Chapter 1 (Part 3)

12 3 0
                                        


Catherine's P.O.V

"H-hah? Duel?" balasnya terkejut.

"Ya! Kita akan lihat siapa yang sebenarnya paling hebat."

Akan kuperlihatkan pada mereka. Aku tidak terima dia lebih hebat dariku. Meskipun dia berhasil mengalahkanku di dunia game, belum tentu dia bisa mengalahkanku di dunia nyata.

"Haha, menarik. Baiklah, aku yang atur. Nanti akan kupanggil lagi melalui speaker." Balas Pak Hilton, menyetujui rencanaku.

"Tunggu, pak. Maksudnya duel, duel seperti apa?" tanya Jamie penasaran

"Nanti kamu lihat sendiri."

Setelah balasan itu, dia melangkah meninggalkanku dengan bocah ini. Aku menaruh kembali revolver bocah itu ke dalam koper dan menoleh ke arahnya dengan ukiran senyuman getir di wajahku.

"Ya, okelah. Aku mengaku kalah melawanmu waktu itu. tapi, bukan berarti aku terima. Akan kutunjukkan kemampuanku yang sebenarnya. Tembakkan sihir tadi belum seberapa. Nanti aka—"

"Ya, ya...aku mengerti..." Balasnya dengan nada meremehkan.

"A-apa maksudmu berbicara seperti itu? Kamu tidak percaya, ya. Baik, tidak masalah. Lihat saja nanti."

Aku melangkah meninggalkan ruangan itu. Hm, aku jadi penasaran soal kabar senjataku. Sudah hampir seminggu aku tidak melihatnya.

Di deretan lemari-lemari kaca, aku membuka sebuah laci bertuliskan nomor 24. Sebuah koper putih kekuningan dengan namaku di atasnya disandarkan dengan koper-koper lain. kuambil koper itu sembari berpikir, "apakah aku harus melakukan testimoni? Ah, tidak. Biarkan ini jadi kejutan baginya."

"Perhatian bagi Catherine Angel dan Jamie Anderson. Diminta kehadirannya di Ruang Simulasi Dua dengan membawa senjata masing-masing. Terima kasih."

Selepas pengumuman itu, bocah tadi melangkah keluar tempat uji coba senjata dengan nafasnya yang terengah-engah.

"Habis latihan, ya? Bagaimana? Sudah bisa?" ujarku diiringi kekehan ringan.

"Diam." Balasnya dingin.

"Hah? Biar apa berkata dengan nada seperti itu? Biar aku takut? Hah? Asal kamu tahu, meskipun kamu tadi berhasil. Serangan itu tidak ada apa-apanya."

Dia menghiraukan perkataanku dan melangkah keluar. Heh, memangnya dia tahu dimana Ruang Simulasi? Aku melangkah keluar, menyusulnya.

Entah siapa yang memberitahu, dia tahu arah menuju ruangan itu. Melalui pintu kiri dan turun ke lantai dasar dengan lift. Ya, markas ini dibuat menggali ke dalam tanah. Dalamnya seukuran dengan tinggi sebuah hotel dengan 10 lantai. Memang terdengar gila, tapi memang itu faktanya.

Kami pun sampai di Ruang Simulasi Dua. Ruangan seluas lapangan sepak bola dengan tinggi yang menyamai tinggi markas adalah dimana para agen dapat berlatih menghadapi berbagai macam kondisi. Ruangan ini bisa diatur sebagaimanapun diinginkan, tapi dengan beberapa batasan.

"Selamat datang di Ruang Simulasi. Di tempat inilah kalian akan bertarung. Apa kamu masih butuh penjelasan soal duel?" tanya Pak Hilton kepada Jamie.

"Tidak, aku sudah mengerti."

"Oh, baguslah kalau begitu. Jadi, bagaimana kalau kita langsung mulai?"

Setelah kalimat itu, dua lingkaran bercahaya muncul di lantai ujung kanan dan kiri ruangan. Aku melangkah menuju yang kiri, dan dia melangkah menuju yang kanan. Tepat setelah langkah kedua, dia menyebut namaku.

SynchronizationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang