18 | Pembunuh

5.4K 811 18
                                    

Jadi begini ya?

Inikah akhir dari segalanya? Mati dengan cara seperti ini? Aku tidak percaya takdir mempermainkanku sedemikian rupanya. Konyol sekali.

Tubuhku mati rasa. Aku tidak bisa bernapas. Tubuhku hanya melayang-layang di kedalaman air yang dinginnya menusuk kulitku. Aku dapat melihat cahaya di permukaan, tapi aku tidak bisa menggerakkan tubuhku hanya untuk meraihnya. Dimana Panji? Ah aku tidak peduli lagi. Aku juga tidak mengharapkan pertolongan dari siapa pun lagi. Sudah cukup putus asa sepertinya.

Kehampaan menyelimuti seisi kekosongan ruang dalam diriku. Apa ini hukuman bagiku? Apa sampai seperti ini tuhan membenciku. Ohh...belum sempat aku menatap wajah semua orang yang kusayangi untuk terakhir kalinya, hanya untuk mengucap maaf...

Tapi setidaknya aku akan pergi ke tempat Ibu. Menyapanya dan meminta maaf. Ibu...jangan marah padaku ya?

Perlahan, cahaya menyilaukan itu tampak kembali. Itu adalah cahaya yang sama dengan saat itu. Cahaya yang sama dengan yang membawaku terlempar ke masa lalu. Saat setelah tertelan cahaya itu maka terjadilah sebuah keajaiban. Lalu, apakah yang akan terjadi saat ini? Apa ini memang sudah saatnya aku meninggalkan dunia ini? Dengan segala urusan yang belum selesai? Ada dua kemungkinan. Kembali ke masa depan atau...

Tidak kembali ke masa mana pun.

Aku pasrah, hanya mampu memejamkan mata dan membiarkan tubuhku melemas dan tenggelam semakin dalam.

Semuanya sudah selesai...

***

"Bangun Ratih! Semua belum selesai!"

Suara itu terdengar sangat familiar, suara yang menggema di seisi indera pendengarannya. Suara pria bersayap itu...

Si pria malaikat

Ratih sontak membuka matanya. Jantungnya berpacu dengan sangat cepat. Ia gelagapan karena berfikir masih berada di dalam air tapi ia ternyata masih bisa bernapas. Karena sepertinya keajaiban terjadi lagi. Kini ia berada di dimensi ruang yang lain. Di sebuah tempat gelap dengan sedikit cahaya, entah cahaya yang berasal dari mana.

Ia tidak tahu pasti tengah berada dimana tapi tempat itu terlihat sangat familiar bagi Ratih. Bukan sebuah tempat yang berada di masa lalu, melainkan masa depan. Yah... Ratih merasa tidak asing dengan tempat itu terutama saat mulai berjalan menyusuri ruang yang perlahan membentuk sebuah koridor panjang dengan cahaya remang yang berasal dari lampu-lampu yang terpasang di langit-langit atas. Ini adalah koridor rumah sakit, tepatnya rumah sakit tempat dimana Ratna-Ibunya sempat dilarikan dan karena terlambat, di tempat itulah Ratna mengembuskan napas terakhir.

Rintihan dan teriakan kini mulai terdengar saling bersahutan dari balik ruang-ruang yang berada di sisi kiri dan kanan koridor. Raungan orang kesakitan dan meminta tolong sungguh menyayat telinganya. Ia benar-benar tidak ingin tahu ada apa di balik pintu-pintu kamar rumah sakit itu. Rasa takutnya benar-benar mengalahkan rasa penasarannya.

Beberapa orang dengan pandangan kosong berlalu lalang di setiap jalan yang ia lalui. Mereka semua diam, hanya berjalan sambil tertunduk, pandangan mereka kosong sambil membawa hawa menyeramkan. Ratih ketakutan, ia yakin mereka yang berjalan ini bukan manusia, begitu pun dengan mereka yang merintih kesakitn dari balik pintu-pintu tersebut.

Ia gemetaran, tapi ia tetap berjalan tak tentu arah. Apakah ini akhir dari segalanya? Apa beginikah akhirnya? Apakah ia kini menjadi bagian dari mereka yang tak kasatmata? Menjadi arwah dengan segala urusan yang belum selesai dan terus berjalan tak tentu arah.

Sepertinya ini bukan tempat dimana Ibunya berada. Tentu saja, Ibunya adalah sosok wanita yang baik dan pantas untuk ditempatkan di tempat yang baik, sedangkan ia?

ABHATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang