Jamie's P.O.V
Di ruang simulasi, sama seperti kemarin. Aku dan Catherine menunggu Pak Hilton memulai simulasinya. Kak Reinhart menyertainya, menyaksikan dari sekat observasi.
"Simulasi dimulai!" sahut sistem ruangan.
Dengan perlahan, sebuah gedung terbangun dari lantai demi lantai. Pada saat itu juga objektif kami disebutkan oleh sistem ruangan.
"Objektif: Selamatkan orang yang ditahan dalam gedung tanpa kematian dari anggota tim."
Beberapa saat setelah itu, gedung pun sempurna terbangun. Sekitarnya dihalangi oleh tembok yang tingginya setara dengan tinggi dua lantai gedung itu. Aku dan Catherine berdiri beberapa langkah dari pagar tembok itu. Pertanyaannya sekarang, bagaimana kami bisa masuk ke dalam? Karena pastinya gedung ini memiliki penjaga entah itu sistem keamanan canggih, atau hanya sekedar orang-orang bersenjata api.
Catherine menggerakkan tangannya, mengisyaratkanku untuk menghadap kanan sembari melangkah. Bagaimana aku mengerti? Aku sudah terbiasa melakukannya dalam game. Tidak kukira akan seberguna ini kebiasaan burukku itu.
Aku dan Catherine melangkah perlahan memasuki pagar gedung dengan senjata kami terangkat. Kami berhasil masuk dan tiba-tiba...
"Berlindung!" sahut Catherine
Aku langsung berlari menuju sebuah air mancur yang berletak beberapa langkah dariku. Terdengar nyaring suara peluru ditembakkan berulang-kali. Aku mengintip sedikit dan terlihat bahwa Catherine sudah membunuh orang itu. Aku pun melangkah menujunya.
"Belum berakhir." Ujarnya singkat.
Reflek aku menoleh kebelakang, tiga orang bersenjata api muncul dan mulai menembak kami. Aku kembali bersembunyi di balik air mancur. Catherine juga menyertaiku.
"Air mancur ini tidak akan bertahan lama!" sahutku.
"Dalam hitungan tiga, kita keluar dan kamu gunakan sihirmu. Mengerti?"
Aku mengangguk. Dia pun mulai menghitung mundur.
"Satu, dua, tiga..!"
Aku pun keluar dan mulai menembakkan sihirku seraya Catherine menembak habis mereka semua.
"Kondisi aman. Mulai memasuki gedung." Ujar Catherine ke walkie talkie yang ada di tangannya.
"Roger, lanjutkan infiltrasi." Balas seseorang dari walkie talkie itu.
Kami pun melanjutkan melangkah memasuki gedung. Meskipun kami hanya melaksanakan latihan ini berdua, kami dipandu oleh Kak Reinhart dalam melaksanakannya.
Kedua kaki kami telah menapaki lantai dasar gedung. Catherine memimpin dengan perlahan memasuki gedung lebih dalam. "Kondisi sementara aman, tidak ada serangan dadakan. Ganti." Ujarmya lagi dengan walkie talkie seperti tokoh di film-film bertema agen rahasia.
"Diterima. Tetap waspada. Ganti."
Terdapat dua pintu ruangan yang berhadapan di tembok kanan dan kiri lantai ini. Ada dua tangga di ujung lantai yang kemungkinan dapat membawa kami ke lantai berikutnya. Terlihat di tengah kedua tangga itu sebuah meja resepisonis yang biasa ditemukan di hotel-hotel. Sekarang pertanyaannya, bagaimana kami bisa dengan selamat menuju lantai berikutnya? Bisa saja di balik kedua pintu itu ada orang-orang bersenjata seperti tadi yang sudah siap menyerang tiba-tiba. Dan mereka juga bisa berada di bawah meja resepsionis itu. Bagaimana ya..?
"Hei, Jamie." Sahut Catherine tiba-tiba sembari menepuk pundakku.
"A-ah! Ada apa Catherine? Bikin kaget saja..."
