Enham

198 49 13
                                    

Matahari menyapa pagi. Dengan hukuman yang masih berlaku dikeluarganya, mau tidak mau Oca kembali bersekolah dengan menaiki bus.

Netranya memandang lekat-lekat beberapa kendaraan yang berjalan tepat di samping bus. Sembari mengingat-ingat sebuah peringatan dari Fando semalam.

Fando : Congrats! Gue denger lo dapet juara 2 olimp math.

Oca : Thanks! Haha ramalan lo meleset.

Fando : Nope, karena fokus angka dalam kertas kemarin. Angka kedua setelah huruf o.

Oca : Maksudnya?

Fando : Empat : 57, ada empat juara dari 57 peserta, right?

Oca : Oke, and ...
Oca : Gue kedua karena yang lo tulis (o) 2?
Oca : Oh, wow?

Fando : Besok jangan lewat lorong Ips, firasat gue nggak enak.

Gadis itu mendengus. Kemudian membenarkan posisi duduknya, karena sebentar lagi bus akan berhenti di halte sekolah.

Syukur gerbang sekolah masih terbuka walau hanya selebar bahu orang dewasa. Oca memasuki kawasan sekolah. Berjalan santai melewati koridor yang kini sudah banyak penghuninya, tak lain dan tak bukan adalah murid kelas Ips.

Ia berjalan dengan sangat santai sesekali ia bersenandung. Tidak memperdulikan anak Ips yang selalu menyebutnya dengan kata sombong, sok pintar, belagu, dan jutek. Padahal nyatanya?

Terkadang ia menerima sebutan itu tanpa masalah. Semua orang berhak menilai, dan itu berbeda-beda. Ya intinya selagi tidak memanggil dengan sebutan kasar dan teman-temannya, Oca masih terima.

Tiba-tiba gdis itu tersungkur ke lantai yang basah. Saking sangat menikmati senandungnya hingga ia tak sadar sedang melewati kawasan yang sedang dipel dan berakhir bokongnya tercium oleh lantai.

Semua pandangan, ledekkan dan semua tawaan ditujukan untuknya. Oca masih tetap duduk sambil menggosok-gosok telapak tangannya yang sedikit basah. Berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

"Jatuh kepleset itu nggak apa-apa yang nggak boleh itu jatuh ke pelukan orang lain."

Setelah berkata seperti itu Oca bangkit lagi setelah itu berjalan santai kembali menuju kelasnya.

Anak Ips dibuat tertawa kagum kepada Oca. Tak ada rasa malu sama sekali setelah jatuh disaksikan hampir 20 lebih murid. Ia malah memberi sebuah kata-kata mutiara dengan recehnya.

***

Jam istirahat kedua sudah tiba. Kantin semakin ramai diserbu oleh murid-murid yang kelaparan. Seperti lima murid yang kini duduk di meja panjang nomor tiga. Dilengkapai dengan canda tawa mereka.

"Terus katanya lo ngasih quotes receh ya buat mereka?" Tanya perempuan berambut pendek dengan jepitan putih satu yang menghiasi rambutnya. Dia Chika.

"Lah quotes apaan?"

"Jotoh ko plosot oto nggokpopo yong nggok boloh oto jotoh ko polokon orong loon," Sahut Chika dengan semua huruf konsonan ia ganti dengan huruf konsonan o.

Dewa yang melihat Chika berbicara seperti itu melempar bungkus cemilannya tepat mendarat di bibir Chika yang sedang asik memonyongkan bibir.

"Apaan sih, Dewi!"

"Bibir lo nggak usah monyong monyong juga kali, Handoko!" Dewa membalas tak terima.

"Nggak usah main nama orang tua dong!"

72 Days Cenayang. (completed) ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon