___ ___ ___
Aku membenci manusia. Mereka serakah, tamak, dan sombong. Mereka rela melakukan apapun demi kebaikan mereka sendiri. Mereka suka bertumpah darah antara satu sama lain.
Aku tidak menyukai itu semua. Karena itu, semua manusia harus dilenyapkan dari dunia ini. Tidak, tidak semua manusia. Hanya "ayah" dan teman-temannya yang tidak bersifat seperti itu.
Mereka tidak seperti manusia-manusia yang lain. Mereka ingin menciptakan dunia yang penuh kedamaian. Sebab itu, aku harus melakukannya. Aku harus membantunya mewujudkan cita-citanya. Ya, bisa dibilang itu juga menjadi cita-citaku sekarang.
28 hari lagi sebelum konser pertamaku. Semua yang menyaksikan dan mendengarkan akan menjadi pembantuku dalam menciptakan malapetaka ini. Meski begitu, maut tidak akan meninggalkan mereka. Karena, mereka akan merenggut nyawa mereka sendiri dalam membantuku.
Ya, sepertinya aku tidak bisa sepenuhnya membenci manusia. Setidaknya mereka masih bisa berguna.
___ ___ ___
Jamie's P.O.V
Aku terbangun dengan siluet mentari pagi menembus jendela kamar. Aku menoleh ke arah jam yang berada di atas laci, samping tempat tidurku.
"Jam sembilan?!" sahutku terkejut.
Oh tidak, aku terlambat satu jam dari jam masuk sekolah. Tunggu sebentar, bagaimana aku bisa lupa? Bukannya ini hari Sabtu ya? Tidak ada sekolah untuk hari ini. Apakah karena 90% pemikiranku termakan karena kehadiran Yuki? Dan ditambah lagi, kami menonton "Ifkar Perfect 2" bersama. Kejadian itu membuatku bahagia semalaman~.
Namun, meski begitu. Ada sesuatu berkaitan dengan orang tuanya yang membuatnya tersakiti. Aku ingin membantunya. Aku tidak ingin melihatnya menangis lagi.
Aku pun keluar dari kamarku dan menuju kamar tamu. Ya, aku menyuruhnya untuk beristirahat disana. Tidak mungkin aku membiarkannya tidur di sofa, mana mungkin aku tega.
Tanpa sengaja kita berpapasan dengan arah yang berlawanan.
"Ah, Jamie. Sudah bangun rupanya. Baru saja aku mau bangunin." Ujarnya menyapaku.
"Haha, kebetulan. Aku baru saja ingin ke kamarmu."
Tunggu...itu terdengar aneh. Rupanya aku masih "Loading". Tidak heran jika bahasaku tidak karuan. Dia menatapku heran.
"Bu-bukan seperti itu maksudku! Ka-kamu mengerti, kan?"
"Ma-maksudmu apa..?"
"Dia bercanda, kan?" ujar batinku setengah panik. Ah...! Aku tidak ingin dicap sebagai orang mesum olehnya! Bagaimana ini...?
"Maksudu, aku hanya ingin memeriksa keadaanmu. Hanya itu, tidak lebih. Sumpah!" jelasku berusaha mengklarifikasi kesalahpahaman ini.
"Dasar mesum..." ujarnya pelan.
Setelah kalimat itu, seketika kurasakan ruhku meninggalkan ragaku saking malunya. Tatapanku kosong layaknya seseorang yang telah melihat ajalnya sendiri.
"Hahaha...aku cuman bercanda. Jangan dibawa serius."
Dasar. Kenapa tidak bilang dari awal?
"Ngomong-ngomong, aku sudah nyiapin sarapan." Ujarnya sembari melangkah menuju dapur.
Terpapar di meja makan dua piring telur orak-arik, sosis, dan roti panggang.
"Aduh, jadi ngerepotin. Maaf. Seharusnya aku saja yang membuatkan sarapan."
"Eits, beraninya kamu minta maaf. Padahal kamu sendiri melarangku."
"Haha, masih ingat saja."
Suasana ini. Sudah lama aku merindukannya. Suasana kehangatan yang memenuhi rumah diselingi canda tawa. Di meja makan, kami pun berbincang, menceritakan kembali masa lalu yang hampir terlupakan. Membuat sarapan ini jauh lebih berasa.
"Em...ngomong-ngomong, Jamie. Ada sesuatu yang aku harus sampaikan."
