Chapter 40

24 3 0
                                    

Ryeon sedang memasak ramyeon ketika Killa baru saja turun dengan baju tidur yang kebesaran. "Kau sudah bangun?"

Jam baru saja menunjukkan pukul empat pagi dan Ryeon sudah sangat lapar karena ia belum makan apapun sejak kemarin karena pekerjaannya. Ryeon menyajikan satu mangkuk ramyeon dengan irisan sosis di atasnya di depan Killa yang baru saja duduk di meja makan.

Killa menatap Ryeon, "Buat aku?" tanya Killa sambil memijit lehernya.

Ryeon mengangguk dan tersenyum tipis, "Tentu saja, aku tidak pernah memasak ramyeon untuk wanita yang tidur bersamaku."

Killa mengabaikan Ryeon dan mengambil sumpit lalu memakan ramyeon buatan Ryeon. Ia akui ramyeon buatan pria itu adalah ramyeon terenak yang pernah ia makan. Ryeon kembali memasak ramyeon untuk dirinya sendiri—ia sudah sangat lapar saat ini.

"Apa semua orang korea pandai membuat ramyeon?" tanya Killa sambil menyeruput ranyeonnya dan menatap Ryeon yang tengah kembali memasak.

"Mungkin, DNA membuat ramyeon sudah menurun dari nenek moyang kami."

Killa mengangguk-anggukan kepalanya dan kembali menyereput kuahnya. Ryeon menggelengkan kepalanya ketika melihat tingkah Killa.

"Kamu yakin mau ikut aku ke Korea? Aku tidak keberatan ketika kamu ingin berada di Jerman untuk beberapa bulan ke depan. Atau kamu ingin berhenti dari penelitian ini? aku juga tidak keberatan. Aku sudah mendengar semuanya dari Satria."

Killa menatap Ryeon dan menunjuk pria itu mengunakan sumpitnya sambil menunggu semua mie yang ia sedang kunyah dengah benar tertelan.

"Kau!" Ryeon mengangkat sebelah alisnya, "sebenanya apa yang ada di otakmu yang cerdas itu?"

"Kamu."

Ryeon menyeruput kembali mienya dan mengabaikan tatapan tajam yang diberikan Killa kepadanya. Setidaknya Killa dapat menghibur pikirannya yang sedang banyak pikiran. Sepertinya mempunyai otak cerdas pun tidak semenyenangkan yang dibayangkan—bagaimana bisa ia tidak bisa tidur hanya memikirkan sebuah kasus yang belum terbukti kebenarannya—itu sangat memusingkan.

"Kiara akan berangkat sesuai dengan rencana awal kita dan ia bisa langsung mengajar di sekolah milik keluargaku. Sedangkan, Lisha akan berangkat satu bulan setelah kita berangkat—ia harus mengurus pendaftaran kuliahnya sendiri—karena aku bukan Harziq yang akan memanjakannya. Tante Risa dan Om Alden juga menyetujuinya. Aku hanya menyarankan dia untuk masuk pada saat musim semi nanti. Tahun besok bukanlah tahun yang buruk untuk memulai semuanya."

Killa mendengarkan dengan seksama penjelasan dari Ryeon. Terkadang Killa ingin sekali saja mengetahui apa yang sebenarnya sedang dipikirkan pria itu. Bagimana tidak? Ia bisa menjadi menyebalkan sekaligus mengangumkan.

...

...

"Bagaimana kalau seluruh pemikiran aku salah? Perkiraan aku tidak mungkin selalu benar seperti kata Harziq. Aku hanya takut, Na."

Killa mendongakan kepalanya dari ponselnya yang tengah menampilkan artikel tentang rencana pembuatan mesin yang bisa mengahapus ingatan burukmu. Ia menatap Ryeon yan tengah mengaduk-ngaduk mienya.

"Makan, Yeon, kita nggak tahu apa yang Tuhan rencanakan. Perkiraan cuaca saja terkadang salah dan tidak benar—begitupun dengan punyamu." Killa mengusap tangan Ryeon dengan lembut.

"Kamu kenapa tidak menjadi istriku saja, Na? tawaranku tidak pernah berubah, bagaimana?" Ryeon menatap Killa dengan tatapan nakal dan memegang kedua tangan perempuan itu.

"Lee Nam Ryeon!"

Ryeon terkekeh, "Apa? Kamu selalu memanggil nama asliku ketika kamu sedang kesal, Na. kenapa kamu nggak mau manggil aku Alex?"

Ananta Killaputri [END]Where stories live. Discover now