33 | Magic Book

12 5 11
                                    

Petualangan mereka jadi terasa lebih menegangkan dengan banyaknya ekspektasi yang sudah menunggu di depan. Kemunculan domba raksasa, dan misi mencari seorang gadis yang dalam bahaya—semuanya berpadu menjadi satu kesatuan yang membuat mereka seharusnya jadi lebih serius pada tahap ini.

“Apakah sangat jauh?” gumam Kai ketika hanya mendapati hamparan bagian atas hutan yang gelap tanpa cahaya mendukung.

“Kita sudah tiba,” ujar Sheepy memberikan respon bagi pertanyaan yang terlontar. Menyunggingkan senyum tatkala matanya menangkap seorang wanita bergaun putih serta jubah senada. Bukan. Itu bukan Verena. Melainkan White Witch—kakak perempuan dari Kang Taehyun, Kang Seulgi.
Taehyun tahu bahwa dia tak ingin sepenuhnya percaya, apalagi mengharap banyak ketika hewan aneh ini datang dan mengatakan bahwa kakaknya yang jelas-jelas meninggal bunuh diri itu masih hidup. Tetapi, menyaksikan sendiri, pemuda itu tak bisa menahan diri untuk lantas melompat turun dari punggung Sheepy raksasa dan hendak menghambur mendekap sang kakak.

“Noona!” panggilnya, berlari bak anak ayam tak mau pisah dari induk.
Membuat empat pemuda tersisa hanya bisa memandang takjub, terenyuh melihat adegan haru di hadapan.
Ada yang aneh dari sana. Tampak dedaunan kering yang tadinya gugur dan hendak jatuh menyentuh tanah, malah stuck terapung di udara. Angin seolah membeku di tempat dan di sekon yang sama, di sekitar mereka serasa berhenti kecuali eksistensi mereka sendiri.

Taehyun sudah memeluk Seulgi. Mendekap erat, enggan melepaskan. “Aku rindu Noona,” lirihnya dengan air mata mengalir.

Kisah mereka barangkali begitu dramatis untuk dijabarkan, konflik keluarga mereka terlalu menyakitkan untuk direka ulang—melukis ending keterpisahan panjang yang hanya menyisakan rindu mendekam lama. Taehyun telah terlalu lama hidup dalam kepalsuan, dibalik kesuksesan nama orang lain. Paling tidak, begitulah saat Taehyun memang tidak merasa bahwa ketenaran itu penting, lebih daripada keinginannya dapat hidup dengan baik dengan anggota keluarga yang lengkap.
“Kau menghentikan waktunya, Dik?”

“Aku punya kemampuan untuk itu. Kenapa tidak kugunakan untuk keperluan pribadiku, huh?” balas Taehyun sekenanya, sangat jujur.

Seulgi hanya mengulum senyum gemas. Adiknya masih sama; selalu yang paling manja kepadanya. “Berhenti menangis, Taehyun-ah. Kau sudah sembuh?”

“Aku baik-baik saja kalau bersama Noona,” keluh Taehyun, entah mengapa jadi terlihat begitu lemah dan cengeng. “Jangan bodoh dengan melakukan bunuh diri. Jangan membenci kehidupanmu, dan jangan pergi dariku. Setidaknya—jangan tinggalkan aku sendirian di dunia yang penuh kepicikan ini,” ujarnya menyuarakan hatinya.

Seulgi mengelus surai anak itu sayang. “Maafkan Noona, Tae. Berpisah darimu adalah yang paling Noona sulit atasi. Noona pasti sudah lakukan kesalahan fatal di masa lalu yang membuat Noona begitu dibenci, tapi—“

“Pokoknya,” sergah Taehyun, menahan isak. “Aku sayang dan rindu Noona.”
Sheepy ikut mengulum senyum haru. Instingnya soal keberadaan White Witch yang masih hidup sangat tepat sasaran, syukurlah apabila hal ini memang dapat mengobati hati salah satu pemuda bangsawan yang akan jadi pahlawan malam ini.

Di sisi Sheepy, Beomgyu sudah berbisik dengan tengilnya, “Apakah tidak masalah kita hanya diam menyaksikan ini? Domba aneh itu bilang waktu kita terbatas. Game Land—katanya masuk ke sana hanya ada kesempatan satu kali dan hanya bertahan lima menit.”

“Kang Taehyun sudah melakukan kemampuannya untuk menghentikan waktu. Meski ini pada dasarnya memang takkan memperngaruhi sesuatu yang berkenaan dengan sihir, seharusnya waktu dalam portal tetap terkena efeknya, mengingat Game Land dalam portal masihlah suatu wilayah yang dimulai dari hutan ini,” jelas Sheepy panjang lebar, berdasarkan dari sepengetahuannya.

