Chapter 5

91 6 1
                                    

Sore ini Ananta kembali pergi ke kedai kopi Semesta. Kedai itu merupakan salah satu kedai favorit-nya di Jakarta. Ananta juga sudah kenal dengan pelayan yang ada di sana. Dan Ananta heran ketika laki-laki itu duduk di hadapannya dengan baju barista di kedai itu. Ananta pikir, ia salah satu barista baru di kedai itu.

Sore ini, Ananta berniat untuk menunggu pesan balasan atas jurnalnya. Sudah sejak seminggu yang lalu, dan sore ini akan segera diumumkan siapa saja jurnal yang diterima oleh Universitas itu. Universitas itu ialah salah satu univerdsitas bergensi di Eropa. Dan Ananta sangat berharap bisa pergi dan bersekolah di salah satu negara bagian benua Eropa.

Ananta memang tidak berharap akan menang, harapannya sangat kecil sekali karena yang mengikuti untuk membuat jurnal ini tidak hanya Indonesia, tapi seluruh dunia. Walau Ananta baru kelas sebelas, namun semangatnya untuk mendapatkan beasiswa sudah ada sejak kecil.

Ananta meminum kopi hitam kesukaannya dengan perlahan sembari melihat keadaan di kedai kopi yang tampak ramai pada sore hari ini. Ananta melihat ke arah pintu masuk yang berdenting dan ia heran kenapa laki-laki itu kembali lagi. Ananta mengalihkan perhatiannya dari laki-laki yang sedang memakai apron barista dan langsung membuat kopi untuk pelanggan.

Ananta bingung kemana perginya Andra sahabatnya itu. Cukup lumayan lama menjadi pelanggan setia kedai itu membuat Ananta memiliki sahabat baru bernama Andra yang bekerja sebagai barista di kedai itu. Andra adalah laki-laki yang baik dan cukup asik untuk di ajak mengobrol. Ananta menyukai Andra dan ia sudah menganggap Andra sebagai Kakak laki-lakinya.

Secara fisik Ananta mengakui bahwa Andra adalah laki-laki yang banyak diidam-idamkan perempuan diluaran sana. Namun, ia sudah menganggap Andra sebagai Kakak laki-laki yang bisa melindunginya. Itu kedengaran cukup baik daripada mereka menjadi sepasang kekasih.

Tringg

Ananta kembali lagi dengan laptop di depannya yang menampilkan e-mail yang berisi balasan tentang jurnalnya. Ananta membaca dengan perlahan dan ia menarik napas ketika membaca satu kata yang menentukan keberhasilannya. Ananta memekik kegirangan tanpa memerhatikan tempat.

"Hmmpttt"

"Berisik, Cinta. Nggak liat sekarang kamu lagi dimana?"

Ananta melepas tangan yang membekap mulutnya dan berbalik ke arah laki-laki itu dan langsung memeluknya, "Andraaaaaa"

"Weitsss, weitsss, weitss, ada apa nih? Kayaknya seneng banget."

Andra melepas pelukan Ananta dan mengajak duduk di sofa karena Andra yakin mereka sudah menjadi pusat perhatian kedai. Ananta duduk menghadap ke arah Andra yang menggulung lengan kemejanya sebatas siku.

"Iya dong," Ananta membalikkan laptopnya ke arah Andra. "Coba kamu baca."

Andra membaca dengan seksama dan ia menatap Ananta dengan raut tidak percaya, "Ini serius?"

Ananta mengangguk.

Andra mengusap kepala Ananta, "Bangga banget gue punya adik macam lo ini."

Ananta tersenyum dan menyombongkan dirinya, "Harus! Devan sama kamu, kan, beruntung banget dapetin aku."

Andra terkekeh dan mengalihkan perhatiannya pada Aksara yang kini sedang membuatkan kopi untuk para pelanggan, "Lo mau gue kenalin sama cowo itu nggak?" Andra menatap Ananta dan Aksara bergantian.

Ananta mengikuti arah pandang Andra yang sedang menatap cowok bis itu. Ananta kembali mengalihkan perhatiannya kepada Andra dan mentap penasaran, "Dia anak baru?"

Andra tersenyum, "Kenapa? Lo penasaran amat."

Ananta mendengus dan membereskan semua barang-barangnya ke dalam tas. Hal itu membuat Andra mengangkat alisnya, "Mau kemana? Nggak mau kenalan dulu sama Aksara? Ganteng lho! Lumayan buat gandengan pas prom night, daripada dating sendiri, kan, ketahuan banget jomblonya, ahaha" ucap Andra dengan tawa yang kembali membuat mereka menjadi pusat perhatian.

Ananta mendengus, "Nggak perlu! Cowok-cowok yang lebih ganteng dari kamu, devan sama si barista baru itu banyak dan udah pada ngantri buat jadi cowok gue."

Andra kembali tertawa dan menatap Ananta dengan pandangan jahil, "Serius?" ucap Andra, "kok, masih jomblo aja sih? Jangan-jangan, lo nggak suka sama cowok, ya?" lanjut Andra dengan tatapan seakan-akan takut kepada Ananta.

Ananta dengan refleks memukul bahu Andra berulang kali, "Aku masih normal ya! Asalan aja kalau ngomong!" ucap Ananta dengan kesal, lalu ia membenarkan kembali tasnya dan membawa laptop yang ada di tangganya meninggalkan Andra yang masih tertawa.

"Awas, nanti kebayang-bayang aja lho," teriak Andra yang diacuhkan oleh Ananta.

Andra bangkit dari duduknya, membersihkan meja yang ditempati Ananta, lalu kembali ke belakang. 

Ananta Killaputri [END]Where stories live. Discover now