Limas

231 71 23
                                    

Pagi-pagi buta Oca sudah duduk manis di kelasnya disuguhi dengan setumpuk buku dan susu vanilla. Mungkin teman-temannya saat ini sedang duduk di meja makan menyantap sarapan dengan keluarganya. Oca bisa saja seperti mereka, tapi ia harus belajar untuk olimpiade besok lusa.

Gadis itu entah sudah berapa buku yang sudah ia baca pagi ini. Sesekali dirinya memijat pelipisnya dan menariknya dengan ibu jari hingga ke ekor kepala.

Ponselnya bergetar pertanda ada pesan masuk dari seseorang. Ia berniat untuk mengecek.

Kak Calvin : Pulang sekolah disuruh mama ke granmed.

Oca : Yes acu mau beli novel. :b

Kak Calvin : Disuruh beli Buku rumus matematika lengkap.
Kak Calvin : Gue jemput.

Oca : Kok? Dih :( nggak ada duit. Kasih tau mama kak lain kali aja, catatan aku lengkap kok :)

Kak Calvin : Ini duitnya di gue. Biar lo menang, Ca.

Oca : Capek, Kak. [delete]
Oca : Sip deh.

Kak Calvin : Semangat belajarnya adinda!!

Read.

Oca menghela napas kasar. Selalu saja seperti ini. Ia memukul kepalanya pelan dengan buku yang sedikit tebal. Tidak hanya sekali berkali-kali pun jadi. Biasanya, ia melakukan ini untuk melupakan hal yang tidak penting agar tidak merusak ke estetikaan ilmu di otaknya.

Jika pukulan pelan tidak berpengaruh terkadang ia memukuli dengan sedikit kasar.

"Sini biar gue timpuk aja pake batu." Seseorang berceletuk.

Oca melihat ke depan mendapati seorang pemuda yang berdiri menyandar di ambang pintu. Pemuda itu berjalan menghampiri Oca lalu duduk di depannya.

"Emang kalo kepala dipukul-pukul gitu ilmu bisa masuk?" Tanyanya.

Gadis itu membuang napas pelan sebelum menjawab, "Enggak juga."

"Terus?"

"Pandu, ngapain sih kesini?"

Pemuda bernama Pandu itu terkekeh. "Nih, buat lo. Sebagai permintaan maaf gue karena buku bahasa lo harus nginep di gue empat harian, " Ucapnya sembaru menyerahkan satu kotak pocky snack.

Oca mengangguk, menyatukan jari telunjuk dengan ibu jari membentuk kata isyarat 'ok'.

"Oh iya sama ini, tadi Fando nitipin ini buat lo katanya."

Alis gadis itu bertemu memberikan kerutan di dahinya. "Apaan?"

Pandu mengangkat bahunya acuh. "Nggak tau, surat cinta kali buka aja." Setelah berucap demikian sebuah tendangan pada tulang keringnya ia dapatkan.

Oca membuka suratnya perlahan, paling juga isinya ramalan buatan yang sama sekali tidak masuk di akal.

'Empat : 57. (o) 2'

Ia membuang surat itu asal dengan wajah penuh sesal. "Du, punya nomor wassaf Fando?"

Pandu terkejut. "Lo mau nerima dia? Demi apa? Pajak jadian ya."

"Udah cepet kasih tau."

Pemuda itu menarik asal buku tulis yang berada di atas meja. Kemudian menuliskan nomor seseorang di sana.

"Yaudah, sana balik ke kelas lo." Oca mengusir, dan dengan rasa terpaksa Pandu pun berdiri lalu meninggalkan kelas itu.

Gadis itu terus menggerutu dengan pesan 'aneh' yang dikirim Fando.

Oca : Nggak gentle, kalo mau ramal-ramal gue mending ketemu aja langsung.
Oca : Males gue ngebatin sendiri.