Yeonjun jadi mencebik melihat tingkah adiknya yang tak sabaran namun realistis itu. Merangkulnya posesif. “Kenapa? Kau sangat tidak sabar bertemu dengan gadis ungu, ya?”

“Tentu saja. Dia yang terpenting sekarang. Dia mungkin dalam bahaya.”

“Benar. Kita seharusnya tidak membuang waktu lagi,” timpal Soobin serius, namun tetap enggan untuk menghentikan ajang temu lepas rindu yang sehangat di hadapannya.

***

“Nah, sekarang tugasmu hanya perlu mengambil buku dengan simbol bulat bergaris yang terdapat satu Dice di tengah bukunya. Ambil itu dan bawa kemari. Sekarang pergilah! Percuma kalau kau berpikir ingin kabur, Verena!”

“Buku? Simbol bulat bergaris? Ah, aku sulit membayangkannya,” keluh Verena, bermonolog sendiri seraya matanya tetap menelusuri sekeliling.

Semesta di dalam Game Land ini unik sekali, khasnya adalah warna cerah cakrawala perpaduan kekuningan dan merah muda terang, meninggalkan kesan manis yang memanjakan mata. Membuat Verena sempat syok juga saat di awal masuk, sebab sebelumnya dia berada di dalam hutan belantara yang minim cahaya, apalagi saat ini harusnya sedang malam hari.

Tetapi lihat tempat itu, penuh sinar, bahkan tanpa manik keunguan Verena menangkap satu pun benda penerang di atasnya yang seperti matahari. Di sekeliling pun jadi seperti padang gulali dengan pijakan unik juga bebatuan yang seperti disengaja tersusun berjejer. Game Land—tempat ajaib di mana sebuah permainan dimulai dan diakhiri.
“Ada-ada saja aku diminta melakukan ini sendirian,” lanjut gadis itu lagi, agaknya sangat bersyukur mengingat suaranya sempat dihilangkan oleh Kim Taehyung selama satu menit penuh. Seketika dia terdiam ketika mendapati adanya hal janggal di sana. Sesuatu yang seperti terhenti—waktunya dihentikan oleh seseorang. Oh? Apakah Taehyung Oppa masih menghentikan waktunya? Kukira itu hanya berlangsung semenit bersamaan dengan hilangnya suaraku. Verena mengernyit penasaran.

Oke. Sampai sini, mungkin Verena makin bisa menangkap maksud jahat Taehyung kepadanya. Tanpa tujuan yang jelas, dan semuanya masih terasa kelabu. Mendadak gadis itu takut. “Oh ya ampun, apakah Sheepy bisa pergi dengan aman?” Langkah Verena terhenti, bertepatan maniknya menangkap satu buku tergeletak di depan. Dia pun berlari meraihnya. “Oh! Apakah ini buku yang dimaksud? Ini Dice-nya!” serunya girang, mengingat dia memang menjadikan dadu tersebut sebagai acuan.

Mendadak tempat tersebut terguncang bagaikan sedang terjadi gempa dahysat.
“Ahhhhh!” pekik Verena, berjongkok dan melindungi kepala sendiri. Mengapa? Apa yang terjadi?

“Kim Verena!” suara seorang pemuda menggelegar. Menginvasi indra rungu yang dipanggil sehingga dia reflek mengangkat kepala penuh harap.
“Kang Taehyun?”

“Bertahanlah! Kami datang untukmu!”
Ya. Taehyun dan dua kawannya sudah berhasil masuk. Bertepatan sebelum portal yang hanya bertahan lima menit, termasuk penghentian waktu dari Taehyun itu sirna dan lenyap. Mereka hanya berhasil bertiga, meninggalkan Soobin dan Yeonjun yang tertinggal di luar karena kendala di hutan.

Mungkin sebagian bertanya-tanya, bagaimana portal yang harusnya dihilangkan dari pandangan itu malah dapat mereka temukan dan masuki? Apa yang terjadi kepada si penyihir Kim Taehyung sampai kekuatannya sirna?
Setidaknya itulah yang tengah diusahakan dua pemuda tertua sesuai rencana yang mereka putuskan secepat kilat.

Mereka kehabisan waktu!

“Gadis ungu? Kau baik-baik saja?” Beomgyu maju untuk menghampiri si gadis.

Verena kembali menunduk, agak meremat sisi kepalanya yang mendadak berdenyut sampai buku di pegangannya terlepas dan dia mengangkat wajahnya lambatnya. Itu Audek Awij—maniknya telah berubah sebiru permata.
“Kau ... bukan si gadis ungu,” ucap Beomgyu begitu saja.

Verena yang lain itu pun hanya menyunggingkan senyum puas. “Hai, Choi Beomgyu! Aku tahu bahwa anak-anak tampan seperti kalian akan datang untukku.”

FALSITY Where stories live. Discover now