Thelapane

156 43 4
                                    

Di sebuah kedai es serut, tepat terletak di persimpangan kota. Ada dua anak remaja saling duduk berhadapan. Meninggalkan fakta bahwa pengunjung tengah ramainya.

Sudah hampir dua jam terasa. Namun, keduanya belum juga ada yang hendak membuka pembicaraan. Terlalu patuh dengan gengsi masing-masing, spekulasi sang pelayan kedai.

Hingga satu pelayan menghampiri untuk memberikan dua mangkok es serut. Wajah kelelahan sangat terlihat. Pelayan itu berucap, "Neng Oca, udah ya. Ini udah es ke dua belas loh yang dipesan."

Gadis itu menatapnya datar. "Iya, saya tau ini kedai punya bundanya situ. Tapi tolong banget, saya lagi jaga berdua. Pengunjung lagi rame-ramenya," Ucapnya kembali.

"Oh iya, yang lain pada kemana, Kak?" Gadis itu bertanya.

"Ada rapat mendadak di atas."

Netra Oca membulat. "Berarti ada bunda dong?" Pertanyaannya dibalas dengan sebuah anggukan.

"Gawat nih. Fando, lo nanti bayar lima es yang udah lo abisin ya? Nanti satunya lagi biar gue talangin."

Pemuda yang sedari tadi hanya terdiam mengangkat alisnya bingung. Belum sempat membalas gadis itu sudah kembali berbicara, "Jangan tanya kenapa. Di sini lagi ada bunda, dia teliti banget. Bahkan satu balok es hilang satu dan nggak sesuai sama penghasilan rata-rata, dia tau semua."

"Tapi lo yang janji traktir tadi." Ia bersuara santai.

Oca menyuap dua sendok es serut. "Nanti, gue bayar satu porsi aja. Yang lima, janji lo." Fando kembali melanjutkan.

Sepulang sekolah tadi. Oca mendapatkan pesan sebuah permintaan imbalan sebab telah membocorkan satu rahasia lumayan besar ; kejuaraan olimpiade-nya. Mau tidak mau ia harus mengiyakan.

Saat keduanya bertemu, tak ada yang membuka suara lebih dulu. Dan terjadilah perlombaan kecil, barang siapa yang menghabiskan es serut lebih banyak. Pekan depan yang kalah harus mentraktir. Konyol memang, tapi tak Oca sangka bahwa Arfando juga maniak dengan es.

Oca menjetikan jarinya. "Ramalan lo meleset, iya 'kan?"

"Gue bukan peramal."

"Yes, right. Lo Arfando." Sahut Oca dengan cepat.

Pemuda itu menatap sekilas. Kemudian memasang earphone dengan tenang. Sedangkan Oca mengerutkan dahi tanpa menghentikan kunyahan.

Netranya menelisik. Seolah ada satu hal yang janggal dari pemuda tersebut. "Rumah lo deket dari sekolah?"

Tak ada sahutan sama sekali. Bahkan sebuah dehaman pun tak terdengar dari mulut pemuda di hadapannya. "Lo kenapa nggak pake seragam sekolah?"

Satu alis terangkat sebagai balasan pertanyaan Oca. Ia kembali berbicara, "Bukannya apa. Tadi lo duluan yang dateng ke sini. Sedangkan jam pulang sekolah itu selisih lima menit dari keberadaan lo di sini."

Anggukan samar kembali ia dapat sebagai jawaban. Membuat Oca memajukan kepala untuk kembali menilisik pemuda yang kini tengah terfokus kepada layar ponsel.

Oca memundurkan tubuh bersamaan dengan dengusan napas. "Doesn't make sense, ganti baju dalam waktu singkat. Jarak kedai bunda ke sekolah itu sekitar dua setengah kilometer paling cepet dua puluh lima menitan," Ujarnya. Tidak heran jika Oca menanyakan hal itu sebab melihat pakaian Fando yang begitu santai juga wajah yang tak memperlihatkan raut kelelahan.

"Lo juga tadi nggak ada gentayagan di perpustakaan," Lanjutnya.

"Diskors."

Oca membelalakan mata. Hampir tersedak setelah mendengar kata yang keluar dengan gampangnya dari mulut pemuda itu.

"Seriusan? Kenapa bisa?"

Fando membetulkan posisi duduk. "Bolos tiga jam pelajaran."

"Terus? Apa jangan-jangan pas waktu itu lo dipanggil ke bk ya? Enak nggak bolos tiga jam? Gue pengen coba tapi nggak boleh sama temen-temen," Ucapannya berakhir melirih.

"Nggak." Gadis itu mengangkat kedua alis sebagai balasan.

Fando kembali melanjutkan, "Ketauan, kalau nggak ketauan ya enak."

Tawa Oca pecah hanya gara-gara jawaban Fando yang nyeleneh tapi sedikit masuk akal. 'Bolos akan terasa enak jika tidak ketahuan guru'.

"Dua minggu lagi kita ikut seminar." Oca terdiam mencoba memahami apa yang dikatakan Fando tadi.

"Loh bukannya minggu itu kita ada penilaian praktek?"

Fando mengangguk. "Minggu depan."

"Terus minggu depannya lagi seminar?" Fando mengangguk kembali.

Gadis itu menyahut cepat, "Nggak mau ih."

"Harus. Disuruh kepsek." Suara decakan terdengar samar bersamaan dengan suara lonceng di pintu kedai menandakan pengunjung semakin bertambah.

"Udah, gue mau balik." Pamit Fando sembari bangkit dan memasukkan ponselnya ke dalam kantong depan hoodie. Oca pun mengikuti bangkit.

"Yaudah sana." Oca menyahut santai sembari melipat tangan didepan dada.

Tanpa membalas ucapan gadis itu. Tanpa basa basi kecil dan tanpa penghormatan Fando dengan santainya berjalan menuju parkiran meninggalkan dirinya di tempat. Oca sudah menyumpah serapahi pemuda itu dengan hati yang paling dalam.

Ia berbalik hendak membareskan barangnya. Setelah itu menuju ke ruangan pribadi milik sang bunda. Namun, saat langkahnya baru saja genap emapat kali. Sebuah notifikasi pesan teks berhasil masuk.

Fando : Makasih
Fando : Titip salam buat mbak kasir tadi.

Terlalu malas untuk membalasnya. Karena dengan cepat ia harus berpindah singgasana untuk memberi tempat bagi pengunjung yang lain.

-----
Thanks for reading! ;)
Happy ied mubarak semua Minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin!! 🌻😊

72 Days Cenayang. (completed) ✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