9 - Sir Gerald

122 22 19
                                    

Sang mentari yang selalu menerangi langit belum menunjukkan tanda kemunculannya dari ufuk timur. Meskipun begitu, baru kali ini pula Anne sudah bangun dan bersiap sebelum cahaya pagi tersebut hadir.

Gadis itu kini mengenakan setelan putih berdasi kupu-kupu biru dan celana kulit berwarna biru tua yang serasi. Tak lupa sepatu andalannya dengan warna keberuntungan para pemburu, cokelat.

"Ah, selamat pagi." Anne menyapa ria beberapa Honesto Maid, Honesto Chef, dan para pengawal yang dia temui sepanjang perjalanan di koridor.

Mereka semua balas menyapa Anne sebelum melanjutkan kegiatan masing-masing, berlalu-lalang di dalam istana. Hari masih pagi tapi ternyata pekerjaan mereka pun sudah banyak.

"Anne?"

Gadis itu terlonjak kaget. Begitu dia menoleh ke belakang, didapatinya Vian yang terlihat sedang menahan tawa.

"Kurang ajar. Kau menahan tawa, ya?" Anne mengelus dada lalu menatap lelaki di hadapannya.

"Ppfft. Apa perlu aku mengulang reaksimu tadi??" tawar Vian seraya merapikan jas hitam yang melekat pada tubuhnya.

Anne menggeleng. "Tidak tertarik. Oh iya, tempat untuk menyaksikan matahari terbit terbaik di istana itu ada di mana? Keberatan untuk memanduku ke sana??"

"Di halaman belakang istana tentu saja. Pada batu besar dan tinggi, dekat lapangan Honesto Archer," ujar Vian lalu mulai melangkah. "Kau bisa melihat dengan jelas matahari terbit dan tenggelam dari atas batu itu."

Dengan langkah penasaran, Anne mulai mengekori di belakang Vian. Sungguh, dia sangat ingin menyaksikan sang mentari yang datang dan pergi dengan mata kepalanya sendiri.

Bisa dikatakan Anne hampir selalu melewatkan momen berharga tersebut. Entah karena jam tidurnya berantakan akibat jadwal berburu yang tidak menentu, atau dia harus membantu sang ibu di tokonya.

Begitu mereka berdua sudah sampai di halaman belakang melalui pintu barat—pintu yang berbeda dengan melewati ruang makan—Anne kembali dibuat tercengang karena adanya sebuah batu super besar seperti apa yang dikatakan oleh Vian.

"Di atas sini, tempat terbaik untuk melihat momen itu." Lelaki bersurai abu-abu tersebut berucap. Menunjuk batu besar yang ada di hadapan mereka.

Uniknya, ada sebuah pahatan menyerupai tangga pada bagian belakang batu itu. Dan berdasarkan asumsi Anne, modelan ini memang sengaja dibuat untuk memudahkan seseorang menaikinya.

"Para Honesto Maid sering merasa bosan dan khawatir saat memikirkan keluarga mereka yang jauh dari istana. Maka dari itu, Raja Hendrick membuat tempat ini. Tujuannya agar mereka bisa menghibur diri."

Penjelasan Vian dapat terbilang tepat sasaran. Dengan begitu, Anne tidak perlu kembali menanyakan hal yang sama.

"Kalau kau? Apa kau tidak merindukan keluargamu?" tanya gadis itu, mulai memijakkan kaki di anak tangga pertama.

"Maksudmu? Kepala Honesto Butler di sini itu adalah ayahku. Mana mungkin aku merindukan dia?" jawab Vian disertai dengan kata-katanya yang membalik pertanyaan Anne.

Gadis itu merengut. "Apa?! Tapi, wajah kalian tidak terlihat mirip."

"Sudah kuduga kau akan bilang begitu. Aku juga tidak tahu kenapa, tapi gen ibu jauh lebih kental dalam diriku."

Lama Anne menatap Vian. Berusaha meniti perasaan lelaki itu saat membicarakan soal keluarganya. Dia tampak tidak suka, menghindari topik tentang sang ayah.

"Baiklah. Kau bisa melanjutkan pekerjaanmu sekarang. Terima kasih sudah mengantarku ke sini," ucapnya.

"Ah? Baiklah? Kau ... yakin tidak butuh bantuan lagi?" Sebagai jawaban, Vian justru mengumpan balik kalimat Anne, persis seperti yang dia lakukan sebelumnya.

KLASIK: Sayatan MisteriWhere stories live. Discover now