27 | Keputusan Akhir

4.6K 754 39
                                    

Hari itu berjalan seperti biasanya, sang raja menerima laporan, menimbang keputusan dan menyatakan hasil akhir dari keputusan itu. Tidak terlalu berat untuk ukuran seorang penguasa baru. Hanya saja, ia harus hati-hati untuk berlaku adil dan berani dalam mengambil keputusan sesuai nasehat Raja Sanjaya padanya.

"Aku rasa cukup untuk hari ini. Apa kalian sudah paham mengenai tugas kalian masing-masing, aku rasa tidak ada masalah mengenai upeti dan pemberdayaan desa," ujarnya kepada seluruh petinggi kerajaan yang hadir di balairung istana. 

"Sendiko Gusti"

Semua orang mengenal Rakai Pikatan sebagai raja yang sangat mengayomi rakyatnya. Hal ini sangat berbeda dengan ayahnya. Mungkin karena memang tidak semua sifat harus diturunkan padanya. Ia punya prinsip dan jalan hidupnya sendiri.

Pada masa pemerintahannya yang sekarang ini ia lebih banyak menekankan pada pembangunan-pembangunan fisik kerajaan. Dan mengenai rencana pemindahan pusat pemerintahan ia sudah merencanakan membangun ibu kota baru di Mamrati dengan istana bernama Mamratipura, namun itu semua baru saja berjalan bersamaan dengan pembangunan candi Plaosan untuk calon istrinya, Pramodawardhani.

"Baik, kalian semua bisa meninggalkan tempat ini," ucapnya.

Kemudian semua orang memberi sembah hormat sebelum pergi dari sana.

"Terkecuali kau, Senopati," imbuhnya.

Panglima Abdiwasepa mengangguk mengiyakan. Ia berdiri menunduk sambil menangkupkan kedua tangan di depannya sembari menunggu ruangan itu kosong.

Saat dirasa semua orang telah pergi, barulah Rakai membuka suara.

"Paman, mengenai perintahku waktu itu, apa sudah kau laksanakan?" tanyanya.

"Sendiko Gusti, sudah hamba utus satu orang untuk mencari tahu informasi tentang Pramodawardhani, sesuai perintah Yang Mulia."

"Bagaimana hasilnya?"

"Sejauh informasi yang diperoleh, Pramodawardhani adalah putri semata wayang Raja Samaratungga dari seorang Prameswarinya, ia hanya memiliki seorang saudara laki-laki dari seorang selir yang bernama Balaputradewa, lalu..."

"lanjutkan," ucap Rakai.

"Lalu sejauh informasi yang hamba dapat, Pramodhawardani adalah pewaris tahta Dinasti Syailendra, ia adalah penerus ayahnya."

Rakai mengangguk-angguk.

"Paman, bagaimana mengenai penyusupan Pramodhawardani waktu itu? Apa benar ia adalah seseorang yang bernama Ratih? Apa benar ia dalang di balik semua penyerangan waktu itu?"

"Menurut kabar, Kerajaan Syailendra sempat mengadakan sayembara besar-besaran untuk mencari keberadaan putri mereka yang menghilang. Dengan kabar itu bisa jadi benar jika mungkin selama ini Pramodhawardani memanglah wanita bernama Ratih yang sempat berada di pasraman."

"Hmm...jadi itu benar. Lalu penyerangannya?"

"Maaf Yang Mulia tapi hanya itu saja informasi yang hamba dapat."

Rakai terlihat menahan marah, ia mengepalkan kedua tangannya. Namun kemudian ia berpikir sejenak, jika saja penyerangan ini dilakukan pihak Kerajaan Syailendra dengan membuat siasat melalui Pramodawardhani, lalu kenapa mereka repot-repot melakukan sayembara untuk mencari putri mereka. Akankah Pramodawardhani melakukan semua ini sendirian tanpa keterlibatan pihak keluarganya?

"Yang Mulia..."

Rakai menoleh.

"Hamba memang tidak berhak mengatakan ini, tapi izinkan hamba bicara. Jangan terlalu buru-buru menyimpulkan semua ini Yang Mulia, kita tidak akan pernah tahu siapa dalang di balik semua ini sampai kita bisa menemukan bukti yang pasti, sejauh ini para prajurit masih dikerahkan untuk menyelidiki kawasan sisa-sisa pasraman. Sampai kita berhasil menemukan seorang saksi, barulah kebenaran akan terungkap."

ABHATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang