Duah nem

128 22 1
                                    

Tak henti-hentinya Oca terus berjalan mondar-mandir di kamar pagi ini seperti layaknya setrikaan. Setelah sarapan tadi ia hendak mengambil tas di kamar tapi malah sibuk mondar-mandir di dalam sana membuat sang bunda berteriak dari lantai bawah.

"Oca! Udah ditungguin Kak Calvin tuh. Kamu ngapain sih di kamar?"

"Iya Bunda, ini mau turun."

Oke Ocaysta, sebelum berangkat lebih baik menarik napas terlebih dahulu lalu mengucapkan basmallah, katanya pada diri sendiri. Kemudian dengan cepat ia berlari menuruni tangga dengan tas yang ia gendong sebelah.

Langkahnya menuju sang kakak yang saat ini tengah memanaskan motornya di depan rumah.

"Pasal 30 ayat 1 berbunyi, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara."

"Pasal 30 ayat 2 berbunyi, usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung."

"Maaf Kak baru hapal dua ayat, nanti tiga ayat lagi aku setor pulang sekolah," ujar Oca.

Calvin memberikan helm kepada sang adik. "Tumben?"

"Semalem udah hapal lima-limanya kok cuma tadi pagi pas bangun yang keinget cuma dua doang." jelasnya.

"Yaudah cepetan naik, nanti telat."

Tak pikir panjang pun Oca bergegas untuk menaiki motor Calvin dan melesat bersama sang kakak membelah jalanan kota yang tengah ramai dengan orang-orang yang sedang berolahraga.

***

Aneh, rasa pertama kali kala Oca mulai memasuki lingkup sekolah. Tak seperti hari biasa. Ia melihat sejenak pada jarum jam arloji miliknya. Hari ini ia tidak datang terlalu cepat 'kan?

Kondisi lingkup sekolah terbilang sepi. Bahkan saat gadis itu hendak mampir ke kelas lain untuk sekadar mengucap selamat pagi pun nihil penghuni.

Membuat Oca memilih untuk mampir ke kantin tanpa berniat menaruh tasnya di kelas terlebih dahulu. Kakinya terus melangkah sembari menoleh pada stan makanan dari setiap warung yang ia lewati.

Harum aroma khas bakso malang semakin menyeruak di indra penciuman. Oca menaruh tasnya pada meja bundar dekat kolam ikan. Setelah itu, berjalan masuk ke dalam warung bakso Pak Aji untuk memesan.

"Bakso, Ndok?" tanya si pemilik warung.

Gadis itu mengangguk sembari mengusap perut ratanya. "Emang udah mateng, Pak?"

Pak Aji tersenyum sembari berucap, "Ya sudah dong. Ini tinggal bakso telurnya aja yang belom mateng. Nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa. Aku mau beli kosongan aja," ucapnya sembari mengelap mangkuk yang hendak ia gunakan untuk baksonya.

Namun, saat gadis itu memberikan mangkuk kepada Pak Aji, beliau malah kembali mengembalikan mangkuk itu pada Oca. Membuat yang lebih muda bingung.

"Kosongan ta jarene."

Sontak membuat Oca tertawa tentang apa yang dimaksud oleh Pak Aji barusan. "Bukan, bukan gitu, Pak."

"Lah pie? Iki kayak biasane, Ndok?"

"Iya, kayak biasanya tanpa sawi ya, Pak," ujarnya yang dibalas dengan sebuah acungan ibu jari.

Kemudian ia memilih melipir sebentar ke warung sebelah untuk sekadar membeli sebotol cola.

72 Days Cenayang. (completed) ✔Where stories live. Discover now