"Aku punya rencana. Yang kamu harus lakukan adalah bersembunyi di balik vas ini dan perhatikan meja di ujung sana."
"B-baik, tapi. Apa yang kamu lakukan?"
Dia tersenyum licik, "akan kutunjukkan padamu sebagian dari kemampuanku yang sebenarnya." Ujarnya yakin.
Tunggu sebentar. Jangan bilang dia akan menghabisi orang-orang dari dua pintu yang berhadapan itu sendiri.
"Hei, tunggu sebentar. Apa kamu serius?!" tanyaku memastikan.
"Apa aku terlihat bercanda?" balasnya sambil menatapku masih dengan senyuman liciknya.
"Ti-tidak." Balasku takut.
Dia pun mulai melaksanakan aksinya. Sebuah granat dia lemparkan ke pintu kiri dan seketika langsung meledak. Dengan asap yang disebabkan ledakan itu, dia menyelinap masuk disertai peluru-peluru yang ditembakkan dari ruangan pintu kiri dan kanan. Apakah dia akan baik-baik saja?
Suara tembak-menembak belum mereda. Asap dari bekas ledakan itu anehnya belum menghilang. Belum ada yang sadar kalau aku berada di balik vas ini. Aku tetap memperhatikan meja resepsionis yang berada di ujung lantai. Tidak ada orang sama sekali. Apakah aku sebaiknya membantu Catherine saja?
Kucoba arahkan Revolver-ku ke arah mereka yang berada di bagian kiri dan mulai menembak, dan tidak kusangka. Sebuah penghalang cahaya tiba-tiba terbentuk dari frame pintu. Dan tepat setelah itu, mereka mengetahui keberadaanku.
"Oh, tidak." Ujarku berbisik.
Mereka mulai menembak ke arahku. Aku berusaha melawan mereka dengan menembakkan tehnik sihirku, tapi percuma. Kecepatan dan kuantitas peluru yang ditembakkan mereka melebihi kemampuan sihirku. Satu, dua peluru mulai mengenai badanku. Gawat! Jika terus begini aku bisa mati! Tapi, tiba-tiba...
JDARR!!
Suara tembakkan terdengar kencang dari sebelah kananku dan membentuk penghalang cahaya mirip seperti punya mereka. Tanpa kusadari Catherine sudah berada di sampingku.
"Aku tidak menyuruhmu untuk menembak mereka, kan?!" tanyanya sinis.
"Ma-maaf, a-aku—"
"Ah, tidak berguna kata "maaf" di saat-saat sekarang!" balasnya.
Aku langsung terdiam. Dia tetap fokus berusaha menembak habis orang-orang dari ruangan kiri itu. Aku ikut serta membantunya dan tidak kukira itu adalah kesalahan terbesarku dalam latihan ini. Dari balik meja resepsionis , muncul seseorang dengan membawa RPG. Kami telat menyadarinya. Roket sudah dia tembakkan dan dalam beberapa saat akan menabrak kami dan menghancurkan kami berkeping-keping.
"Awas!!" sahut Catherine seraya mendorongku hingga ke ruangan kanan.
Sepersekian detik kemudian, terlihat dia sempat berusaha menghindar. Tapi sia-sia. Roket itu meledak tepat saat dia mencoba untuk melompat. Ledakan itu membuatku terpental sedikit, tidak membunuhku. Tapi untuk Catherine...
"Catherine!!" sahutku memanggilnya, mengharapkan jawaban.
Hening, tidak ada jawaban. Sudah kuduga. Dia, dia...mengorbankan nyawanya demiku. Tapi, kenapa orang sepertinya rela melakukan itu terhadap orang seperitku?
***
YOU ARE READING
Synchronization
Science FictionJamie Anderson, anak remaja berumur 16 tahun yang tinggal di sebuah kerajaan yang bertahan di masa depan. Kemajuan teknologi yang luar biasa membawa juga dampak negatif pada dunianya. Dia ditakdirkan menyelamatkan dunia dari ancaman sebuah perusaha...
