30 | Perjalanan ke Medang

4.4K 719 24
                                    

Ini adalah hari ke-tiga sejak ia disekap di sebuah ruangan lembap dan gelap. Luka lebam di sebagian wajahnya belum sepenuhnya pulih ditambah dengan penampilannya yang lusuh. Pakunjaran yang dingin sedikit membuat dirinya menggigil, namun di dalam sana ia duduk bersila sambil memejamkan mata. Karena hanya itulah yang dapat ia lakukan.

Tiba-tiba suara gebrakan dengan keras terdengar dari luar tahanannya. Sejak kedatangannya, hanya suara itulah yang sudah terbiasa ia dengar selain suara decitan tikus. 

"Makan ini!"

Pria yang terpaksa membuka kedua matanya karena terganggu itu hanya menatap sekilas ke arah prajurit yang datang. Pakunjaran yang gelap hanya menjatuhkan bayangan remang-remang sehingga ia kesulitan melihat wajah si prajurit.

kemudian pandangannya turun ke bawah, tepatnya ke arah makanan yang diberikan padanya. Panji tidak berkomentar sedikit pun, hanya meliriknya sekilas saja, ia bahkan tidak tertarik untuk mengambilnya. Memang, makanan-makanan basi seperti itu sengaja diperuntukkan untuknya.

Kemudian ia tidak menghiraukan langkah prajurit yang berjalan menjauh dari sana, meninggalkannya dengan kesepian, yang mungkin kini telah menjadi teman barunya. Dipandanginya secerca cahaya yang menerobos masuk melalui sebuah celah kecil di antara batu bata merah. Celah itu sangat kecil, bahkan tidak akan muat untuk ukuran pergelangan tangannya. Tidak ada jalan keluar dari sini.

"Ternyata inilah rumah asliku." Ia sedikit mendengkus,  "Kurasa kau benar ibu, kehidupan kerajaan sangat mengerikan."

***

Ratih merenggangkan tubuhnya sambil menguap. Ia mencoba mengerjapkan kedua matanya bekali-kali sambil menatap lurus ke langit-langit. Beberapa kali ia terus bengong sampai saat secara tiba-tiba ia teringat akan sesuatu.

Dan saat itu juga kedua mata yang tadinya sayup-sayup seketika terbelalak lebar.

"Whoaaa! Aku tidur dengan siapa!" Ia berteriak histeris sambil melompat dari ranjangnya. Saat membalikkan badan, ia tidak mendapati siapa pun di sana. Dan untuk memastikannya ia mencoba untuk mengecek ke bawah tempat tidur dan sesekali menoleh ke sana kemari.

"Sialan..." ia menghela napas sambil mengelus dada.

"Apa yang kemarin itu cuman mimpi ya?" Tanpa sadar ia menunduk, mencoba memerhatikan sebuah benda kecil yang tersemat di jari manisnya. "huh?" Ia mengusap permata yang ada di cincin itu dan itu semua benar-benar nyata, bukan mimpi. Bahkan untuk ciuman itu.

Saat kecil ia selalu bermain sebagai putri disney, dan memimpikan akan seorang pangeran datang menjemputnya. Namun siapa sangka, ia akan mendapat sebuah first kiss dari seorang pangeran sungguhan.

Tapi ke mana perginya dia?

Terdengar suara pintu diketuk tiga kali, sontak Ratih menoleh ke arah pintu itu. ia merapikan rambut dan kainnya sebelum mempersilahkan orang itu untuk masuk.

"Ngapunten Ndoro..." Itu adalah Nirma, ia berjalan tergesa-gesa. Selalu begitu setiap saat.

"Ada apa?"

"Ndoro harus segera bersiap untuk perjalanan ke Kerajaan Medang."

"Tapi kenapa buru-buru sekali?" Tanya Ratih.

"Ampun Ndoro, ini perintah Raja"

Kemudian seperti biasanya, beberapa dayang akan mulai berjalan masuk untuk menyiapkan dirinya.

***

Di halaman utama keraton Syailendra.

Suasana pagi itu cukup disibukkan oleh beberapa persiapan pelepasan tuan putri tersayang mereka, Pramodawardhani. Deretan kuda bangsawan, prajurit dan tandu penuh memadati mulai dari gapura masuk hingga halaman utama.

ABHATIWhere stories live. Discover now