16 - Senjata

94 16 22
                                    

"Avasa keren!" teriak Nelda penuh semangat.

Anne ikut menganggukkan kepala, setuju dengan sahabat perempuannya. Pasalnya, Avasa baru saja memberitahu bahwa dia sudah resmi menjadi Honesto Nature murni karena tidak memerlukan tongkat sama sekali.

Begitu juga dengan Dhieren yang unjuk memamerkan kekuatan fisiknya sebagai seorang Honesto Aubotte. Anne akui, aura dari gelar yang dimiliki Dhieren itu memang sudah mulai terasa seperti Ophelia.

"Kalian berisik sekali, sih. Memangnya menurut kalian malam hari begini apa yang akan ratu lakukan pada kita kalau bukan ingin membahas hal yang serius? Bisa-bisanya kalian malah tertawa dan—"

"Kau yang berisik. Justru kami melakukan hal ini supaya mengurangi ketegangan. Juga agar tetap waras, tidak menjadi gila sepertimu." Avasa dengan cepat memotong ucapan Ophelia yang mulai merusak suasana.

Ophelia membulatkan mata lalu menautkan alisnya dengan marah. "Beraninya kau!"

"Memang kenapa aku harus takut padamu? Tuan Putri yang hanya bisa merusak suasana dan merepotkan orang lain bukanlah ancaman yang serius."

Ophelia lantas terdiam lalu meremas pakaiannya, berusaha untuk menenangkan diri yang Anne lihat secara jelas sangat dipaksakan. Berkat adu mulut berbahasa kasar antara mereka berdua itulah, Nelda dan Vian yang bahkan tidak banyak bicara, terbungkam.

Dhieren mengembuskan napas secara kasar. Sangat sepemikiran dengan Anne yang sudah lelah melihat betapa sulitnya bagi Avasa dan Ophelia untuk saling berdamai sekali saja.

"Setelah ini silakan kalian pergi ke lapangan pelatihan dan mencaci maki satu sama lain sepuasnya, tapi mulai besok aku harap kalian berdua tidak bertengkar sampai membahayakan nyawa. Karena justru kalianlah yang berisik dan akan merepotkan orang lain," usul Dhieren secara tiba-tiba.

Menurut Anne, kalimat dari lelaki bersurai pirang di sebelahnya patut diacungi jempol. Dhieren berhasil menyindir Avasa dan Ophelia secara langsung dengan memasukkan bentuk kata-kata protes dari keduanya dan itu sangatlah keren.

Avasa berdecak, begitu pula dengan Ophelia yang memalingkan wajah ke arah lain. Baiklah, setidaknya sekarang keadaan kembali menjadi lebih kondusif dibanding sebelumnya.

Di tengah keheningan singkat yang menyelimuti mereka, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Menampilkan Ratu Cornellia dengan gaun biru gelapnya yang semakin samar karena minimnya cahaya di ruangan perpustakaan lama, tempat mereka diperintahkan oleh sang ratu untuk berkumpul.

Wajah wanita itu tampak sangat serius sebelum kembali menutup pintu.

"Selamat malam, pahlawan-pahlawan cilik kebanggaan saya," sapa Ratu Cornellia disertai dengan senyum begitu ia sudah mengambil kursi yang sama seperti pertama kali mereka mengadakan rapat di sini.

"Selamat malam, Yang Mulia." Anne dan teman-temannya lantas berdiri lalu membungkukkan tubuh.

"Silakan duduk kembali. Kita tidak memiliki banyak waktu," ujar sang ratu yang segera dipatuhi oleh enam orang peri di hadapannya.

"Sepertinya akan aneh kalau saya tidak memberikan pembuka terlebih dulu," katanya, "maka dari itu, saya akan mulai menjelaskan. Kalian pasti sangat tahu bahwa misi ini adalah sebuah rahasia besar, tidak ada satu pun anggota kerajaan yang mendengar tentang hal ini, bukan?"

Anne, Nelda, Avasa, dan Dhieren menggeleng. Kecuali Ophelia yang langsung melirikkan mata pada Vian.

"Dia tahu," ucap gadis tersebut seraya menunjuk lelaki itu menggunakan dagu.

"Eh ... benar juga," timpal Anne, menyadari perkataan Ophelia.

"Ah. Kalau soal Vian, dia memang akan bergabung dengan kalian. Bagaimana pun, keberadaan seorang Honesto Butler sangat dibutuhkan agar bisa melengkapi tim." Ratu Cornellia menjelaskan, membuat Anne dan teman-temannya membulatkan mata tak percaya. Sangat di luar dugaan sebenarnya jika Vian akan memasuki tim mereka.

KLASIK: Sayatan MisteriWhere stories live. Discover now