"Hm? Katakan saja." Balasku sebelum mengambil suapan berikutnya dari sarapanku.
"Kamu termasuk anggota organisasi ya?"
Aku tersedak. Pertanyaan itu mengejutkanku bukan main. Kenapa dia tiba-tiba bertanya soal itu? Dan terlebih lagi, sepertinya tidak berguna jika aku mencoba untuk berbohong. Ah...bagaimana ini...
"Uhuk...uhuk! Ba-bagaimana kamu bisa tahu? Apakah gara-gara aku suka "Ifkar Perfect" ya? Ya, kamu benar. Aku memang anggota organisasi novelis sekolah." Jawabku mencoba untuk berbohong.
"Kamu tahu bukan itu maksudku, kan?" balasnya dengan nada serius.
Aku menelan ludah. Ternyata benar, aku tidak bisa berbohong lagi.
"Tenang saja, aku juga bagian dari organisasi, kok."
Dengan sontak aku langsung membuka hp-ku. Aku mencari namanya dalam daftar anggota organisasi. Dia tidak berbohong. Namanya tertera dakam daftar tersebut.
"T-tunggu dulu! Kenapa tidak ada yang pernah memberitahuku tentang kamu? Dan kenapa kamu tidak pernah kulihat di markas? "
"Nanti suatu hari kamu tahu sendiri, kok." Balasnya sambil tersenyum.
Kami pun melanjutkan sarapan. Selepas itu, dia beranjak dari kursinya dan mengambil kedua piring bekas sarapan tadi. Dia pun melangkah menuju westafel pencuci piring, hendak mencucinya.
"A-ah, biar aku saja." Ujarku sembari mencoba untuk meraih piring-piring itu.
"Ah...kamu baik banget deh~..."
"Ya...aku cuman berusaha jadi tuan rumah yang baik. Seharusnya tadi kamu juga gak harus masak." Balasku sembari mencuci kedua piring tersebut.
"Eh Jamie, kayaknya cocok deh kalau kita jadi pasutri." Celetuknya tiba-tiba.
Perkataannya membuatku kagok. Yang awalnya aku ingin menutup keran, malah aku semakin membukanya. Cipratan air dari piring membasahi pakaianku. Dengan tergesa, aku pun menutupnya. Yuki terkekeh kecil sambil menutup mulutnya.
"Ngomong-ngomong, habis ini aku langsung pulang. Orang tuaku bilang mereka sudah baikan. Dan mereka juga mengucapkan terima kasih buat kamu karena udah ngurusin aku."
"Oh, iya. Sama-sama. Senang mendengar mereka sudah baikan. Kalau begitu, hati-hati di jalan ya. Titip salam juga untuk orang tuamu."
Dan, tiba-tiba. Air matanya mulai mengalir di pipinya. Saat dia mulai menyadarinya, dia langsung mengelapnya.
"A-ada apa Yuki?" tanyaku cemas.
"Ah, tidak. Cuma kelilipan saja." Balasnya.
Ya, jelas-jelas dia berbohong.
"Anu, Jamie. Sebelum aku pergi, ada sesuatu yang sebenarnya ingin kusampaikan. T-tapi...aku tidak tega menyampaikannya. Akan kukirimkan lewat forum di pesan pribadimu. Kumohon...baca ya." Jelasnya dengan usaha menahan air mata.
"Ba-baik..."
Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa lagi. Ada sesuatu yang membuatkannya resah, tapi...sepertinya hanya lewat pesan itu aku bisa mengetahuinya.
Dia melangkah menuju pintu rumah. Aku menemaninya hingga depan pintu dan membukakannya.
"Jaga dirimu ya, Jamie."
Itu kalimat terakhirnya sebelum meninggalkan rumah ini. Pintu dengan sendirinya tertutup, tertiup angin. Perasaan cemas menusuk benakku terus-menerus. Apakah dia akan baik-baik saja?
***
Updaaateee....
menurut klean si Yuki kenapa...???(yg udh tau diem, jgn spoiler :3)
Berhubung udh masuk bulan ramadhan, author mau minta maaf sebesar2nya...selamat puasa XD bagi yg menjalankan..
YOU ARE READING
Synchronization
Science FictionJamie Anderson, anak remaja berumur 16 tahun yang tinggal di sebuah kerajaan yang bertahan di masa depan. Kemajuan teknologi yang luar biasa membawa juga dampak negatif pada dunianya. Dia ditakdirkan menyelamatkan dunia dari ancaman sebuah perusaha...
