14 | RESIST

50 21 1
                                    

“Habiskan. Habiskan semuanya!” Yeonjun menyodorkan begitu banyak bungkus roti yang ia beli sekencang kilat barusan. Beruntung, Verena cepat merubah menjadi mode mata ungu aslinya dan bersedia membantu Beomgyu minum dan bertahan sembari Yeonjun berlari ke kantin.

Beomgyu hanya mengangguk sambil terus mengunyah dengan semangat sementara Taehyun, Kai, Soobin baru memasuki ruangan kecil bekas ruang osis itu. Semuanya telah berkumpul.

“Ada apa sih, berkumpul begini lagi? Waktuku tidak banyak.” Soobin berucap ketus saat mendudukkan diri disana.

“Aku juga, kuharap ini sesuatu yang memang penting,” sambung Taehyun.

Kai ikut menukas, lantas memejam saat selesai menatapi orang disana, “Lebih baik cepat, semua mata biru kalian entah kenapa begitu membuatku tergoda untuk menyerap energi.”

Semuanya langsung tercengang, apalagi Soobin.

“Hei kau, Huening monster! Jangan gila! Aku kira kau sudah bertobat!”

“Itu pun berkat pengertian Verena dan usaha diriku mengendalikan diri!”

“Aku kira tidak perlu membahas ini lagi. Kemarin kita sudah bermain-main kejar-kejaran karna aku mencuri bonekamu! Kau sudah lupa itu!” kata Soobin lagi, bergidik seram karena dialah yang menjadi korban penyerapan energi terparah oleh Huening disana.

“Dan aku sudah lelah berlarian membeli banyak roti untuk Beomgyu. Jangan buat itu sia-sia dengan menyerap lagi energinya!” ketus Yeonjun dari tempatnya, mencebik pada Kai.

“Aku kan tidak bilang akan menyerap energi Beomgyu!”

“Sudah, stop! Stop!” potong Verena menengahi. Padahal gadis itu sejak tadi memang hanya diam sambil bersidekap guna menunggu situasi disini mereda dengan sendirinya. Namun tampaknya itu tak akan bekerja. Lihatlah situasi yang makin memanas disana. Verena membuang napas, “Ada apa dengan kalian, ha? Kukira kita sudah berdamai.”

Para lelaki itu hanya saling melempar tatapan sulit diartikan. Eh, tidak semua sih. Tepatnya hanya tiga. Karena Beomgyu hanya sibuk mengunyah roti dengan santai dan Taehyun hanya membuang muka, tidak terlalu peduli.

Sebentar, Yeonjun kembali mengendus, “Oke, Verena yang asli, matamu juga ungu. Lanjutkan apa tujuanmu mengumpulkan kami kesini.” Akhirnya ia berucap dengan santai. Semuanya kemudian membenarkan duduk untuk fokus.

Verena menghela napas lagi, entah kenapa ia jadi lelah berada disini dan moodnya berubah drastis. Dasar labil. “Karena adu mulut tidak berfaedah kalian tadi, aku jadi lupa apa yang aku mau aku bahas!”

“HA?!” sahut semuanya begitu syok.

“Ck, maafkan aku,” desis gadis itu lagi. Bukannya lupa, Verena hanya kecewa melihat situasi disini. Dia kita para lelaki ini sudah berdamai, dia kira mereka berenam bisa menjadi teman baik dan akrab, menyerupai sebuah persahabatan. Nyatanya tidak akan semudah itu.

Mereka belum mengerti satu sama lain. Mereka belum saling menerima satu sama lain. Dan mereka masih saling waspada satu sama lain. Entah mengapa dinding di antara mereka kian melebar. Apa ini karena status bangsawan? Karena perbedaan kasta?

“Intinya aku mau kita berenam berteman baik! Kalian tidak lihat hanya kita yang 'berbeda' di penjuru sekolah ini?” tukas Verena lagi, mengundang tautan alis bingung dari semua pemuda disana.

Menyerah, Verena mengeluarkan lagi wadah kecil dari sakunya, “Ah, sudahlah, lupakan! Lebih baik kalian minum ini lagi. Kuharap ini membuat emosi kalian lebih baik.” Ia bagikan itu satu persatu, dilanjutkan denga mereka berlima yang menerima dan meminumnya dengan mudah.

FALSITY Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon