30 - Kebakaran

68 8 23
                                    

Alis Sian terangkat begitu mendengar pertanyaan dari gadis di hadapannya. "Hm? Apakah itu urusanmu mengejarnya?"

Sungguh aneh. Anne merasakan ada sesuatu yang begitu janggal. Kemudian setelahnya, gadis itu pun menyadari, Sian berbicara dengan sebutan 'anak ini' dan imbuhan '-nya' serta '-mu' untuk memanggil dirinya sendiri. Bukankah cara berbicara transformasi Legendarian dari Madam Empress Amy bahkan tidak seperti itu?

"Ke-kesampingkan hal itu! Aku sudah menangkap basah dirimu, dasar pencuri! Di mana kau menyembunyikan harta para warga?!" tuduh Anne dengan membara. Diambilnya sebuah amunisi anak panah dari dalam tas. "Perto magnesius!"

"Jadi, kau ingin menggunakan kekerasan?" tanya Sian. Dua sudut mulutnya membentuk seringai, membuat bulu kuduk Anne lantas bergidik ngeri.

"Faero laiten."

Belum sempat sang Honesto Archer merapalkan mantra, tangan Sian sudah terangkat lebih dulu ke arahnya dan dalam satu kedipan mata, sebuah bola api menampakkan diri dari telapak tangan lelaki itu. Semakin berkobar, begitu dilepaskan dari tangan miliknya, Anne gemetar takut lantaran bola api tersebut menimbulkan efek ledakan tepat pada dinding raksasa di belakangnya.

Kini, dinding tersebut menyisakan sebuah cekungan besar nan hangus dengan berhias retakan pada sisinya yang kian melebar.

Jadi ini kekuatan dari seorang Legendarian? Bola api itu, Anne yakin pasti memerlukan waktu yang sangat lama untuk bisa menguasai sihirnya. Sekali pun oleh Honesto Nature.

"Kenapa? Kau takut? Angkat anak panahmu dan cepat se—"

Kalimat Sian terpotong, kedua tangan lelaki itu spontan menggenggam erat tanduk di kepalanya. Anne melihat bentuk pemberontakan di sana berkat gelengan kuat yang kemudian Sian lakukan.

Benar saja. Setelahnya, si pemanah dapat mendengar sebuah seruan terlontar, "La-lari! Pergi dari sini! Argh, kumohon berhenti! Aku tidak ingin membunuh siapa pun!"

Untuk beberapa saat, Anne terpaku. Itu barulah suara Sian yang ia kenal. Suara sebelumnya—meskipun terdengar sama persis—tapi bukan milik lelaki itu, dia sangat yakin.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan, Anne segera memasang kakinya tegak kembali untuk berlari dengan kecepatan penuh. Ketahuan oleh para warga pemegang obor dan cambukan yang sedang mencari harta mereka bukan lagi hal yang ditakutkan oleh gadis itu sekarang. Dia jauh lebih takut pada kekuatan sihir yang dikuasai oleh transformasi Legendarian milik Sian. Sangat takut.

Namun, sambil berlari menuju ke gerbang belakang desa, isi pikirannya masih terus mempertanyakan, mengapa transformasi dari Legendarian Sian begitu aneh? Seolah ada dua orang berbeda yang terus berlawanan memaksa untuk saling muncul ke permukaan di dalam dirinya.

Napas Anne memburu lantaran sudah berlari cukup lama, tetapi akhirnya ia bisa melihat penampakkan dua tembok raksasa yang saling mengapit dengan celah di tengahnya. Gerbang belakang desa—tanpa pintu dan penjagaan itu—kini terpampang jelas, memperlihatkan lebat dan gelapnya hutan di luar sana.

"Demiosi!" Sekali lagi, gadis itu mengucap mantra tembus pandang miliknya. Harap cemas agar sihir yang dia kuasai ini mampu bertahan lama sampai dirinya bisa menyusun rencana untuk menyerang balik Sian.

Karena kalau lelaki itu tidak dilemahkan, Anne yakin Sian akan terus mengejarnya entah sampai mana nanti.

Begitu sampai di area tujuan dan matanya disuguhkan dengan banyak pepohonan yang menjulang tinggi, sebuah ide kemudian terlintas dalam benaknya. Ia ingat malam pertama perburuan di istana, di mana dirinya hampir saja mati terkena serangan dari Rusa Ferox.

KLASIK: Sayatan MisteriWhere stories live. Discover now