Ia melipat silang kedua tangannya di depan dada menunggu balasan Fando sembari memikirkan apa yang di maksud pemuda itu. Empat dengan lima tujuh juga angka dua? Hari ini saja tanggal 28, bahkan ulang tahun dirinya saja tanggal 16.

Memang teka-teki Fando itu selalu bikin beban hidup nambah. Oca lebih memilih bertemu langsung dan meminta penjelasan dari pada ia harus mati singel memikirkan teka-teki Fando.

Satu tangan Oca menggaruk-garuk pipi gembulnya. "Curiga, gue kalo dia ijab kabul harus teka-tekian dulu sama penghulunya."

Fando : Depan laboratorium komputer.
Fando : Bawa diary lo juga.

Oca : Buat apa? Mau baca curhatan gue?

Fando : Bisa sedikit cepet?

Oca : Oke!

Read.

Dengan rasa ingin tahunya, Oca melesat dengan cepat, secepat keong turbo tak lupa ia juga membawa buku diary kesayangannya. Perempuan mana yang tidak memiliki buku itu?

Karena jarak kelas dirinya dengan laboratorium komputer tidak begitu jauh, dengan waktu kurang dari lima menit Oca sudah berada di depan ruang laboratorium komputer.

Matanya mencari orang yang sudah menyuruhnya ketempat ini. Murid-murid sudah mulai berdatangan. Ia terkejut setelah bahunya seperti ada yang mencolek dari arah belakang. Ia membalikkan tubuh spontan.

"Gue nggak mau lama-lama, kalo mau jelasin cepetan."

Fando terkekeh dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana. "Lomba lo berapa hari lagi?"

Dahi Oca mengerut. "Dua hari lagi," Ucapnya.

"Yakin sama ilmu lo?"

"Ngeremehin?"

"Perasaan lo aja," Ia menjeda sejenak. "Belajar yang bener."

"Peduli amat?"

Fando berdecak membenarkan posisi kacamatanya. "Kalo gue bilang nomor menang lo adalah angka di kertas tadi gimana?"

Gadis itu menggeleng pelan sembari meringis. "Bahkan lo aja nulis angka lebih dari satu."

"Berarti salah satunya."

"Nggak ada yang sempurna." Fando tak bereaksi setelah mendengar sahutan gampang dari gadis itu.

"Nggak ada nilai yang sempurna di kertas ini," Oca berujar sembari mengangkat kertas bermotif polkadot hitam itu.

"Liat nanti ya."

Oca menarik napasnya dalam lalu membuangnya pelan. "Gue nggak mau curang, dengan lo ngomong kayak gini. Gue tau lo itu peramal tapi maaf aja gue nggak mau bocoran dari lo."

"Gue nggak suka kata peramal di kaliamat lo. Dan coba kasih tau di kalimat mana gue bocorinnya?"

"Gue bakal dapet juara empat 'kan? Sesuai angka pertama yang lo tulis," Ujarnya.

Pemuda itu terdiam sejenak sebelum kembali membuka suara. "Iya."

"Why? Kenapa lo mau ramal itu?"

"Ngasih tau aja."

"Lo anak Olim sains tahun lalu? Nggak seneng ya gue kepilih perwakilan matematika?" Ucapannya melirih.

"Out of topic. Bentar lagi rame, gue duluan." Kata pemuda itu sebelum kakinya berjalan menjauh.

Saat dirinya mendongak pemuda yang sedari tadi ia ajak obrol kini sudah tidak ada lagi di hadapannya. Jadi inikah yang dinamakan datang terakhir, pulang lebih dulu?

Tidak begitu peduli dengan Fando, Oca hendak kembali ke kelasnya karena mungkin Rahil dan Dewa sudah datang. Namun, ketika berjalan di koridor ada yang janggal dalam dirinya yaitu buku diary-Nya.

Gunanya ia tadi membawa buku diary itu apa?!

-----

Oke, See you bye~
Terimakasih Sudah Membaca!

72 Days Cenayang. (completed) ✔Where stories live. Discover now