31 | Puri Pratama

4.6K 739 49
                                    

Awan hitam masih lekat menutup sang rembulan, suara serangga malam saling beradu untuk mengisi setiap kekosongan di dalam hutan.

"Lepas!" Ratih berusaha sekuat tenaga menahan agar pisau itu tidak sampai mengenainya. Namun di sisi lain orang itu terus saja menekan agar gadis itu dapat segera mati. Dengan begitu tugasnya akan segera selesai.

"Mati saja kau!"

Tidak dapat dipungkiri, Ratih memang tidak cukup kuat untuk menahannya, terlebih lagi ia juga sudah menguras sebagian tenaganya saat berlari tadi.

Tiba-tiba pria itu menarik kembali lengannya, membuat Ratih sontak melepaskan pegangannya dari tangan pria itu. Kemudian si pria terlihat semakin geram hingga ia sekali lagi mengangkat tangannya tinggi-tinggi sebelum menusukkan pisau itu pada Ratih.

"Ucapkan selamat tinggal Yang Mulia," ucapnya dingin tanpa ampun.

"Aaaa..." Ratih memejamkan kedua matanya sambil berteriak. Kedua tangannya sontak menutup wajahnya yang menunduk gemetaran.

Tiba-tiba hening, tidak ada yang terjadi setelah itu. Namun Ratih tetap tidak berani membuka matanya sampai terdengar bunyi sebuah benda terjatuh ke tanah. Lantas ia memberanikan diri membuka mata.

Ternyata itu tadi adalah suara pisau yang jatuh ke tanah. Ratih cukup terkejut, apa pria itu mengurungkan niat untuk membunuhnya. Namun ia lebih terkejut lagi saat melihat darah keluar dari mulut pria itu. Kedua matanya masih menyala merah namun tubuhnya terlihat kaku untuk digerakkan. Tidak berselang cukup lama laki-laki itu langsung tumbang dalam posisi tengkurap.

Saat pria itu tumbang, seketika bayanganya tergantikan oleh wujud sosok Rakai Pikatan. Rakai yang berdiri di sana seketika menurunkan busurnya dan pandangan mereka berdua pun saling bertemu dalam jarak yang tidak cukup jauh. Tidak berselang cukup lama, kemudian Rakai melihat tubuh yang kini tergeletak di tanah.

"Bawa pria itu, pastikan dia belum mati." perintahnya pada dua orang prajurit yang menemaninya. Dengan sigap para prajurit itu langsung bergegas mengangkat tubuh pria tadi dan menggotongnya pergi.

Ratih menutup mulutnya dengan kedua tangan, ia masih syok akan semua kejadian yang ia alami. Dan ini juga pertama kalinya ia melihat seseorang terbunuh di depannya. Anak panah Rakai menancap dengan sempurna di punggung pria itu. Dan ia terpaku memerhatikan bagaimana para prajurit itu membawa tubuh pria itu pergi sampai-sampai ia tidak sadar Rakai sudah berdiri di depannya.

Seperti paranoid, Ratih masih ketakutan saat menoleh ke arah Rakai, ia bahkan masih sedikit mundur-mundur saat pria itu terus berjalan mendekat.

"Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau baik-baik saja?" Rakai berucap cepat, nadanya terdengar sangat khawatir. Ia memegang kedua bahu gadis itu dan sedikit mengguncang tubuhnya. Saat melihat wajahnya, gadis itu terlihat sangat ketakutan. Ia tidak bisa berkata apapun, hanya menatap kedua mata pria itu seakan ingin mengatakan sesuatu, namun tidak bisa.

Pria itu melepaskan tangannya lalu memerhatikannya dari ujung kepala hingga kaki. Ia juga melihat pundak gadis itu yang masih naik turun karena sesegukan. Ia dapat melihat bagaimana air mata mengalir di pipinya.

Awan hitam perlahan berlalu pergi dan kedua mata coklat yang terlihat ketakutan itu perlahan berkilauan saat tertimpa cahaya rembulan.

Rakai merasakan getaran hebat dari gadis itu saat mencoba menyentuhnya lagi, lantas ia menarik tubuhnya agar lebih dekat.

"Ak...ak...aku...." Ratih mencoba mengatakan sesuatu dengan gelagapan, kedua matanya terus mengerjap sambil melihat ke sana kemari. Namun tiba-tiba Rakai menghentikannya dengan menempelkan jari telunjuk di bibir Ratih.

ABHATIWhere stories live. Discover now