26 | COUSIN

40 20 0
                                    

Dengan bantuan Dice, semuanya melesat pergi ke rumah sakit saat itu juga. Cukup mengenaskan bagi Soobin, karena pemuda itu sudah melewati satu malam dengan seragam yang kini sudah berdarah-darah.

Hanya bisa terdiam saat lagi-lagi jadi pihak yang disalahkan orang tua Soobin atas hilangnya putra mereka.

“Kenapa Soobin kami bisa bergaul dengan para bangsawan seperti kalian ini, uh!”

“Situasinya bahaya, satu orang sedang mengincar bangsawan generasi kami untuk eksperimen berbahaya,” tukas Yeonjun dengan segala kewibawaannya, meski ia tetap menunduk sopan. Ia jelas kenal keluarga Choi yang kerap kali ikut serta pada jamuan makan malam keluarga kasta Choi itu.

“Tetap saja, membuat Soobin terlibat artinya dia tidak aman bergaul dengan kalian.”

“Maaf, Tante. Tapi kami sudah berusaha semampu kami menolongnya,” jawab Yeonjun lagi, tanpa gentar.

Ibu Soobin hanya bisa menghela napas setelahnya, “Sekarang pergi! Aku tidak sudi melihat kalian lagi! Dan kau Choi Yeonjun. Aku kira kau benar-benar kebanggaannya keluarga utama Choi, ternyata kau seburuk ini.” Wanita itu berdecih singkat sebelum membalik badan dan masuk ke kamar rawat Soobin seenak jidat.

Padahal yang ada dalam bayangan mereka adalah para orang tua yang akan menjabat tangan mereka dengan tulus dan mengucap terimakasih dari hati terdalam karna sudah berusaha membawa kembali anak mereka. Ini malah sebaliknya!

Mereka jadi merasa sia-sia.

Yeonjun tetap menunduk lesu saat mulai menoleh kepada ketiga junior-nya itu. “Ya sudah, sekarang kita menjenguk Taehyun saja, bagaimana?”

“Kalau orang tuanya membentak kita seperti tadi bagaimana?” tanya Beomgyu dengan polosnya.

Yeonjun menghela napas untuk mengelus kepala belakang Beomgyu singkat. “Kan ada aku. Masalah itu bisa kuurus.”

+x+

“PERGI! AKU BILANG, PERGI!!!”

“Hey, kau tidak bisa berteriak begitu di rumah sakit begini. Usir saja dia selayaknya dan tenanglah,” ujar ayah Taehyun, menahan istrinya untuk emosi lebih parah lagi.

Seulgi di depannya sudah menangis sesenggukan. Lagi-lagi buket bunganya tak tersampaikan dengan layak. “Ibu... Hanya sebentar. Ibu bahkan bisa menghitung lama waktu—”

“Sudah kubilang aku tidak akan sudi kalau kau menemui Taehyun lagi! Kau bukan kakaknya! Kakak mana yang tega berniat membunuh adiknya, uh!”

“Aku tidak pernah sekalipun berniat membunuh Taehyun, Bu!” sahut Seulgi, air mata terus merembes. “Aku hanya ingin melihatnya...”

“Tidak! Sekali kubilang tidak maka tidak akan pernah! Pergilah!” Wanita itu mendorong kasar anak gadisnya sendiri sampai nyaris terjungkal ke belakang.

Masuk dengan kesal dan menutup pintu kamar rawat itu.

Seulgi kemudian melangkah gontai pada kursi ruang tunggu di koridor sana. Terduduk dengan pasrah, dan tidak memedulikan lagi air mata yang mengalir makin deras. “Taehyun adikku... Aku hanya merindukan dia... Apakah itu salah?” gumamnya. Serupa kehilangan semangat hidup.

Taehyun satu-satunya sosok yang percaya dan memihak kepadanya. Tanpa Taehyun, aku hampa. Aku bukan apa-apa. “Ah, apa aku mati saja, ya?” Ya, gadis itu memang berniat demikian setidaknya setelah dia berhasil memberikan buket bunga dan sepucuk surat kasih sayang terakhir untuk adik kesayanganya. Ia mau mengakhiri hidupnya yang menyedihkan itu.

Tak berapa lama, sampai empat anak berseragam sekolah memasuki area lorong itu.

“Oh, wanita itu siapa?” Verena bertanya saat maniknya menangkap perempuan yang terduduk di depan kamar rawat Taehyun. “Manik biru. Dia bangsawan?” Verena melebarkan matanya lagi.

“Kakaknya Taehyun-ie?” timpal Kai.

