Duah belas

159 24 6
                                    

Pukul 19.43 malam hari, Oca sedang sibuk-sibuknya dengan setumpuk buku tebal juga kertas berisi rumus di hadapannya. Padahal besok adalah hari libur.

Rambut yang dicepol menggunakan pensil memperlihatkan leher putihnya. Raut keseriusan tampak dari wajahnya. Ia berjanji akan membenarkan nilai-nilai yang mendapat merah walau dengan giat dan semangat belajar.

Setiap berhasil menyelesaikan lima soal atau membaca lima halaman ia menyelinginya dengan memakan es batu yang sudah ia siapkan sendiri.

Satu notifikasi video call group dari ponsel berhasil membuat keseriusannya buyar. Tapi tetap saja, Oca menganggakat panggilan itu.

"Kesel banget, kambing." Ucapan itu menjadikan sapaan bagi Oca.

Ia membalas, "Baru join udah dikambing-kambingin." Membuat gelak tawa terdengar dari masing-masing.

Chika memijat pelipis. "Gue demam ragara kehujanan pas nonton basket Dewa sama Pandu minggu kemarin." Eluh gadis itu.

Dewa yang mengetahui namanya ikut terseret lantas membalas, "Heh bocil, lo kira cuma lo doang yang kebasahan gue Pandu juga kali."

"Kehujanannya kapan sakitnya kapan, nggak jelas." Timpal Pandu.

Lagi-lagi Chika memberi pembelaan. "Lo kan yang maksa buat nonton. Lo berdua juga pinter banget nebeng mobil coach lo."

Sembari membenarkan letak ponselnya Pandu berucap, "Lah elo. Kehujanan tuh minggu kemarin harusnya demam lo itu malemnya sehabis hujan-hujanan."

Oca terkekeh. "Demamnya dipending gitu ya."

"Beda, itu mah emang waktunya dia sakit aja." Lanjut Pandu.

Ia menyuap satu sendok es batu serut. "Bukannya kalian udah dikasi tau Fando kalo sorenya bakal hujan?"

"Chika yang remehin Fando." Rahil berujar cepat bersamaan dengan nyalanya kamera.

Lain hal Dewa malah mengganti topik pembicaraan. "Oca, lagi apa kamu?

"Belajar."

"Sok belajar lo nilai anjlok aja hahaha." Celetuk Chika. Lantas Oca memukul kamera ponsel dengan sendok es sebagai balasan.

"Tapi emang bener sih. Kalo rangking si Oncom turun jangan temenin lagi. Hahaha bercanda, Ca," Dewa menimpali dengan selingan tawa.

Bukannya marah. Oca kembali membalas, "Rumah lo sampin-sampingan sama pabrik mercon apa gimana sih." Ucapan Oca banyak disetujui dengan yang lain. Sebab memang betul adanya setiap Dewa me-aktifkan mikrofon suara pemuda itu bersahutan dengan suara kembang api.

"Emang kalau nilai anjlok nggak boleh belajar ya, Chik?" Pandu bertanya. Pemuda itu mengembalikan topik pembicaraan.

"Ya malu aja sih."

Suara tawa geli terdengar. Bersumber dari Pandu. Pemuda itu lalu berkata, "Kenapa malu? Konteks malu lo itu ke malu karena nilai anjlok atau malu karena belajar setelah dapat nilai anjlok?"

Gadis itu berdecak. "Tau dah. Lo mah dibawa serius mulu, Ndu. Kenapa sih?"

"Gue nggak bawa serius. Gue cuma nanya, kenapa lo malu belajar setelah dapat nilai jelek?"

Tak ada sahutan kembali. Terlihat Chika kini tengah memijat pelipis dan tak lama meninggalkan panggilan video tersebut.

Rahil mencoba membuka suara.
"Udah, Ndu. Lo besok ada cerdas cermat 'kan? Mending belajar sana."

72 Days Cenayang. (completed) ✔Where stories live. Discover now