" tanya Ananta sambil menunjukkan foto salah satu pria tampan yang ada di ponselnya.

Devan mengangguk dengan dua tangan yang dilipat di dada.

"Emang kenapa? Nggak boleh? Nggak ada larangan juga gue mau halu sama siapa aja?! Lagian juga ya, gue haluin dia tuh masih normal namnya. Dia ganteng, mapan, suami-able banget, trus juga ya dia tuh cocok banget kalau gue jadiin suami di masa dep-hftttf."

Ananta memelototkan matanya menatap Devan yang sudah menyumpal mulutnya dengan roti panggang pesanannya. Devan memang manusia paling menyebalkan di dunia ini.

"Lo itu apaan sih, Dev?!?!" Ananta menatap Devan nyalang.

Yang ditatap hanya menghendikkan bahunya tak peduli dan kembali menyderkan tubuhnya ke kursi, "Berisik, Ta. Lo diliatin tuh, nggak usah bikin malu gue. Nanti disangka gue abis perkosa lo atau yang lebih parah gue disangka bawa orang yang udah nggak waras atau yang lebih parah nih ya Ta, lo mau tau?" Devan memajukkan tubuhnya ke arah Ananta dan menopang dagu menatap Ananta yang sudah fokus dan mengangguk.

"Nanti gue disangka pacaran sama orang gila kalau lo berisik terus."

Ananta menatap Devan tajam, mau-maunya dia dibodohi Devan seperti ini. ia melempar botol minum ke arah Devan, "Lo mau mati?"

Devan tertawa melihat tingkah laku Ananta yang menurutnya menggemaskan itu. Bagaimana bisa ia penasaran di tengah marah-marah sama Devan karena mema-sukan roti ke dalam mulutnya? Ananta memang benar-benar cewek terpolos yang pernah ia temui.

Ananta malas dengan Devan, ia berjanji kepada dirinya sendri bahwa ia sedang marah dengan Devan dan tak akan pernah memaafkan cowok di depannya itu. Devan mengangkat alisnya ketika melihat Ananta yang makan dengan cepat dan sangat banyak. Ia melihat jam sport yang melingkar di lengannya.

"Ayo pulang, gue abis ini mau latihan basket, lo mau ikut nggak? Di sana banyak cowok-cowok ganteng kalau lo mau tau. Siapa tahu bisa nyembuhin isi otak lo yang penuh sama oppa-oppa Korea lo itu."

"Nggak! Makasih! Mending gue nonton drama gue aja yang belum selesai." Ananta bangkit meninggalkan Devan yang tergelak karena cowok itu tahu bahwa Ananata marah kepadanya.

Devan mengantar Ananta sampai ke depan rumahnya. Devan menatap Ananta yang hanya diam selama perjalanan tadi dan kini gadis itu keluar dari mobilnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia tahu Ananta masih marah kepadanya, tapi Devan juga tahu gadis itu tidak bisa marah dengannya dalam jangka waktu yang cukup lama. Ddevan tersenyum mengklakson mobilnya sebelum pergi meninggalkan pelataran rumah Ananta.

Ananta Killaputri [END]Where stories live. Discover now