"Selamat, kalian semua sudah berhasil menjalankan latihan terakhir ini dengan baik." Ujar Pak Hilton, diiringi dengan tepukan tangan darinya.
Kami semua menyahut, ikut bertepuk tangan. Yah, walau sebenarnya aku dan Catherine hanya menemukan lokasi penyimpanan alatnya saja. Sisanya dituntaskan oleh pasukan elit.
"Berhubung besok adalah hari penyerbuan, kalian diperbolehkan beristirahat lebih awal." Lanjutnya.
Ah, syukurlah .... Sebuah istirahat memang terdengar baik setelah menghadapi sekolah dan latihan.
Aku menoleh ke arah jam tanganku. Jarumnya masih mengarah pukul lima. Hm, aku bingung bagaimana cara menghabiskan waktu istirahat ini. Tidak mungkin aku menghabiskannya dengan tidur saja. Dan ditambah lagi, katanya tidur sore itu tidak baik.
"A-anu Jamie ...." tegur Catherine tiba-tiba.
"Ya, ada apa?" balasku sembari menoleh ke arahnya.
Wajahnya seketika memerah saat aku memandang ke arahnya.
"Catherine, wajahmu memerah. Apa kamu baik-baik saja?" tanyaku.
Apakah dia kelelahan habis latihan tadi? Ingin kupercayai itu sebagai alasan wajahnya memerah tapi, itu bukan ekspresi seseorang yang kelelahan.
Ekspresi yang dia tunjukkan sekarang sama seperti saat dia berada di dunia game waktu itu. Jangan bilang dia ....
"A-Ah! Tidak, aku tidak apa-apa. Kamu bicara apa sih, aku baik-baik saja ...." Balasnya.
"Lalu, ada apa?"
Dia memalingkan wajahnya kesal, "Lupakan saja." Ujarnya lirih.
Aku menggaruk-garuk kepalaku, heran dengan perlakuannya. Ekspresi-ekspresinya tadi mirip sekali dengan cewek tsundere di game-game Dating Simulator.
Tidak, tidak mungkin dia seperti itu. Ingat Jamie, ini dunia nyata. Kalau dia benar-benar seperti itu, pastinya setelah ini dia mengajakku ke suatu tempat untuk menyatakan perasaan cintanya padaku. Yah, segila apa khayalanku itu terhadap Catherine.
Latihan kami pun dibubarkan setelah beberapa evaluasi yang diberikan oleh Kak Reinhart dan Pak Hilton. Aku memutuskan untuk menuju kantor tengah dan menikmati senja dari balik kaca disana.
"J-Jamie." Tegur Catherine untuk kedua kalinya.
Aku menoleh sembari bertanya persis seperti tadi, "Ya, ada apa?"
"Aku mau ke kafe baru deket rumah aku. K-Kalau kamu gak ada urusan b-boleh ikut, kok .... Tapi aku gak maksa kok...! Kalau gak mau juga nggak apa-apa." Ujarnya seakan-akan tidak menginginkanku untuk ikut.
Aku menelan ludah. Tidak, tidak mungkin. Apakah aku tidak salah dengar? Derapan jantungku seketika semakin cepat. Di tambah lagi wajahnya yang malu-malu itu sangat imut!
Jadi, khayalanku yang terdengar gila itu rupanya sebuah kenyataan. Ah, tidak tidak. Mungkin dia hanya ingin mendekatkan hubungan kita sebagai rekan kerja
"Y-Ya sudah. Aku ikut deh ...." Jawabku sedikit canggung.
"Baiklah, ayo ...." Balasnya sembari memalingkan pandangan, masih dengan wajahnya yang malu-malu itu.
Kami pun langsung menuju pintu markas dan langsung memasuki mobil.
Seperti biasanya, keheningan selalu menemani kami sepanjang perjalanan. Aku pun menoleh ke arah Catherine. Merah di wajahnya belum sepenuhnya menghilang dan, dia terlihat kebingungan.
YOU ARE READING
Synchronization
Science FictionJamie Anderson, anak remaja berumur 16 tahun yang tinggal di sebuah kerajaan yang bertahan di masa depan. Kemajuan teknologi yang luar biasa membawa juga dampak negatif pada dunianya. Dia ditakdirkan menyelamatkan dunia dari ancaman sebuah perusaha...
