01 | FALSITY

175 40 7
                                    

“Bagaimana sekolahmu, Nak?”

Gadis itu terperenjat. Biasanya kebanyakan orang tua akan menanyakan hal semacam itu sepulang sekolah atau pada saat makan malam. Tapi disini, Verena memandang roti dan telur untuk sarapannya. Kendati mengangkat pembicaraan itu kemarin, sang ibu malah membahasnya saat pagi hari selanjutnya. “Baik, Bu. Seperti biasa”

“Kau ikut club, bukan? Bagaimana itu? Apa kau suka?”

“Sangat suka. Aku bergabung pada club kesenian dan tulis. Dan aku melakukannya dengan cukup bagus.”

Dusta.

Verena mengatupkan rahangnya sebentar. Berusaha tetap terlihat rileks meski dirinya selalu saja gusar tiap mengeluarkan kebohongan. Manik ungu mengkilatnya bergerak tak nyaman saat mulai membawa roti isi itu masuk ke mulutnya, disusul dengan mengunyahnya pelan.

“Bagus. Semangat terus ya, sayang. Ibu tahu kau bisa melewati ini.”

“Tentu, Bu.”

Orang tuanya adalah dua orang yang sibuk. Lihatlah, bagaimana ayah yang sudah menghilang di pagi buta guna berangkat ke kantor, juga ibu yang baru bisa menanyakan perihal sekolah pagi ini.

Jadi anak tunggal itu akan membuatmu kesepian, itu menyebalkan. Tapi, sisi baiknya kau akan mendapat kasih sayang yang utuh dari ayah ibu tanpa harus berbagi. Verena mengaku bahwa ia pernah menyombongkan hal itu pada teman sebangku sewaktu SD, yang sampai membuat temannya iri dan berniat melenyapkan kakak adiknya. Bar - bar sekali memang.

“Terkadang kita hanya perlu bersabar dan menunggu waktu kapan kita bisa menunjukkan kepada orang - orang kalau kita tidak seburuk yang mereka kira,” tukas sang ibu lagi, membuat kunyahan Verena terhenti.

Inilah juga yang menjadi sisi tidak mengenakkan jadi anak tunggal;kau akan menanggung sendiri semua pandangan dan prasangka jelek orang lain. Hatimu harus dikuatkan. Dan biasanya kau akan belajar dewasa lebih cepat jika berada dalam tahap ini.

Verena berjanji akan membuktikannya kepada mereka. Tapi ... Tidak sekarang. Lantas kapan?

Keluarga black cat pembawa sial—sebutan malang yang boleh menjadi cap keluarganya. Keluarga Verena Kim bukanlah kecilan menyedihkan dengan ekonomi rendah atau semacamnya. Faktanya, keluarga itu masih tinggal pada perumahan elit keluarga keturunan bangsawan bermata biru kasta Kim disini. Meski mereka tetap mendapat kediaman paling kecil disana, tetap saja tempat itu berdiri sama megahnya dengan yang lain. Ayah Verena adalah orang yang pekerja keras pula, itu pastilah akibat darah yang mengaliri tubuhnya.

Tunggu, apa? Keluarga bangsawan bermata biru? Tidak, tidak. Yang bermata biru di keluarga Verena Kim hanyalah ayahnya. Pria itu menikah dengan non-bangsawan. Alasan mengapa Verena jadi terlahir dengan manik keunguan dan keluarga mereka dihindari akibat cap black cat pembawa sial.

Aku bukan pembawa sial! Pikir Verena.

“Aku akan berusaha, Bu.”

+x+

Verena harusnya terbiasa, ia sudah melewati satu tahun di bangku sekolah menengah akhir, dan sekarang sudah dua minggu berlalu ia mengemban posisi tingkat dua.

“Verena Kim! Tunggu!” panggil salah seorang temannya. “Lukisan minggu kemarin direspon baik oleh pihak kompetisi, dan aku lolos untuk ke babak selanjutnya. Terimakasih untuk semua bantuanmu ya, Ver. Nanti akan aku kirimkan pola dasar lukisan untuk babak berikutnya, dan aku mau kau menyelesaikan seperti sebelumnya, oke? Seperti sebelumnya!”

FALSITY Where stories live. Discover now