32

105 15 1
                                    

Kini, waktu telah memasuki musim penghujan. Di bawah toko yang telah tutup Oca berteduh sembari memeluk bukunya di dada. Menunggu hujan reda tak selama ia menunggu jawaban dari semua pertanyaan yang sering ia pikirkan akhir-akhir ini. Mengenai pemuda bermulut cenayang itu lebih tepatnya.

1 tahun sudah kisah itu tertinggal dan kini gadis itu belum juga menghabiskan buku pemberian sang baskara. Secarik duacarik tak pernah luput dari pandangannya. Ia sangat mengangumi tulisan tangan dari sosok itu. Sosok yang sampai kini tak pernah ia temui lagi bahkan sekadar tahu pemakamannya pun tidak.

Pipi merah muda itu tertarik sedikit ke atas kala membaca secarik halaman yang menyebutkan bahwa, gadis penyuka es batu itu istimewa. Ia membuka tudung hoodie-Nya sebelum melanjutkan membaca. Lantunan rintik hujan yang saling jatuh berkeroyokan menjadi teman di sore hari ini.

Kalau ada hujan tandanya ada yang rindu, kataku. Jangan dipercaya.

"Aku percaya," ucapnya dengan seutas senyum manis di bibir.

Hari rabu ada meteor jatuh. Di dekat Jalan Jambu II arah jarum jam.

Oca mengerutkan kening. Membaca buku itu seperti memecahkan teka-teki. "Rumahku?" batinya berucap.

- Someone you loved -

Lengkap dengan sebuah scan qode aplikasi music di bawahnya dan jangan lupakan juga esksistensi sebuah perintah untuk men-scan qode tersebut yang ditulis dengan ukuran kecil namun terbilang rapih. Dan saat lagu itu diputar, beberapa peristiwa mereka terulang dalam pikiran gadis itu.

Saat awal-awal nama Arfando menjadi perbincangan teman satu sekolahan. Saat banyaknya orang-orang tak mempercayai ucapan pemuda itu. Saat dirinya menjadi saksi pemuda itu digunjingkan dalam satu grup angkatan. Dimana ia tak pernah menyangka bahwa pemuda itu adalah Arfando sebab tak ada satupun temannya yang sekadar menyimpan nomor ponsel pemuda itu.

Pertemuan keduanya juga tak begitu menarik didengar bila diceritakan. Terbilang sangat klasik, hingga sampai dimana keduanya disatukan dengan sebuah seminar.

Permohonan ramal nilai rapot tak lepas dari ingatan. Manakala dirinya juga memohon ramalan mengenai kakak kelasnya.

Sebuah traktiran es serut pada kedai milik sang bunda ikut masuk dalam memori. Awal pertama kalinya mereka berhadapan langsung.

Juga waktu dimana berdebat di warung pecel lele hanya karena perbedaan pendapat mengenai jenis kelamin ikan lele yang mereka makan. Katanya, dapat melatih ilmu debat.

Perintah membawa buku diary yang hanya akal-akalan pemuda itu saja untuk menjahili, ajakan memakan es doger, cerita pada bulan, membantu dirinya sedang di titik paling terlemah dan banyak lainnya. Tak bisa diceritakan dalam satu alunan lagu, halaman bahkan buku sebab teramat banyak kisah mereka.

Bukan masalah yang berat untuk memutar kembali kaset lama itu, tetapi suasana moment yang berbeda teramat jauh dari detik ini.

i fall into your arms.

Mampu menjatuhkan benteng pertahanan gadis itu. Aliran air matanya tak bisa lagi terbendung. Dirinya hanya rindu.

Kemudian melodi berhenti. Menyisakan sebuah isakan kecil dibarengi dengan suara rintikan hujan. Ia membalikkan halaman sembari berucap lirih, "Bumi rindu sama kamu, dia hujan."

Bumi nggak pernah perlihatkan rindunya.

"Aku rindu," lirih gadis itu sebelum kembali membuka lembar selanjutnya. Tak banyak kata seperti yang sebelum-sebelumnya hanya bertuliskan.

72 Days Cenayang. (completed) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang