26 - Luka

94 13 46
                                    

"Bagaimana? Lezat, 'kan?" Tuan Niel bertanya dengan bangga saat menyaksikan betapa lahap Anne dan Ophelia menyendok corn pasta ke dalam mulut masing-masing.

Anne mengangguk tanpa mengatakan apa pun. Perutnya tidak bisa diajak bekerja sama sebentar. Selalu meminta lebih sampai mulut jadi tidak sanggup berkata.

Berbanding terbalik dengan Ophelia yang kemudian mengambil serbet dan membersihkan mulut sebelum menjawab, "Saya baru pertama kali merasakan hidangan ini. Tuan sangat pandai membuatnya."

"Hahaha, kau bisa saja! Memang resep saya yang terbaik! Berbeda dengan kedai lain!" Niel membusungkan dada yang menarik sebuah cibiran terlontar dari peri lelaki lain di ujung ruangan.

"Resepnya sama dengan kedai lain! Hanya saja tangan Tuan Niel sudah terlatih puluhan tahun, jadi—"

"Hei, bocah! Kalau tidak ingin gajimu kupotong, jangan berbicara macam-macam di depan pelangganku!" Niel meraih kain lap di sebelahnya, lalu melemparkan benda tersebut pada sang pelayan yang tengah merapikan diri.

"Hanya fakta, Tuan. Kalau begitu, aku izin pulang, ya. Terima kasih untuk hari ini," kekeh lelaki itu yang dengan gesit menangkap lemparan Niel dan meletakkan lapnya di atas salah satu meja makan.

"Yah, terima kasih juga masih bertahan sampai hari ini, Iese," jawab Niel dengan nada jengkel dan tangan terlipat.

Anne tersenyum kecil. Tampaknya Niel jauh lebih bersahabat dari apa yang bisa dia kira. Lihat saja caranya berinteraksi dengan satu-satunya pelayan di sini—atau peri bernama Iese itu. Orang yang baru melihatnya pasti akan beranggapan kalau hubungan mereka adalah paman tempramental dan keponakan jahilnya.

"Omong-omong." Niel bersuara, kembali pada nada khasnya saat mendengar bel pintu kedai berhenti berbunyi, tanda Iese sudah keluar sepenuhnya. "Apa kau membenci manusia?"

Sontak, Anne menghentikan acara makan nikmatnya dan memandang ke arah manik Niel saat jemari pria itu mengetuk meja tepat di hadapannya. "Maaf?"

"Saya tidak sengaja sedikit mendengar percakapan kalian," jawab Niel terus terang.

"Pa-pada bagian apa kalau saya boleh bertanya?"

"Hampir seluruhnya sampai di bagian kau berkata, 'butuh selamanya bagi ibuku untuk melupakan kejadian itu'."

Anne dan Ophelia lantas saling tatap, sedikit kelegaan terpancar di mata mereka. Karena setidaknya, Niel tidak mendengar hingga bagian di mana keduanya membicarakan tentang misi rahasia membunuh Raja Albirru.

"Ceritamu itu ... mirip dengan keponakan saya." Tanpa menanti tanggapan, Niel menimpali.

Anne mengerutkan kening. Keponakan? Apakah Iese yang dibicarakan oleh Niel?

Belum sempat Anne mengeluarkan pertanyaan dari pikirannya, bel pada pintu kedai berbunyi, menandakan ada seseorang yang membukanya.

"Aku pulang, Paman."

Suara laki-laki. Otomatis kepala Anne segera menoleh. Mendapati perawakan anak manusia bermanik rubi, berkulit cokelat, dan bersurai abu-abu tengah berdiri di ambang pintu.

Karena sedang tidak memiliki tenaga untuk melempar tatapan tajam pada manusia tersebut, tentu saja gadis itu segera memejamkan mata, kembali berbalik badan dan memilih menghadap rak minuman.

Jangan meledak Anne, jangan meledak, batin Anne seraya mengatur napas perlahan.

"O-oh, selamat datang, Sian. Bagaimana ladang jagungnya?" Buru-buru, Niel menghampiri anak lelaki bernama Sian itu, menerima uluran karung dengan motif jagung dari tangannya.

KLASIK: Sayatan MisteriWhere stories live. Discover now