Beomgyu menggeleng, “Taehyun tidak pernah cerita dia punya Noona tuh.”

“Bukannya dia itu manusia kutub, ya? Cerita-cerita bukanlah gayanya,” ucap Kai lagi.

Beomgyu langsung memukul bahunya, “Yak! Tapi setidaknya aku dengannya sudah dekat dan akrab sejak kelas satu. Paling tidak harusnya aku memahami tentang keluarganya.”

Sampailah mereka di depan sana.

Seperti biasa, Yeonjun yang mulai mengangkat suara pada wanita disana. “Ehm, permisi, Noona. Kami teman-temannya Taehyun-ie, kalau boleh tau, apakah Noona ada hubungannya dengan pasien di kamar ini?” Agak takut sebenarnya karna mereka jelas tau perempuan itu tengah menangis pilu.

“Kalian.. teman-temannya Taehyun-ie? Temannya adikku? Kalian mau menjenguknya?” Seulgi langsung tegak, menghapus cepat air mata di pipinya, menyodorkan buket bunga di tangannya ke Yeonjun. “Aku Noonanya... Hum, maksudku, temannya Taehyun juga, aku mau memberikan bunga ini untuknya tapi aku tidak bisa. Bisa kalian menolongku untuk menyampaikan ini padanya? Aku Seulgi. Kang Seulgi.” Seulgi berucap cepat, nyaris tidak jelas.

Yeonjun langsung menggeleng lemah, “Maaf, Noona. Kami pun tidak tahu bisa masuk atau tidak. Ketahuilah, penyebab Taehyun bisa berakhir begini... Itu karena kami.”

Seulgi terdiam sesaat. Pegangannya melemas, “Apa yang terjadi?”

“Ceritanya panjang.”

Tak lama sampai ayah Taehyun keluar dari kamar sana, niatnya mau mengurus administrasi pengobatan Taehyun. “Kalian ... Mata biru? Kalian semua bangsawan? Teman Taehyun-ie?” tanya pria itu cukup santai ketimbang istrinya.

Ah, itu benar, Om. Apakah kami bisa masuk menjenguk Taehyun?” tanya Beomgyu langsung tanpa babibu lagi.

Ayah Taehyun menggeleng kecewa, “Maaf sekali, tapi tampaknya tidak bisa. Istriku emosinya tinggi sekali dan sejak awal bilang dia tidak mau melihat kalian karena apa yang telah menimpa anak kami.”

Kai menimpali, “Dan apakah om tidak marah juga?”

Ah, kalau aku lebih menyadari kenyataan dan suka melupakan apa yang sudah berlalu.” Pria itu lalu menoleh pada perempuan paling dewasa di antara para bocah itu. “Dan kau Kang Seulgi, sebaiknya kau cepat pulang sebelum ibumu keluar dan membentakmu seperti kesetanan lagi.”

“Itu artinya ayah memaafkanku juga?”

Tak langsung menjawab, pria itu hanya membalas dengan suara lebih pelan. “Aku bilang, pulanglah ke rumahmu.”

“Ayah! Ayah! Setidaknya sampaikan bungaku ke Taehyun!” Perempuan itu menyusul panik saat pria yang dia panggil ayah itu sudah berjalan menjauh.

“Pergilah, Seulgi-ya! Dan kalian para bocah, pulanglah. Kalian tak akan bisa masuk, percayalah padaku!” Peringat ayah Taehyun lagi, lalu melesat pergi.

Mereka semua langsung melemaskan bahu.

“Kita pulang sekarang.” Yeonjun memimpin jalan, tak menerima penolakan. Baginya, usaha sia-sia untuk kedua kalinya hari ini.

Kai, Beomgyu dan Verena memang ingin menyusul tanpa bantahan. Sebelum tangan Verena ditahan seseorang dari belakangnya.

Pria surai merah, manik biru serta senyuman kotak yang menawan.

“Hai. Masih ingat aku?”

Itu jelas-jelas suara kakak sepupunya pada kasta bangsawan Kim yang paling ia kenal.

“Tae—taehyung Oppa?”

Taehyung tersenyum smirk. “Dugaanku benar. Aku jelas tahu sepupuku yang campuran ini, tidak mungkin melupakanku.” Tak lupa ia menaikkan kedua alisnya singkat, “Kim ... Verena.”

Masih gemetar, Verena mengerjap singkat. Meneguk ludahnya kasar, ia berucap terbata-bata. “Ba—bagaimana Oppa bisa ada disini?”

FALSITY Where stories live. Discover now