4 | Pawitra

11.1K 1.5K 46
                                    

"Tunggu, siapa wanita ini?" tanya salah satu dari kedua pria itu.

"Bukankah sudah kukatakan, ini urusanku. Kalian tidak perlu banyak bertanya!" Panji menarik tubuh Ratih mendekat hingga berdiri tepat di belakangnya.

Kedua lelaki didepannya saling menatap satu sama lain sesaat hingga akhirnya keduanya pun menganggukkan kepala.

"Baiklah, ayo masuk" salah seorang dari kedua lelaki tersebut mengantarkan mereka berdua menuju sebuah bangunan yang terletak di tengah-tengah padepokan dimana seseorang yang dipanggil Resi Adwaya berada di sana.

***

Saat pertama kali melihat wajah wanita muda di depannya itu, sampai saat ini Adwaya masih terpaku dengan tatapan tak percaya. Dia yang dikenal sebagai Resi Adwaya adalah seorang guru besar sekaligus pemilik pasraman itu. Pasraman yang dibangunnya dua dasawarsa yang lalu dan diberi nama Pawitra yang berarti tempat menyucikan diri.

"Ini tidak mungkin, kau..."

Adwaya memincingkan matanya dan mencoba menerka-nerka apakah memang benar dugaannya mengenai wanita di depannya itu.

Ratih hanya diam. Ia merasa ketakutan dengan tatapan kebingungan. Bahkan, sempat ia mengira bahwa orang tua yang ada di depannya itu pasti tidak akan suka dengan kehadirannya.

"Namanya Ratih, dia tidak ingat apapun tentang dirinya" Panji angkat bicara, kemudian ia jelaskan semua yang terjadi di hutan saat pertama menemukan Ratih dan semua tentang pengejaran itu.

"Jadi, hamba kemari ingin memohon pertolongan Resi" Panji menundukkan kepala sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya, Ratih yang memperhatikannya pun ikut meniru apapun yang sedang Panji lakukan.

Adwaya berhenti memandang Ratih dengan tatapan menyelidik. Bahkan kini senyumannya merekah, walau ia seorang yang berwajah keras namun sorot matanya begitu teduh dan penuh kasih. Rambut dan janggutnya sudah mulai memutih. Pembawaannya yang tenang betul-betul mencerminkan dia sebagai guru besar yang disegani di seluruh Mataram.

"Aku mengerti. Ratih, Kau bisa tinggal di pasraman ini," ucap Adwaya mengetujui permintaan mereka.

Ratih mendongakkan kepalanya, ia memandang sang resi tak percaya mulutnya masih terbuka dan matanya yang membulat mencerminkan kelegaan.

"Terima kasih, Resi. Terima kasih." Karena terlalu bahagia, wanita itu sampai mengucapkan terima kasih berulang kali dan membuat sang resi tersenyum penuh pergertian.

"Laras...." Beberapa saat setelah Adwaya memanggil nama tadi, munculah seorang wanita yang umurnya tak jauh berbeda dari Ratih. Gadis itu memenuhi panggilan Adwaya. Ia menganggukkan kepala ke arah Panji seakan mereka sudah saling kenal kemudian duduk bersimpuh tak jauh dari Adwaya.

"Ini cucuku, namanya Kahyang Larassati. Laras, dia adalah Ratih, murid baru di sini," jelasnya.

Parasnya sungguh menawan, matanya yang indah bersinar itu menatap Ratih sambil melontarkan senyuman manisnya.

"Nak, bisa kau tunjukkan bilik mana yang akan Ratih tempati," pinta Adwaya pada cucu kesayangannya itu.

"Baik kakek, mari Ratih." Laras pun menggandeng tangan Ratih dan beranjak keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Panji dan Resi Adwaya bercakap-cakap di ruangan itu.

***

"Apa benar Yang Mulia memanggil hamba?"

Tepat di hadapannya berdirilah seorang lelaki tua yang memunggunginya sambil menatap sinar rembulan dari balik jendela mewah dengan pahatan-pahatan keraton yang khas.

ABHATIWhere stories live. Discover now