Yuki's P.O.V
"Aku pulang, Ayah..." Ujarku sembari melangkah ke arahnya.
"Apakah perkiraan ayah benar?" tanyanya tiba-tiba.
"Iya, ayah benar. Dia termasuk anggota organisasi dan juga, dia memiliki kekuatan sihir."
"Heh, bagus sekali. Sekarang ayah tahu masalah yang harus ayah selesaikan, hahaha." Ujarnya disertai gelak tawa.
"A-ayah janji tidak akan menyakitinya, kan?" tanyaku cemas.
Dia menatapku getir, "oh ya. Tentu. Tapi Yuki masih ingat kan hal terakhir yang harus Yuki lakukan?"
Badanku seketika gemetar, ketakutan. Tidak, aku tidak boleh takut. Ini semua demi keselamatannya. Dan dengan ini, aku bisa sedikit membantunya dalam misinya untuk menyelamatkan dunia.
Tanpa kusadari, tetesan air mata berlinang di pipiku. Aku langsung menyekanya. Dengan tarikan nafas panjang, aku mengangguk pelan.
"Bagus, sekarang masuk ke Synchronizing Chamber."
Aku menuruti perintahnya. Setelah melangkah masuk, sebuah panel kaca menutupiku, memisahkanku dengan ruangan luar.
Alat ini kemungkinan menjadi tempat terakhirku di dunia ini. Oh iya, aku belum sempat melunaskan janjiku pada Jamie. Andai kami hanya remaja biasa, jangankan menonton konser. Bisa saja kami memiliki hubungan cinta dan menjalani kisah layaknya di berbagai novel dan film. Haha, ada saja khayalanku.
Terdengar desingan mesin dari dalam ruangan ini. Cahaya putih berkilat-kilat di hadapanku, dan seketika...aku pun kehilangan kesadaranku.
***
Jamie's P.O.V
Sudah beberapa hari ini Yuki tidak menghadiri sekolah. Tepat setelah dia menginap di rumahku, dia tiba-tiba saja menghilang. Informasi yang dia berikan belum bisa kujadikan landasan alasan dia menghilang.
Aku sempat bertanya kepada wali kelasku, katanya dia ada acara keluarga di luar kota untuk beberapa minggu. Aku mencoba mengirim pesan dan bahkan sampai menelfonnya. Namun, tidak ada jawaban. Pesan-pesanku saja tidak dibaca.
Jujur saja, aku sangat mencemaskannya. Entah berapa lama perasaan itu akan bersemayam dalam diriku. Imbas darinya adalah terganggunya kegiatan sehari-hariku karena sibuk memikirkannya. Termasuk juga tidur malam.
Sinar mentari menembus awan-awan kelabu, menyilaukan mataku yang sedang menatap ke arahnya. Sontak aku langsung memalingkan pandanganku.
Pagi hari ini adalah jadwal penjaskes bagi kelasku. Runtutan seperti biasanya setelah penyampaian dan pempraktekkan materi, kami diberikan waktu bebas untuk beradu antar teman kelas sesuai materi yang dipelajari di hari itu.
Aku jarang menyertai mereka saat waktu tersebut. Bukan karena aku tidak berolahraga, hanya saja cabang olahraga yang bisa kulakukan jarang diangkat sebagai materi di sekolah. Aku lebih sering duduk di pinggir lapangan, menyaksikan teman-temanku bermain.
"Oi, Jamie!" sahut temanku yang sedang berlari, hendak menghampiriku.
Aku menoleh sembari membalas sahutannya dengan lambaian tangan.
Namanya Glenn. Dia sahabat karibku sejak SMP. Baru saja dia sembuh dari penyakit yang membuatnya tidak sekolah beberapa minggu.
"Ada apa?"
Dia menatapku keheranan, "lu yang ada apa!" Dari kemarin-kemarin sedih terus. Jangan bilang masih mikirin dia?"
Aku terdiam, tidak menjawab pertanyaannya.
"Ya elah, baru tiga hari dia gak sekolah. Kangennya udah kayak gini. Emang ya, bocah yang satu ini." Ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Toh, kalo kangen bisa aja telpon, chat, atau apa gitu. Udah jaman sekarang juga. Susah banget kayaknya." Lanjutnya.
"Kan sudah aku pernah bilang. Dia tidak bisa dikontak pakai apa pun itu." Balasku.
"Ya...kali aja hp-nya rusak. Atau jaringan disananya lagi jelek." Balasnya kembali dengan alasan logis.
"Emangnya dia gak bilang apa-apa gitu sebelum pergi? Masa gak ninggalin pesan gitu."
Memoriku kembali tertuju ke pesan yang dia kirim melalui forum organisasi. Ya, dia meninggalkan pesan yang menurutku aneh.
"Hati-hati dengan lagu yang sering kamu dengarkan. Karena lagunya sangat enak didengar! Kalau keseringan bisa saja lagu itu menguasai pikiranmu."
Kurang lebih seperti itu. Aku sudah sempat mengirimnya ke pihak organisasi. Tapi hingga sekarang aku belum mendapat jawaban.
"Ya udah, gini deh. Abis sekolah kita mabar "Bullet Red". Gua dapet temen main baru. Cewek lagi." Ajaknya sambil menyengir.
Haha. Salah satu yang kusukai dari Glenn adalah petualangannya bersama lawan jenis. Jika dia tidak ditolak dengan konyol, dia dipermalukan oleh gadis pujaannya siapapun itu. Kejadian-kejadian itu selalu membuat gelakkan tawaku hilang kendali.
"Ya sudah, aku ikut. Aku juga penasaran dengan cewek barumu ini." Ujarku menerima ajakkannya.
"Wah...mau lu embat ya? Mentang-mentang gak ada Yuki, cari cewek lain..."
"Eh, niatku bukan seperti itu!" tegasku.
Dia terkekeh melihat reaksiku. Ya, hal-hal seperti inilah yang kubutuhkan di saat-saat kuterpuruk, walau hanya karena alasan yang sepele.
***
Sori dikit updetnya :3 jadwalku belakangan ini lg rame
(alasan, padahal mah mager doang...)
ehehehehe....tpi serius, masi berusaha nyusun jadwal. ty for support XD
Semangat yg puasa!! Jgn sengaja batalin...!
YOU ARE READING
Synchronization
Science FictionJamie Anderson, anak remaja berumur 16 tahun yang tinggal di sebuah kerajaan yang bertahan di masa depan. Kemajuan teknologi yang luar biasa membawa juga dampak negatif pada dunianya. Dia ditakdirkan menyelamatkan dunia dari ancaman sebuah perusaha...
