24 - Gua Berisi Azaria

53 11 24
                                    

"Kau tahu ke arah mana kita harus pergi, 'kan?" Anne bertanya pada gadis bersurai merah jambu yang lebih dulu melangkah di depannya.

Ophelia menghela napas gusar karena pertanyaan itu sudah terlontar lebih dari dua kali oleh orang yang sama. "Tentu saja, bodoh. Sudah, diamlah."

Mendengar cacian dari sang rekan, Anne pun terdiam. Ia memilih untuk mengalihkan pandangan, memperhatikan keadaan di sekelilingnya.

Entah kenapa, ketika hanya berjalan berdua saja, suasana dalam hutan ini terasa lebih mencekam. Bahkan bunyi dedaunan yang tertiup angin serta suara hewan malam di sana terdengar jauh lebih jelas dan buas.

Tidak seperti saat Anne dan Ophelia masih menjadi satu tim dengan yang lain. Karena biasanya, jika bersama mereka, suasana menegangkan seperti sekarang akan terselimuti dengan hiburan tidak terduga.

Sampai detik ini pun sebenarnya Anne tidak pernah menyangka, bahwa rencana memisahkan diri yang dia bicarakan dengan Ophelia—dan dicuri dengar oleh Dhieren—sungguhan terjadi.

Gadis itu menyayangkan banyak hal, terutama perasaan teman-temannya soal bangsa manusia yang sudah tidak searah dengan sang Honesto Archer.

Tidak apa ... setidaknya aku masih menjunjung tinggi janji dengan Ratu Cornellia, tidak seperti mereka, itulah yang selalu Anne batinkan dalam hati seiring dengan langkahnya sekarang.

Krek.

Sebuah suara dari ranting yang terinjak di atas dedaunan kering membuat bulu kuduk Anne meremang seketika. Gadis itu membalikkan tubuhnya dengan cepat. Itu sudah yang ketiga kalinya dia dengar sejak pergi meninggalkan rumah pohon.

Tidak beres, pasti ada sesuatu—atau seseorang—yang mengikuti mereka.

Oh iya, jika kalian bertanya-tanya, bagaimana cara Anne turun dari rumah pohon, jawabannya adalah dengan menggunakan sayap miliknya.

Dia dan Ophelia sebenarnya masih ingat kalau Ratu Cornellia melarang mereka menggunakan sayap di sini. Namun, karena Anne tidak mungkin mau lebih menyulitkan sang rekan, jadi dia memilih untuk menggunakan sayapnya. Nekat memang, tapi itulah satu-satunya cara yang tersisa.

Anne menepuk bahu Ophelia keras. Menyebabkan empunya hampir saja membuka mulut untuk protes bernada tinggi kalau saja tidak segera Anne tahan dengan jari telunjuknya.

"Kau dengar suara itu, 'kan?"

"Hah?? Suara apa?"

"Ranting yang terinjak," bisik gadis itu menjawab raut kebingungan Ophelia, "aku sudah mendengarnya berkali-kali. Sepertinya kita sedang diikuti oleh seseorang."

Si pemilik manik cokelat gandum menyatukan kedua alisnya. "Jangan bercanda. Mungkin itu cuma hewan di sekitar sini."

Sebelum pembicaraan dilanjut, Anne segera menarik tangan Ophelia secepat kilat ke arah semak-semak terdekat. Ia menunduk, memaksa sang rekan untuk ikut melakukan hal serupa.

"Aku tetap curiga kalau itu adalah salah satu dari teman kita. Apa kau punya kesimpulan yang berbeda?" tanya Anne, bersedekap.

Ophelia kemudian memejamkan mata, mendengarkan dengan seksama keadaan di sekitar mereka. "Goblin."

"H-hah?!"

"Apa??"

"Kau baru saja mengatakan kemungkinan kalau itu adalah goblin!"

"Iya, lalu kenapa?"

"Ophelia! Yang benar saja! Bagaimana mungkin kau masih setenang ini setelah berpikir begitu?!"

Krek.

Kembali suara ranting patah terdengar jelas, membuat keduanya spontan terdiam, saling tatap penuh keterkejutan. Anne menenggak salivanya, begitu juga dengan Ophelia.

KLASIK: Sayatan MisteriOnde histórias criam vida. Descubra agora