31. Sedikit Cerita

Mulai dari awal
                                    

Meski mulai merasa ragu, April tetap memberanikan diri untuk tersenyum sopan ke arah wanita itu, berharap kehadirannya sama sekali tak membuatnya terganggu.

"Saya ke sini mau bicara sebentar dengan tante," jawab April, pelan.

"Apa kamu ke sini mau membicarakan tentang kematian anak saya?" Pertanyaan itu membuat April mengangguk pelan, mengiyakannya dengan bahasa tubuh dengan keyakinan penuh bahwa wanita itu mau mendengarnya. "Sebaiknya kamu pulang, April. Saya tidak ingin lagi mendengar kabar tentang anak bodoh yang sudah bunuh diri itu!"

Mama Septria tampaknya ingin menutup pintu rumah. Namun dengan cepat April menahannya, memancarkan tatapan penuh harapan.

"Tante, ini penting. Tante sendiri nggak berniat cari tahu, kenapa Septria bunuh diri?"

Sembari menghentikan pergerakannya, wanita itu berdecih sinis. "Penasaran? Anak saya itu hamil! Makanya dia memilih bunuh diri."

Sejenak, April terpaku di tempat. Mendengar kenyataan bahwa keluarga Septria tahu tentang alasannya bunuh diri membuat April kehilangan tujuannya mendatangi rumah itu. April menggeleng keras, berusaha memulihkan kesadaran untuk masih tetap pada harapannya.

"Maaf, tante. Saya tahu ini terlalu sensitif untuk tante dan keluarga yang berduka, tapi, itu bukan sepenuhnya kesalahan Septria."

"Bukan kesalahan? Apa maksud kamu?"

"Septria, dia ... dia itu diperkosa, tante."

Semula, wanita itu terpaku cukup lama mendengar penekanan kata dari April. Melihat betapa polosnya wajah April yang dipenuhi dengan segumpal keberanian dan keyakinan. Kemudian, wanita itu tertawa.

Tawa yang ditafsirkan April sebagai tawa meremehkan.

"Diperkosa kamu bilang?" serunya kali ini dengan nada menyindir. Wanita itu maju selangkah memegang bahu April, mencengkeramnya kuat dan mengguncang dengan kasar. April yang ada dalam cengkeraman itu lantas terkejut. "Anak saya diperkosa? Tidak! Anak saya itu bodoh! Dia telah melakukannya dengan lelaki jalanan itu! Dia tidak diperkosa! Dia itu bodoh!"

Bentakan itu cukup keras hingga membuat seorang pria yang diyakini April sebagai ayah dari Septria keluar dari pintu dengan gestur panik, memisahkan istrinya dari hadapan April yang sudah meringis kesakitan.

"Lepaskan! Biar dia tahu kalau Septria itu anak yang bodoh! Dia bunuh diri bukan karena diperkosa tetapi dia telah melakukan kesalahan dengan orang lain!" serunya lagi ketika pria itu berusaha menarik tangannya agar menjauh dari April.

April mulai tersengal, merasa sedikit aman ketika seseorang memegang bahunya agar tidak terjatuh—tepat saat cengkeraman wanita itu terpisah dari bahunya. Kedua orang tua Septria itu menjauh dari punggung April, menutup pintu sebelum sempat menatap April tajam. April masih bisa mendengar pria itu berusaha menenangkan istrinya yang masih saja berteriak-teriak dari dalam rumah, mungkin berhasil terpicu akan tujuan dari kedatangan April ke sana.

April mengontrol dirinya yang masih terengah-engah, untung saja ada seseorang yang menahan bahunya. Kalau tidak, ia mungkin akan jatuh membentur ubin yang sangat keras dan bisa membuat tubuhnya pegal karena di hari yang sama, ia mendapat dua cengkeraman bahu dari orang yang berbeda; Juni dan Ibunda dari Septria. 

Setelah merasa napasnya terkontrol dengan baik, April pun memutar tubuh, melihat siapa orang berjasa yang telah melindungi dirinya dari amukan Ibunda Septria.

"Kak Lini?"

🐾🐾🐾

April menikmati sebotol air mineral yang disuguhkan Lini di depan rumah jahit jalanan. Anak-anak yang mengumpulkan kain perca berada di sana, menghitung uang yang mereka kumpulkan setelah menjual kain yang mereka jumpa di jalanan dengan sangat bahagia. Sebelumnya, Lini telah menawarkan April untuk makan di pedagang kaki lima jalanan menggunakan uang hasil kain perca itu, tetapi April menolak karena tentu saja uang yang mereka kumpulkan bukan untuk dihabiskan oleh gadis yang masih bisa membeli makanan sepertinya.

Seamless (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang